Chapter Fifty ■ Rang! (Berdering!) ■

2.1K 188 36
                                    

Xarbiela menatap bulan dari kaca jendela kamarnya, ia tak bisa berhenti tersenyum. Ia tak peduli dicap sebagai makhluk yang kehilangan akal otaknya pada dunia, ia tak peduli lagi sekarang.

Gadis itu memeluk gulingnya tak lepas satu detik pun tidak menatap ponsel dan bulan secara bergantian.

Seandainya bibir bisa mewakili perasaannya, dia akan bicara sampai pita suara miliknya putus. Mimpi, 'kah dia bisa menjadi pacar pertama dari seorang most wanted sekaligus king gamers di sekolahnya?

Ingin membagi kebahagiaannya pada sahabat-sahabat pun rasanya ia tak mampu. Sudah 99+ pesan dari Rosey, Rani, Helda, dan Gabriel. Ia tak membuka pesan mereka semua, dia sedari tadi memelototi sebuah nomor yang sangat langka orang punya.

Dia sudah memberi nama nomor itu dengan sebutan, 'Crazy Gamers!' tidak ada foto profil, tidak ada waktu kapan terakhir online atau pun bio seperti pengguna WhatsApp lain, jangan tanya ia dapat di mana, yang pasti bukan dari Arvale sendiri.

Ia gemetar sedari tadi mengetik dan menghapus, mengetik dan menghapus. Begitu terus ia lakukan, tak cukup berani dia mengirim seutas pesan, bisa-bisa kejadian seperti adiknya Brandon yang tahu nomornya, langsung di-blok!

Kejam tidak, sih?

Xarbiela melihat jam di ponselnya yang sudah menunjukkan pukul, 23.58 PM. Mumpung besok adalah hari Sabtu dan sekolahnya libur, bisa ia begadang dan pasnya lagi ia tak akan bisa tidur.

1 April 2020 akan menjadi sejarah di kehidupannya, seperti orang-orang, tanggal jadian. Pfft...

Padahal tanggal 16 nanti ia akan menginjak umur yang ke 17 tahun. Tak salah ia dari dulu suka pada bulan kelahirannya. Ternyata ada kejutan lain yang Tuhan rencanakan di bulan spesial itu.

Tak tahu sudah dia berapa lama berkutat pada ponsel dan bulan sedari tadi, begitu saja tanpa beranjak. Apa lagi seutas senyuman tak kunjung hilang dari tadi di garis bibirnya. Ingin juga seperti yang lain, menanyakan banyak hal pada pasangannya. Tapi Xarbiela sadar saja bagaimana seorang Arvale, ditanya punya nomor saja tak diberikan.

Sampai matahari terbit pun matanya masih melek saja menatap nomor itu, ini rasanya seperti mimpi. Mempunyai nomor Arvale! Apa lagi menjadi kekasihnya! Tak bisa dibayangkan lagi oleh Xarbiel betapa bahagia diri itu.

Ya, Tuhan. Aku tahu jika kebaikanMu padaku begitu besar, aku hanya seorang makhluk yang tak sempurna yang Kau ciptakan sedemikian rupa. Aku sadar begitu kurangnya diriku, aku hanya ingin bilang, terima kasih. Terima kasih untuk-

Tok Tok Tok

Xarbiela membuka matanya yang tengah menghayati sebuah ucapan dari lubuk hatinya.

Gadis itu turun dari ranjang lalu membuka pintu mendapati ibunya berdiri di sana memerhatikan Xarbiela dari ujung sampai ujung.

"Xar? Enggak tidur?" awal Auralia di pagi itu.

Xarbiela menggelengkan kepala. "Enggak, Ma." masih di posisi dia memegang ganggang pintu.

Auralia menyerinyitkan dahi, "Tumben, biasanya paling mentok tidur jam 12 gara-gara baca novel doang. Kenapa sekarang?"

Xarbiela menggigit pelan bibir bawahnya seraya melihat ke arah lain, ia tak tahu ingin menjawab apa. Masa ingin bilang kalau tak bisa tidur karena terlalu senang menjadi dan mendapat nomor Arvale? Kan tak mungkin? Pasangan mana yang senang mendapat nomor pasangan sendiri? Bisa-bisa sangat kelihatan bagaimana tak perhatiannya si Arvale ini.

"Papah mana, Ma?" Xarbiela mengalihkan topik dengan tersenyum tipis membuat suasana baru agar tak lagi bertanya soal dirinya.

Xarbiela teringat, bahwa sejak kemarin ayahnya selaku sekretaris sebuah perusahaan pamit ingin ke Los Angeles mengurus pekerjaan.

"Lupa, Xar? Kan kemarin bilang mau ke L.A," Auralia menggeleng lalu ingin pergi dari sana.

