13

123K 8.3K 151
                                    

Vote!

___

"Mama...ayo ikut papa ke Jakalta,"

"Ma... baby mau ke Jakalta sama papa,"

"Ma...kalo papa ke Jakalta sendilian nanti papa diambil olang."

Perkataan Rio terakhir mampu membuat Anin menatapnya. Sedari tadi anak itu terus mengoceh untuk ikut bersama Bryan ke Jakarta. Anin bukannya tak mau hanya saja ah sudahlah.

"Baby kalo ngomong sembarangan ya, ucapan itu doa, jadi hati-hati kalo ngomong." tegur Anin dengan lembut.

Sebenarnya ia juga takut jika Bryan diambil orang hanya saja, dia siapa? Ia tak memiliki hak. Ia hanya ibu dari anaknya saja. Tak lebih dan tak kurang. Pikiran tersebut mampu membuat Anin drop seketika. Pikirannya melayang, jika Bryan menikah dengan orang lain, Bryan yang sudah memiliki pasangan dan masih banyak pikiran-pikiran yang membuatnya merasa rendah dihadapan Bryan.

"Maaf mama,"

Anin mengangguk lalu kembali melanjutkan melipat pakaiannya yang baru saja kering. Rio melihat mamanya yang tengah melamun. Ada apa dengan mamanya?

"Ma," panggil Rio dengan menggoyangkan lengan Anin.

"Ah iya kenapa baby?" Anin menyunggingkan senyumnya.

"Mama kenapa melamun? Mama gak mau ikut papa ya?"

"Iya."

Rio menatap mamanya sedih. Pupus sudah harapannya untuk terus bersama papanya. Rio beranjak dari duduknya dan merebahkan tubuhnya membelakangi Anin. Entah kenapa hatinya sangat hancur saat ini. Anin yang melihat Rio bersikap aneh hanya menatapnya saja. Ada apa?

"Nduk, ada Bryan di luar." panggil nek Ima dari luar kamar. Anin menegang. Haruskah ia menemui lelaki itu?

"I-iya nek," sahut Anin kencang. Ia mendengar langkah kaki menjauhi kamarnya. Anin melihat Rio yang tengah memejamkan matanya.

"Baby, di luar ada papa, gak mau nemuin?" tanya Anin dengan lembut.

"Baby ngantuk ma, mau tidur dulu."

Anin mengangguk lalu meninggalkan Rio sendiri dalam kamar. Rio yang melihat mamanya meninggalkannya meneteskan air matanya. Rio menangis sesegukan tanpa suara. Ia meredam tangisnya di bawah bantal. Sesak. Itu yang Rio rasakan saat ini.

Rio mendengar suara nyaring yang beradu dengan keras. Mama dan papanya tengah bertengkar itu pikirnya. Rio semakin menyembunyikan kepalanya ke dalam bantal. Ia tak mau mendengar bentakan mamanya. Rio menggelengkan kepalanya. Air matanya membasahi bantal.

Tak lama suara itu hilang tergantikan dengan suara tangis mamanya. Rio yang mendengar ikut menangis. Kenapa sih dengan orang-orang dewasa ini?

Ceklek!

"Baby, ayo ikut papa."

Rio menggeleng dari bawah bantal. Ia memeluk bantal dengan erat, enggan melepasnya. Bryan menghela nafasnya. Anak ini pasti mendengar pertengkarannya dengan Anin tadi. Nanti ia akan membawa anaknya ke psikolog takut-takut jika Rio akan trauma.

Ich Liebe Mama! ✓ [END]Where stories live. Discover now