6.

32 2 1
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak😉

* * * *

Aku rindu.

* * * *

Happy reading

"Kenapa pergi?"

"Pengen."

Perempuan itu tersenyum kecil sambil menganggukkan kepala.

"Sini, gue obatan."

"Ga perlu, gue mau balik aja, di rumah ada bunda."

"Kalo nunggu nanti nanti infeksi, punya luka sekecil apapun harus cepet di obatin."

"Iya, makasih."

"Lo berubah."

"Karna lo."

Lagi lagi perempuan itu tersenyum kecil. Ya, ini semua memang karna dirinya.

"Gue ga mau, tapi harus." Katanya serius.

"Gue balik aja deh, udah malem. Lo harus istirahat, lusa lo udah harus pergi, kan?"

Perempuan itu menganggukkan kepala.

"Gue pamit, jaga diri lo baik baik disana, semangat." Hanya kalimat itu yang mampu di ucapkan oleh laki laki itu.

Sambil merasakan sesak didadanya, Ersya berusaha tersenyum dan menatap kedua mata elang milik Vikram.

"Gue balik ya, sana masuk rumah, angin malem ga baik." Titah Vikram namun bukannya menurut, Ersya malah mendekap  tubuh Vikram dengan sangat erat.

"Ga harus gini, Ca. Masuk rumah ya, gue mau balik." Kata Vikram sambil berusaha melepaskan pelukan Ersya.

Ersya menggelengkan kepala dan berusaha mendekap tubuh Vikram lebih erat lagi.

Sebenarnya, Vikram sangat ingin mendekap tubuh wanitanya dengan sangat erat dan lama, Vikram ingin menyalurkan seluruh perasaannya saat ini, tetapi keadaan membuatnya harus melepaskan itu semua.

Setelah sekian lama berada dalam pelukan Vikram, entah mengapa tiba tiba Vikram mendengar isakan pilu. Ersya menangis tersedu.

Tuhan, mengapa dirinya harus selalu berada dalam situasi yang sulit seperti ini? Melepaskan seseorang yang berhasil menghancurkan tameng yang selama ini dia buat? Batin Vikram bergelut.

"Maaf." Hanya satu kata yang berhasil Vikram ucapkan.

Hati Vikram pun sama sesaknya setelah mengetahui kenyataan bahwa dirinya harus pergi dan berpisah dari Ersya.

Jika bisa, seharusnya dulu dirinya tidak di pertemukan dengan Erysa jika akhirnya akan seperti ini. Jika bisa, dirinya dulu tak harus pergi ke toko buku itu. Dan semuanya jika bisa.

Karna merasa tak tega melihat wanitanya seperti ini, Vikram pun memberanikan diri mendekap wanitanya dengan erat, seolah sama sama memberikan semangat dan kekuatan.

"Masuk rumah ya, Ca. Gue mau pulang." Titah Vikram sambil mengusap kepala Erysa.

Sang empu menggelengkan kepala sebagai penolakkan.

"Angin malem ga baik buat kesehatan, lo. Sana masuk, istirahat dan siapin apa yang barang serta keperluan yang bakalan lo bawa lusa."

"Udah sama Ryan." Jawab Ersya.

Vikram tersenyum mendengar jawaban dari Ersya, rasa sesak sekalipun dirinya rasakan.

Perlahan, Vikram pun melepaskan pelukan itu walaupun dengan bibir Ersya yang mengerucut.

Vikram tersenyum penuh arti. Sambil mengusap puncak kepala Ersya, Vikram memejamkan matanya, merasakan nyaman serta damai yang menyelimuti.

Baik baik disana, Ca. Cepet sembuh dan balik lagi ke sini, karna gue yakin, rumah lo disini, bukan disana. Gue sayang sama lo.

"Ram?"

"Vikram?" Panggil Ersya yang melihat Vikram hanya terdiam sambil memegang puncak kepala Ersya.

"Are you okay?" Tanya Ersya sambil memegang sebelah tangan Vikram.

Vikram tersenyum kemudian mengangukkan kepala sebagai jawaban.

"Gue tau jawaban lo itu ga sesuai dengan apa yang ada di hati, lo." Kata Ersya.

Vikra tersenyum kecut.

"Maaf." Lirih Ersya sambil menundukkan kepalanya dalam dalam.

"Heii, kenapa?" Tanya Vikram sambil menangkup kedua pipi Ersya.

"Maaf."

"Lo ga salah, semua ini emang udah jalannya, mau ga mau, suka ga suka, lo harus jalanin. Lo wanita hebat, lo wanita kuat dan gue percaya itu. Cepet sembuh, ya." Kata Vikram sambil tersenyum.

Hati Ersya merasakan teduh mendengar suara Vikram yang membuatnya selalu saja merasa nyaman.

Dan saat pergi nanti, Ersya akan sangat merindukan Vikram. Semua tentang Vikram.

"Gue obatin dulu luka, lo, ya?" Pinta Ersya.

Vikram tersenyum dan menggelengkan kepala.
"Gue mau pulang aja, Ca. Udah malem. Ga enak di liatin tentangga."

Ersya hanya diam dan menatap tajam kearah Vikram.

Vikram yang melihat tingkah Ersya seperti itu hanya tersenyum simpul.

Vikram pun mengacak puncak rambut Ersya dengan gemas.

"Lo lucu kalo lagi ngambek, bikin betah."

"Ish." Ersya mendengus.

"Yaudah iya, kalo mau obatin luka boleh." Luluh Vikram setelah melihat reaksi Ersya.

"Tunggu bentar, gue ngambil kotak P3K dulu di dapur." Kata Ersya dengan semangat dan tak lupa senyum pun tercetak dengan sangat kelas di sudut bibirnya.

Setelah kepergian Ersya, kembali Vikram merasakan hampa dan perasaan sesak di dadanya.

"Bahkan, belum lo pergi jauh pun perasaan itu masih aja menyelimuti. Pengen rasanya gue bersikap egois dan menentang semua ini, tapi gue siapa? Gue mikir, apa bisa gue bertahan dan menunggu lo untuk pulang dan kembali gue genggam?"

Dan tanpa Vikram sadari, sedari tadi seseorang sedang memperhatikannya. Saat dirinya sedang berinteraksi dengan Ersya, hingga saat dirinya berargumen sendiri.

"Sorry, Ram."

Lagi dan lagi, Ryan membuat kesalahan. Tidak seharusnya dirinya memukul Vikram di depan Ersya, dan tak seharusnya juga dirinya menyembunyikan semua ini dari Vikram.

****

Semoga suka
Salam,
Syifa Nur Rahayu

Aku bener bener belum siap kalo harus mengusaikan cerita mereka😭😭.

Dan terimakasih untuk kalian yanh masih bersedia aku update dan membaca cerita aku serta memberikan vote serta comment, ily💙

Instagram: syifanrhy_

Khatulistiwa[TAMAT]Where stories live. Discover now