32

83.5K 5.1K 558
                                    

Yuk pencet bintang dan komen"

__

"Aku mau ketemu sama sekretarisnya Rudi."

Bryan menoleh dan menghentikan kegiatan mengetiknya. Ya, Anin datang ke kantor Bryan untuk mengantar makan siang. Tak lupa ia membawa kedua anaknya dan sekarang Rio dan juga Elea sedang tidur siang di kamar pribadi.

"Mau ngapain?"

"Cuman mau ngomong aja."

"Oke. Aku telpon dulu."

Anin menunggu sekitar sepuluh menit. Bryan menatap istrinya dengan tatapan tak biasa. Apa yang akan dilakukan istrinya lagi?

"Udah, katanya kamu bisa nemuin dia di restoran Jangssi."

"Oke, aku pergi dulu. Jagain anak-anak sebentar ya, mas." Anin mengecup tangan Bryan dan bibirnya sekilas. Ia keluar dari ruangan Bryan dan langsung menuju restoran yang disebut Bryan.

"Maaf menunggu lama." sapa Anin dengan malas kepada sekretarisnya Rudi.

Perempuan bernama Raya tersebut mengangkat kepalanya dan langsung menyunggingkan senyum tidak ikhlas. "Oh tidak apa nyonya Anin."

Anin tersenyum miring. "Oke, langsung pada intinya. Saya ingin kamu tidak bermain-main dengan saya, nona Raya."

"Bermain-main bagaimana ya nyonya?" Raya menaikan sebelah alisnya.

"Oh kamu berpikir lambat ya ternyata. Kasihan sekali Rudi mempunyai sekretaris yang tidak kompeten."

"Jaga ucapan anda!"

"Kamu yang harus jaga sikap! Mengenai dengan ancaman kamu tempo hari, saya tidak takut dan saya tidak peduli. Silahkan kamu dekati suami saya tapi kamu harus tau satu hal. Hidup dan keluargamu akan hancur detik itu juga, nona Raya."

"A-anda tidak bisa--"

"Oh jelas saya bisa. Kamu tidak ingat siapa suami saya? Dan siapa saya? Ingat nona Raya, jangan bermain-main dengan api. Pesanan kamu akan saya bayar." Anin bangkit dan mengambil tas brandednya yang ia letakkan di hadapan Raya.

Anin saat ini sudah berada dalam mobil. Ia menghembuskan nafasnya lelah. Ia berharap tidak ada perempuan yang akan merebut suaminya meskipun itu tidak mungkin. Perempuan mana yang tidak tergoda oleh ketampanan dan kekayaan suaminya?

Anin menggelengkan kepalanya. Ia turun dari mobil dan segera naik ke lantai ruangan suaminya berada. Sesampainya di sana, Anin langsung menubrukan tubuhnya di atas suaminya yang sedang bekerja itu.

"Kenapa, hm?" Bryan menghentikan kegiatannya dan tangannya saat ini sudah bergerak mengelus rambut lembut istrinya.

"Kamu nggak bakal ninggalin aku kan?" tanya Anin tanpa mengangkat kepalanya dari dada bidang Bryan.

Bryan menghentikan elusan tangannya, "Kenapa lagi? Ada yang ganggu kamu lagi?" Anin menggelengkan kepalanya. "Aku cuma takut kamu ninggalin aku."

"Nggak, sayang. Kamu bisa pegang kata-kata aku."

Anin mengangkat kepalanya dan langsung mencium bibir Bryan. Ciuman kasar yang menandakan kefrustasian Anin. Anin meluapkan semua perasaannya sekarang pada ciumannya. Ia kalut.

Bryan melepas ciumannya tanpa menjauhkan wajah mereka. Ia mengecup bibir Anin bertubi-tubi lalu melumat bibir yang sedari tadi menggodanya. Tangan Anin memegang erat jas Bryan hingga membuatnya terlihat kusut. Matanya yang terpejam mengeluarkan sedikit air mata.

"Kamu jangan takut. Aku nggak akan ninggalin kamu, kecuali kematian." ujar Bryan saat ciuman mereka terlepas.

"Hiks," Bryan memeluk cintanya dengan erat. Membiarkan Anin menuntaskan emosi yang dipendamnya sedari kemarin.

"Mamaaa, kakak mau beli ice cream boleh?" Rio yang duduk di belakang pun mencondongkan tubuhnya ke depan. "Dimana, kak? Jangan banyak-banyak, loh."

"Di sana ma, di depan, nah itu dia Abang ice creamnya! Maaaa kakak mau beli, papa tolong berhenti dulu mobilnya." rengek Rio.

"Iya kak sebentar." jawab Bryan lalu meminggirkan mobilnya di pinggir jalan dekat Abang ice cream yamg Rio ingin.

"Mamaaaa, ayok!" Rio menggoyangkan lengan Anin yang akan menyerahkan Elea kepada Bryan. "Kak, jangan gitu. Mama lagi ngasih adiknya ke papa dulu. Udah, ayo! Titip bentar ya, mas."

Bryan mengangguk, "Iya."

Anin dan Rio keluar dari mobil. Mereka mendekat ke Abang ice creamnya dan mengantri seperti yang lain. "Jangan kemana-mana ya, kak. Mama lupa bawa dompet. Mama ke mobil sebentar, ya. Bang! Tolong titip anak saya bentar, ya!"

"Siap, Bu!" Abang ice cream yang sedang sibuk meracik ice cream pun mengangguk. Anin senyum dan langsung bergegas menuju mobil yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

Anin kembali ke tempat Abang ice cream dan mencari anaknya dimana. Mata Anin membulat saat tak mendapati dimana keberadaan Rio. Jantungnya berdegup kencang, keringat dingin mulai keluar dari pelipisnya.

"B-bang! A-anak saya mana?" tanya Anin lalu ibu-ibu mulai menatapnya. "Dia ada kok Bu, disi--- loh! Kok ndak ada Bu! Kemana bocah itu? Ibu-ibu disini ada yang liat nggak?"

"Nggak, bang." jawab ibu-ibu tersebut dengan serempak. Anin semakin dibuat panik. Ia berlari menuju mobil lagi.

"Mas hiks Ri-Rio hiks,"

Bryan terkesiap. Tangannya memeluk Elea.

"Ma-maksud kamu apa? Rio mana?" Bryan melihat tidak ada Bryan dan Anin yang menangis. Oh! Masalah apa lagi ini?

"Ri-Rio hilang, hiks, hiks,"

Mata Bryan membulat seketika. "Hah? Hilang?! Kamu gimana sih?!" tanpa sengaja Bryan membentak Anin sehingga membuat Elea yang sedang tidur terbangun dan langsung menangis.

Anin mengambil Elea ke dalam pelukannya. Ia menangis sambil memeluk anaknya. Tubuhnya bergetar. Pikirannya kalut saat ini.

Bryan terlihat sedang menelepon seseorang. "Tutup pintu, kita cari dulu di sekitar sini." tanpa menunggu lama Anin menuruti perkataan suaminya.

___

Disini ada yang EXO-L nggaaa? Kalo ada cung sini;)

Ich Liebe Mama! ✓ [END]Where stories live. Discover now