10

146K 9.3K 267
                                    

___

Sudah tiga hari Bryan tak ada kabar. Rio dari kemarin terus mengeluh tak enak badan. Anin khawatir. Badan Rio juga hangat.

"Baby makan dulu yuk, abis itu kita ke dokter ya?" bujuk Anin pada Rio yang bergelung di kasur dengan memeluk guling kesayangannya.

"Papa..." Anin menghela nafas. Lagi-lagi Rio memanggil papanya.

"Iya baby, nanti papa pulang, sekarang baby makan dulu biar sembuh,"

"Hiks papa..." Rio menangis pelan.

Anin tak tega melihat keadaan anaknya yang seperti ini. Beruntung ia dan Bryan bertukar nomor WhatsApp sehingga memudahkan dirinya untuk menghubungi lelaki itu, seperti sekarang ia berusaha memanggil panggilan video dengan Bryan. Masalah diangkat atau tidak urusan belakang yang terpenting berusaha dulu.

"Ini mama lagi telpon papa," Anin menunjukkan layar ponselnya pada Rio sehingga memperlihatkan wajah Rio yang lemas di sana.

"Kok ada muka baby?" tanya Rio dengan polos.

"Iya baby, ini namanya video call, jadi nanti kita bisa lihat muka papa,"

"Gitu ya ma?" Anin mengangguk. Ponselnya masih menampakkan wajah Rio dengan tulisan berdering di bawah nama Bryan.

"Halo," suara berat menyapa telinga Anin dengan sopan. Tersirat nada lelah di suara itu.

"Papa..." panggil Rio seraya menahan tangis.

"Iya baby, ada apa? Maaf ya papa belum bisa pulang, kerjaannya masih banyak, nih baby liat." Bryan menunjukkan mejanya yang penuh dengan berkas-berkas berkat peninggalannya selama empat hari.

"Papa sibuk banget?" Anin membantu memegang ponsel, ia sedari tadi diam mendengarkan percakapan antara ayah-anak tersebut dengan seksama.

"Iya, baby kangen sama papa ya?"

"Hiks ba-baby kangen banget sama papa."

"Loh jangan nangis sayang." suara Bryan menampilkan jelas bahwa ia sedang khawatir di seberang sana.

"Rio dari kemaren sakit mas, manggilin mas terus." ucap Anin saat Rio sudah menangis di perutnya, tangannya mengelus kepala Rio dengan sayang.

"Udah dibawa ke rumah sakit Nin?"

"Belum, dianya nggak mau kalo nggak sama papa katanya." kata Anin melihat Rio sekilas.

Bryan terlihat menghela nafas, "Nanti aku usahain ke sana ya, kerjaan aku di sini masih banyak banget." Anin mengangguk lalu tersenyum, "Jangan paksain ke sini kalo nggak sanggup," katanya.

"Mas sanggup kok, mungkin besok atau lusa udah beres terus mas langsung terbang ke Semarang."

"Iya-iya."

"Kamu nggak mau ke Jakarta lagi?" tanya Bryan dengan hati-hati.

Anin menggeleng, "Mau tapi...ngga tau deh ke sana atau enggak." Bryan tertawa kecil melihat tingkah lucu Anin yang bingung dengan perkataannya sendiri.

Ich Liebe Mama! ✓ [END]Where stories live. Discover now