14

120K 8.4K 116
                                    

Vote!

___

Disinilah Anin berada, di depan rumah mewah dan besar yang terdapat pilar-pilar yang berjejer dengan gagahnya. Anin sempat dibuat melongo namun ia tahan. Jaga image...

"Ayo masuk,"

Bryan masih menggendong Rio yang tertidur. Koper sudah ia serahkan pada pengawalnya. Anin berjalan mengikuti Bryan dengan menunduk. Tiba-tiba Bryan berhenti berjalan membuatnya menubruk punggung lebar dan tegap itu dengan keras.

"Aduh, kalo mau berhenti bilang dong!" sentak Anin seraya mengusap dahinya yang sakit.

"Makanya jangan nunduk!"

Anin memutar bola matanya, "Suka-suka aku dong," ujarnya dengan santai.

"Awas kamu," desis Bryan.

Anin mengangkat bahunya acuh lalu kembali berjalan mengikuti Bryan. Mereka menuju kamar di lantai dua. Kamar yang didominasi oleh warna biru langit dan segala pernak-pernik khas bayi terpampang jelas di mata Anin.

"Ini...kamar Rio?"

Bryan mengangguk lalu menaruh Rio di ranjangnya, "Iya dan kamar kamu di bawah." Anin ingin protes namun lambaian tangan Bryan yang menyuruhnya diam membuatnya mengurungkan niatnya.

"Kamu satu kamar sama aku."

"Apa?!"

"Jangan teriak Anin." Bryan menatap tajam Anin yang menampilkan wajah kaget.

"Lagian ngomong sembarangan aja!"

"Siapa?"

"Kamu!"

"Yang nanya."

Bryan meninggalkan Anin yang masih mencerna kalimatnya. Anin sadar dan baru paham saat Bryan sudah tak ada dihadapannya.

Bryan sialan!

___

"Aku nggak mau sekamar sama kamu."

"Yang sopan."

"Aku nggak mau sekamar sama mas." ulangnya dengan menatap Bryan jengkel.

"Nggak ada bantahan." ujar Bryan lalu mulai melepaskan bajunya.

"Ma-mau apa kamu!" Anin membalikan tubuhnya.

"Menurutmu mau apa?"

Bryan tiba-tiba berada di belakangnya yang membuat Anin terkejut. Tubuhnya menegang. Pelipisnya sudah mengeluarkan keringat. Tangannya gemetar. Bayangan bayangan saat ia dipaksa oleh Bryan malam itu kembali terputar di otaknya.

"Ng-nggak...nggak mau! Nggak!" Anin berteriak lalu berlari ke pojok kamar.

Ia menutup telinga dengan kedua tangannya, matanya ia pejamkan guna mengenyahkan pikiran tersebut. Anin terus menggeleng. Bryan terkejut, jelas. Ia menghampiri Anin yang saat ini sudah memukul kepalanya.

Ich Liebe Mama! ✓ [END]Место, где живут истории. Откройте их для себя