선물 : Birthday Gift

114 16 1
                                    

"Kau tenang lah dulu.." ujar Jay saat melihat Haera mulai menubrukkan badannya menuju pintu kokoh itu.

"Tidak akan berhasil! Kau hanya akan menyakiti dirimu sendiri!!" Jay memegang kedua bahu Haera dan menatap matanya lekat. "Kau berpikir tenang, aku akan mencari orang yang bisa membuka pintunya," ucap Jay pelan memberi kepercayaan pada Haera.

Jay pergi dengan langkah cepat keluar dari toilet wanita. Sementara Haera tidak bisa mengalihkan pandangannya juga pikirannya. "Sial. Ternyata dia bisa juga baik dan pengertian seperti ini."

Haera memegang dadanya dan merasakan degupan kencang disana. "Tidak bisa dibiarkan!"
_________

Jay membelah lorong yang penuh dengan siswa lalu lalang itu dengan cepat.

Sujin melihat Jay dan dengan cepat menghampiri namja itu. "Apa Bora sudah ketemu? Dimana??" Sujin mengikuti arah langkah Jay.

Jay menoleh di tengah larinya. "Dia terkunci di toilet wanita. Ada Haera disana, kau temui dia. Cepat!" Jay makin mempercepat larinya meninggalkan Sujin.

Sujin berlari berbalik menuju toilet wanita. Ia melihat Haera disana.

"Haera."

Haera menoleh pada temannya itu dan memperlihatkan pintu yang tertutup rapat dihadapannya.

"Bora tidak sadarkan diri di dalam," lirih Haera. Sujin menengok ke celah di bawah pintu toilet itu dan benar. Bora tergeletak di lantai.

"Jay sedang mencari bibi yang bertugas membersihkan toilet, mungkin saja ia memegang kuncinya." Sujin memegang telapak tangan Haera dengan kuat.

Haera mengangguk perlahan. Tak lama kemudian, Jay datang bersama bibi petugas kebersihan dibelakangnya. "Tolong buka toilet kedua itu." Ucap Jay sambil menunjuk pintu coklat yang tertutup rapat itu.

Bibi petugas kebersihan pun dengan cepat membuka pintu tersebut.

"Bora." Sujin mendekati Bora dengan cemas. Haera pun.

Jay menerobos masuk dan mengangkat Bora yang sudah tidak sadarkan diri itu. "Menyingkirlah," Jay menggendongnya ala bridal dan berlari keluar diikuti Haera dan Sujin.

Mereka sampai di unit kesehatan sekolah. Jay membawa Bora masuk ke dalam lalu menidurkannya di tempat tidur. "Ughh, punggungku."Jay terduduk di pinggiran tempat tidur sambil meringis.

Dokter yang menjaga dengan cepat memeriksa kondisi bora. "Kalian keluar lah dulu. Aku akan mengeceknya," ucap dokter itu.

Sujin menatap wajah paman dokter itu. Lalu tak lama kemudian mengangguk mengerti. "Baiklah, kami akan keluar." Sujin menoleh pada Haera dan Jay lalu mengajak mereka keluar dan menutup tirainya.

"Sujin, itu dokter dari rumah sakit ayahmu?" Tanya Haera setelah berada di luar.

Sujin berpikir sesaat. "Aku tidak tau, seingat ku aku belum pernah melihatnya di rumah sakit."

Jay menatap keduanya dengan tatapan datar. "Apa yang mereka bicarakan?" Batinnya.

"Ingatanmu sangat kuat, itu berarti dia bukan dari sana."

Sujin mengerutkan bibirnya sambil berpikir. "Mungkin saja. Huftt bagaimana ini? aku tidak yakin dengan apa yang akan terjadi," desahnya dengan cemas.

Sujin sudah terbiasa dengan pengobatan yang dilakukan ahli medis dari rumah sakit milik ayahnya. Dulu sekali saat rumah sakit belum dibangun, ibunya bahkan hampir tidak bisa terselamatkan karena medis rumah sakit lain yang tidak profesional. Sujin mengalami trauma karena itu.

Dokter datang. "Apakah dia menderita penyakit yang kronis? Kondisinya sangat buruk sekarang, peralatan disini tidak memungkinkan untuknya,"

Sujin memutar otaknya. "Aku akan membawanya ke rumah sakit," Sujin merogoh kantung jasnya dan segera menelepon seseorang.

Sujin mulai berbicara dengan seseorang di sebrang sana, ia sedikit menjauh dari yang lainnya.

