Chapter Seventeen ■ Competition (Persaingan) ■

2.6K 213 5
                                    

"Bibir itu digunakan, Vale. Jangan otak mulu yang dipakai." desis Brandon yang sedari tadi bicara dengan patung, tak ada digubris.

"Shut up, bastard." Arvale yang emosinya masih naik turun akibat kejadian tadi membuat otaknya tak ingin berpikir yang tidak seharusnya.

Fezla menggeleng melihat tingkah orang itu yang sebegitunya saat sedang tak mood. Emosinya yang tak stabil menjalar pada pergerakannya saat ia main game seperti sekarang di depan salah satu layar komputer miliknya. Bahkan keyboard itu tak henti-hentinya mengeluarkan suara seperti ingin rusak karena ditekan dengan tekanan berlebihan.

"Liat tuh, yang baru aja punya pacar pertama udah kayak orang enggak punya akal aja." sindir Edward yang memainkan handphone sambil tiarap di atas king size milik Arvale.

Arvale yang mendengar walaupun suara headphone sudah ia pasang dengan volume full mendecih, tangannya yang tadi menggerakkan mouse kini melempar orang itu dengan salah satu headphone miliknya nyaris terkena kepala Edward jika tak menghindar dengan cepat. "Berisik, not my girlfriend."

"Idih.. lo tadi ngaku loh, Vale! Di depan semua murid dan depan orang tua lo kalau si troble maker itu pacar lo! Padahal dia udah ngelak, tapi lo tetap kekeh, sialan!" Fezla menunjuk Arvale yang kini mengepalkan tangannya.

Segera saja ia meninju layar monitornya itu kuat dan tembus sampai belakang membuat percikan api.

"Lah, sial. Marah dia." Brandon berucap dan jauh-jauh setelahnya, tak ingin berkelahi dengan Arvale yang emosinya sedang tak stabil, bisa saja mereka merenggang nyawa malam ini juga.

Arvale menatap keempat temannya setajam sorot mata elang membuat orang yang dituju itu tercekat. "Kalian diam, atau aku buat diam." nada suaranya jika marah tak lagi datar seperti tak bernada, ia membawa penekanan dengan bervokal tajam di setiap kalimatnya.

Arvale menoleh lagi pada layar monitornya dan ia terdiam, "Fucking of four most wanted!" pemuda itu berseru melihat game yang dia mainkan sekarang tak lagi ia jalankan, bisa-bisanya layar itu bolong dan mati. Arvale mendesah muak sambil bersender di senderan kursi dengan tangan dilipat di depan dada disusul mata yang ia tutup.

Ini lah yang mereka takutkan, jika Arvale marah ia makin beringas saja. Maka semua kena. Game saja kena, apa lagi mereka!

Pemuda itu melempar headphone yang di telinganya kasar sampai terhantup ke dinding dan ia mengambil headphone yang lain yang tak tersambung komputer, ia keluar dan turun menggunakan lift rumahnya.

Keempat temannya itu mengikuti dari belakang, olahraga malam boleh juga. Arvale melajukan mobilnya disusul Edward, Daniel, Fezla dan Brandon yang hanya menggunakan satu mobil, yaitu mobilnya Edward.

Kali ini Brandon yang menyetir, ia ingin membalap Arvale dengan susah payah dan berdampingan dengan ia perlu konsentrasi penuh. "Mau balapan lo?" tutur Bran yang membuka jendela kaca mobil.

Arvale membuka kacanya juga lalu menyeringai horror, "Yang kalah bunuh diri." pemuda itu menancap gas penuh.

"Shit, horror banget dia kalau marah." Fezla bergidik melihat seringaian yang jarang pemuda itu tunjukkan. "Cepetan, Bran! Kalau kalah kita berempat mati, sial!" ia menepuk kursi kemudi.

"Ribut lo! Tau gue tau," Brandon menginjak gas dan mencoba fokus.

Mereka bahkan sudah tak melihat lagi mobilnya Arvale.

Mereka bertiga geram, saling mengajukan diri untuk mengemudi, merasa bahwa yang bisa membalap Arvale adalah lawan yang sesungguhnya.

Di lain sisi, Arvale terus menatap lurus ke arah jalan. Menggerakkan gigi mobil dan stir bergantian. Kakinya tak lepas dari gas dan sedari tadi dia tak ada menginjak rem membuat pengemudi lain yang ia lewati terus membunyikan klakson.

MWHSiCG [COMPLETE☑️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang