01

217K 12.1K 792
                                    

Sejak kejadian itu, Anin pergi meninggalkan kota Jakarta. Ia memilih kota Semarang sebagai tempat pelariannya. Sebab kota itu adalah tempatnya lahir kata ibu panti saat itu.

Anin memulai hidup baru dengan bekerja di toko bunga milik seorang nenek. Toko itu lumayan besar dan mempunyai pelanggan tetap. Meskipun gaji yang diterima lebih kecil daripada saat menjadi OG, Anin tetap bersyukur sebab ia juga ditawari untuk tinggal di rumah nenek Ima.

Tiga bulan sudah ia berada di sini berniat melupakan masa lalu namun ia mendapati jika dirinya tengah hamil.

Anin semakin dibuat bingung dan rasanya Anin ingin melenyapkan bayinya tersebut.

Jika tidak ada nenek yang membantunya melawan keterpurukan mungkin saat ini baby Rio tidak ada di dunia ini.

"Mama..mama.." panggil anak kecil yang tengah bermain dengan mainan mobil ditangannya.

Anin jongkok setelah mematikan kompor, "Iya baby, mau apa hm?" Anin mengusap lembut kepala anaknya.

Abrio Batari.

Anak laki-laki berumur tiga tahun itu memiliki mata bulat dan hidung mancung. Anin mewarisi bentuk bibir saja selebihnya anaknya itu mewarisi wajah lelaki bajingan tersebut yang membuat Anin merasakan sakit saat menatap anak tak berdosa itu.

"Baby aus mama.."

"Baby mau minum susu atau air putih?"

"Eumm.." Rio nampak berpikir seraya mengetuk-ngetuk kepala dengan jari mungilnya, gaya orang dewasa berpikir keras.

Anin tertawa kecil, "Minum air putih aja mau?" Tawar Anin lalu bangkit untuk mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih.

"Mamaaa...baby kan belum jawab," Rio memanyunkan bibir merah mudanya dengan lucu.

"Hehehe maaf maaf, ya udah nih minum, abis itu baby duduk di meja makan ya mama siapin makan malam dulu. Oh sekalian tolong panggilin nenek ya baby,"

"Siap mama.."

Selesai Rio minum, anak itu berlari untuk mencari neneknya.

"Babyyyy jangan lari nanti---"

Bruk!

Anin menghela nafas belum sempat ia berbicara anaknya sudah jatuh duluan. Anin tak mendengar suara tangis anaknya yang membuat Anin khawatir dan langsung keluar dapur untuk melihat apa yang terjadi.

"Baby....Rio...."

Anin memanggil nama anaknya namun tak ada sahutan. Anin berpikir jika anaknya sudah dewasa sehingga tak menangis lagi saat terjatuh.

Anin kembali ke dapur lagi tak lama Rio beserta nenek datang dan duduk di meja makan. Rumah nenek memang tak besar hanya ada dua kamar tidur, ruang tamu yang merangkap ruang keluarga dan juga dapur yang terdapat meja bundar kecil dengan empat bangku. Kamar mandi berada tak jauh dari dapur sehingga jika mereka ingin mandi atau membuang kotoran harus melewati dapur terlebih dahulu.

"Nenek," panggil Anin seraya menyiapkan piring untuk mereka bertiga lalu duduk.

"Iya nduk," nenek Ima tersenyum lalu mengalihkan perhatian ke Rio.

"Rio tadi ndak papa?"

Rio yang sedang melihat makanan yang tersedia langsung menatap nenek sembari tersenyum polos.

"Baby tidak papa nenek,"

"Oh iya, tadi baby jatuh ya?"

Rio mengangguk lalu tersenyum malu, "Tapi baby udah nggak nangis kok mama.."

Ich Liebe Mama! ✓ [END]Where stories live. Discover now