Jay menyentuh lengan Haera sehingga gadis itu menoleh padanya. "Wae?" Ucap Haera tanpa menatap mata Jay sekalipun.

Jay terdiam, ia jadi ragu untuk mengeluarkan kata-kata disaat situasi saat ini sedang kacau. Jay sangat penasaran dengan Sujin setelah mendengar pembicaraan Haera dengan Sujin tadi.

"Akan ada yang menjemputnya kemari. Kalian bisa kembali, aku akan menunggu disini."

"Bagaimana dengan orang tuanya?" Tanya Haera.

Jay tiba-tiba menyela. "Tentu saja mereka harus diberitahu yang sebenarnya. Mereka harus tau keadaan putrinya,"

Haera menoleh pada Jay lalu mengangguk pasti. "Baiklah," Haera kembali menatap Sujin. "Aku akan mengurus ini. Kau tenang saja,"

Haera menarik baju Jay dan pergi.

"Aku akan dibawa kemana? Hey!!" Protes Jay.

Haera tidak berkutik, ia terus menariknya sampai ke depan ruangan direktur.

"Kau!" Jay menyadari jika ia diseret ke tempat ini. "Kau benar-benar akan melaporkanku ke direktur?! Eohh??!'' Jay melepaskan cengkraman tangan Haera di bajunya.

Haera menatap tajam mata Jay. "Ishhh, tidak usah banyak bicara! Ikut saja masuk!" Haera kali ini menarik tangan Jay masuk ke dalam.

"Ingin apa kemari?" Tanya seorang wanita paruh baya saat Haera dan Jay memasuki ruangan.

"Izinkan aku menggunakan kesempatan ku di hari ulang tahun ku saat ini," ucap Haera dengan tekadnya setelah melepas genggaman tangannya pada Jay.

Jadi hari ini adalah hari ulang tahun nya? Pikir Jay.

"Buat apa kau melaporkan hal tidak penting seperti itu padaku?" Balas wanita paruh baya itu sambil sibuk memeriksa banyak berkas di mejanya.

"Aku tidak tau, aku hanya ingin memberitahukan ini secara langsung padamu. Kalau begitu aku akan pergi." Haera melengos pergi setelah membungkuk pada wanita itu.

Jay yang tidak mengerti hanya bisa mengikuti apa yang Haera lakukan.

Jay menarik tangan Haera saat sudah di luar. "Apa yang terjadi barusan?"

Haera membuang muka. "Aku hanya ingin bebas sehari saja. Kau bisa pergi!" Haera menghempaskan tautan tangannya dan berlari.

Jay berusaha memikirkan perkataan Haera tadi. Tak perlu waktu lama, kakinya melangkah dengan lebar mengejar gadis itu. "Tidak usah keras kepala hanya untuk sehari saja. Apa tidak bisa?" Ucapnya saat sudah sejajar dengan langkah Haera.

Haera menoleh dengan malas pada Jay. Tidak peduli! Lakukan apa yang ingin dia lakukan!

"Aku akan menjadi hadiah ulang tahun yang terbaik tahun ini. Aku baik bukan?" Jay menepuk dadanya dengan puas.

Haera memutar bola matanya dengan asal. "Aku tidak peduli!"

Haera mengecek laci meja Bora. Mencari ponsel miliknya. "Ketemu." Dengan lihai jari-jemarinya men-scroll kontak yang tersimpan.

"Coba cari mommy, ada tidak?" Ujar Jay membantu Haera.

Haera men-scroll lagi mencari kontak keluarga Bora. Namun ada sesuatu yang mengganjal hati nya saat ini. Walaupun ia men-scroll daftar kontak tersebut dengan cepat, matanya masih bisa menangkap kontak tersebut. Haera sempat membacanya. Ibu mertua....

Jantung Haera berdegup kencang, namun ia mengingat lagi bahwa bukan saatnya untuk memikirkan hal lain. Keselamatan temannya yang harus ia prioritaskan.

"Ini dia," Haera bisa bernapas lega setelah melihat kontak yang sepertinya adalah ayah Bora.

Jay memperhatikan Haera dengan seksama. "Cepat telpon,"

Haera mengangguk lalu mengetap panel hijau di layar ponsel itu. "Yoboseyo?"

TBC

Ohh iya, yorobun vote yak janlup wkwk. Makasihh

༺ Bang's School ༻(ENHYPEN Fanfiction)Where stories live. Discover now