05

152K 10.6K 626
                                    

___

Bryan masuk ke toko bunga dengan berjalan santai. Pesonanya yang cukup kuat membuat orang-orang di dalam toko menatapnya. Anin acuh saat orang-orang berbisik-bisik, ia fokus merangkai pesanan orang.

Bryan berjalan mendekati Anin. Senyumnya mengembang tipis membuat para wanita menjerit tertahan.

"Long time no see, Anin." Bisik Bryan di telinga Anin.

Tubuh Anin menegang. Suara itu. Anin membalikkan tubuhnya menghadap orang yang berbisik padanya.

Mata Anin membulat sempurna. Bunga yang sedang ia rangkai jatuh tercecer. Jantungnya berdegup kencang sedang tangannya berkeringat dingin.

Bryan duduk di kursi depan Anin. Mereka di batasi oleh meja bulat kecil. Bryan tersenyum kecil. Ia menikmati ekspresi terkejut gadis ah wanita di depannya.

"Apa saya seperti setan? Sehingga wajahmu seperti itu."

Anin tetap bergeming. Rasanya udara di sekitarnya menipis. Ia kesulitan bernapas saat ini.

Semua orang memandang mereka dengan tatapan bertanya. Apa mereka ada hubungan? Jika iya, beruntung sekali wanita itu.

"Ti-tidak,"

Anin ingin pergi saat ini juga. Tatapan itu membuat tubuh Anin merinding. Tajam, penuh misteri dan mengintimidasi.

Mata itu.

Mata yang seperti milik anaknya. Anin teringat Rio saat ini. Beruntung Rio sedang keluar bersama Gea, karyawan toko bunga yang lain.

"Saya ingin berbicara denganmu."

"Si-silahkan,"

Bryan mengangkat sebelah alisnya. Kenapa wanita itu? Sepertinya ia sedang gugup.

"Tidak disini. Ayo ikut saya!"

Bryan berdiri lalu menarik tangan Anin. Mereka melangkah keluar toko dengan diiringi pandangan penasaran oleh semua orang.

Anin merasa dejavu saat ini. Ia melepaskan kaitan tangan Bryan di lengannya.

"Saya bisa berjalan sendiri."

Anin melangkah meninggalkan Bryan.

Wow ia di tinggalkan.

Bryan mengikuti Anin yang sudah sampai di parkiran. Bryan membuka pintu mobil lalu masuk tanpa memikirkan Anin yang masih diam.

"Masuk! Kamu bisa sendiri kan?"

Duar!

Sialan!

Anin membuka pintu dengan kasar. Bodo amat jika pintunya rusak. Emosinya naik seketika.

"Apa yang ingin anda bicarakan tuan Bryan yang terhormat?" tanya Anin to the point.

"Jalan pak!"

Bryan mengacuhkan Anin yang menatap dirinya kesal. Lagi-lagi Anin merasa di lemparkan ke masa lalu.

"Saya masih ada pekerjaan tuan Bryan."

Suara Anin yang sinis tak membuat Bryan takut. Wajah Anin yang menampilkan raut kesal malah membuat Bryan tergoda.

Shit! Jangan bangun please.

Anin yang merasa tak di hiraukan pun menghela nafas. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Kepalanya ia miringkan untuk melihat jalanan luar yang lebih menarik dari pada Bryan.

Ich Liebe Mama! ✓ [END]Where stories live. Discover now