"Ma! Tunggu!" Xarbiela menarik pergelangan tangan ibunya untuk duduk di tepi ranjang lalu tersenyum. "Ma, dulu, kan papah direktur utama perusahaan. Kok sekarang malah jadi sekretaris? Dua tahun yang lalu kenapa?"

Auralia terlihat gelapagapan tertahan, "E- kenapa tiba-tiba tanya itu, Xar?"

"Kan, dulu Xarbiel tanya. Mama bilang Xarbiel masih kecil, sekarang Xarbiel udah mau lulus. Boleh dong tahu alasannya?" Xarbiela berkedip polos.

Auralia lalu menyelipkan anak rambut anaknya di belakang telinga. "Bener mau tahu kenapa papah kamu bangkrut, Xar?" Xarbiela mengangguk. "Masalahnya sama rekan papah kamu, dulu papah kamu punya kontrak sama rekannya. Yang bisa buat kesepakatan sama pihak perusahaan aset terbesar tahun 2018 kemarin, berhak mendapat seluruh laba di salah satu perusahaan yang mereka bangun. Terus, papah kamu kalah deh, Xar." titah Auralia separuh masih tak rela jika menceritakannya.

Xarbiela yang menyimak pun angkat suara lagi, "Perusahaan papah emang cuma satu ya, Ma? Kan rekan papah banyak, jadi enggak mungkin langsung jatuh gitu dong, Ma?" ia bertanya lagi, pasalnya, dua tahun terakhir ekonomi keluarganya benar-benar hancur lebur. Tapi setelah menyimak cerita Auralia pun Xarbiela masih belum mengerti sepenuhnya.

"Ya, gitu deh, Xar. Namanya persaingan ketat, berita papah kamu yang kalah, jadiin rekan kerja sama perusahaan yang ngikat kontrak di perusahaan lain yang papah kamu punya pun lenyap seketika. Termasuk rekan taruhan papah kamu, habis menang, dia mutus kontrak sama papah kamu juga." jelasnya final yang langsung membuat Xarbiela mengangguk mengerti.

"Kok gitu sih, Ma? Kan enggak adil, Xarbiel enggak mau ah jadi pengusaha. Orangnya jahat-jahat!" cemberut Xarbiela polos.

"Jangan ngomong gitu, kehidupan itu berputar. Enggak mungkin, kan kalau kehidupan selalu di atas terus? Bumi aja berputar, apa lagi kehidupan." Auralia tersenyum mencoba menenangkan anaknya yang sudah mencap buruk dunia pembisnisan.

"Tapi, kan enggak adil. Masa rekan papah yang udah di atas makin ke atas? Xarbiel enggak suka ah pokoknya! Nama rekan papah siapa, Ma? Biar pas Xarbiel sukses nanti, Xarbiel buat perjanjian yang sama! Terus buat rekan papah jatuh juga seperti yang kita rasakan." Xarbiela mengembungkan pipinya sambil mengacak kedua pinggangnya kesal.

Auralia menggelengkan kepala, "Matahari enggak bisa jadi bulan, begitu juga sebaliknya, bulan enggak bisa jadi matahari. Jadi, kamu enggak boleh sama-samain kehidupan kamu sama orang lain, semua punya perannya masing-masing." Auralia seketika mengambil peran menjadi kearifan.

Xarbiela masih saja di posisi tadi, ia kesal-kesal juga rasanya. Benar keputusan orang tua yang selalu menunggu waktu yang tepat untuk bercerita kepada anak-anak mereka. Karena bisa saja saat pikiran seorang anak masih sangat sensitif, ia akan melakukan hal yang tak diinginkan.

"Sekarang, kamu tidur, Xar! Nanti pacar kamu enggak mau lagi pacaran sama panda. Mending kalau pandanya lucu dan gemuk. Lah kamu? Kurus, terus mata jadi hitam, malah kayak hantu." gurau Auralia lalu bangkit keluar dari kamar Xarbiel sambil terkekeh geli sendiri.

"Mama rasis! Gini-gini anak kurus juga ciptaan Tuhan." Xarbiela baring di kasurnya sambil memeluk guling membelakangi pintu. Sok marah kisahnya.

Terdengar saja gelakan ibunya yang tertahan dari arah dapur. Bisa Auralia menjernihkan suasana hanya dengan sekejap.

Xarbiela mengambil ponselnya lalu membuka touchscreen kemudian entah tanpa diundang atau pun disengol. Senyuman di kedua sudut bibirnya kembali mengembang mendapat sebuah nomor yang ia cap sangat langka.

Xarbiela menatap terus layarnya sampai berjam-jam sampai mata itu benar-benar tertutup sendiri terbawa arus ketenangan dari alam kapuk. Secara tak sengaja ia tertekan tombol panggilan.

Berdering.























To be Continued

Uwu...😬 Pnasaran2? Lanjot? Lajotnya pas vote melebihi sebelumnya yak..🤣 bnyk maunya emng😂

MWHSiCG [COMPLETE☑️]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora