55. Perpustakaan Sakura

5.2K 775 10
                                    

"Menyedihkan!"

Enam hari lalu, Niura digiring dan dikurung di sini oleh gurunya sendiri, Master Luo. Dengan tujuan agar Niura bertambah pintar dan belajar tata krama di dalam ruangan ini, perpustakaan Sakura. Niura tidak belajar sama sekali semenjak tinggal sendiri di sini, ia menjadikan tumpukkan buku-buku sebagai alas tidur, dan pergi ke ruangan sebelah hanya untuk mandi. Makan? Guru gila itu menyuruh Niura berpuasa.

Sesekali roh Roiden mengunjunginya hanya untuk bertemu. Niura tidak memberitahu keluh kesahnya. Dan hampir seminggu ini penyakitnya semakin parah. Niura mengalami anemia karena terlalu sering memuntahkan darah. Jangan tanya bagaimana elemennya, semakin menurun. Niura bahkan hampir menangis mengetahui elemennya tinggal empat, bayangkan.

Memeluk kakinya di pojok ruangan, merenung, dan sesekali tertawa keras menertawakan lucunya hidup ini.

Semesta suka bercanda, ya.

Bahkan Niura tidak sesemangat biasanya karena mengetahui besok adalah hari dimana dirinya bisa bebas lagi. Ini penjara, menurutnya. Apalagi traumanya terhadap perpustakaan, kehidupan sebelumnya, begitu.

Berkali-kali menghela napas panjang, dadanya kembali perih. Segera ia pegang erat rambutnya hingga berantakkan. Katakan saja dia orang gila jika kalian menemuinya. Ya, dia memang gila. Bahkan jika Niura bertelepati dengan ibunya sendiri pun balasannya hanyalah 'sabar, dulu ibu juga seperti itu'

Setiap hari juga Yihua dan Liwei mengetuk pintu perpustakaan dan mengantarkan makan, namun Niura tak pernah membukakan pintu atau jendela. Tak pernah bersuara. Bagaimana bisa, pintu dan jendelanya saja dikunci, dan ia berpuasa.

Berpuasa tanpa berbuka.

Kekuatannya saat ini hanya Roiden.

"Argh!" Niura memukul perutnya yang terasa mual.

Slassh

Kabut hitam muncul tiba-tiba di hadapannya. Niura mendongak, menahan agar tidak muntah sekarang, karena ia tidak kuat untuk beranjak pergi ke kamar mandi. Niura menatap lemah kabut itu, ia tau itu pasti Roiden. Rasa benci itu telah hilang, namun Niura tidak yakin itu cinta.

Dan benar saja, pria itu muncul di hadapannya. Menatapnya sendu, berjongkok di hadapan Niura   dan menggenggam tangannya, seperti biasa.

"Niura, jujurlah," tutur pria itu lembut.

Selain Roiden, tidak ada lagi di dunia ini yang menyebut nama aslinya.

Niura mendongkak, balik menatap manik gelap pria itu. "Jujur untuk apa?" tanyanya balik yang masih tidak mengerti.

Percayalah, banyak arti dibalik kata jujur, entah itu jujur tentang ini atau itu, katakan dengan jelas. Atau lawan bicaramu akan salah sangka.

"Apa selama ini kau memelihara parasit?"

Niura bungkam. Kenyataan itu, ia baru mengingatnya. Sekian lama cacing parasit tinggal di dalam tubuhnya, cacing parasit yang ia ambil di gunung gaxia saat hendak mengambil rumput laut lava. Entah bagaimana kabar ratusan parasit itu. Niura mengangguk ragu.

Terlihat raut gusar terpampang jelas di wajah tampan itu. Roiden mengusap wajahnya frustasi. Entah mengapa air matanya tiba-tiba mengalir. Niura langsung mengankat tangannya, dan menghapusnya.

Terakhir kali, Niura melihat Roiden menangis ketika sedang masa pertarungan, pria itu memeluk dan menangis meminta untuk dicabut nyawanya.

Ya, sebentar lagi pasti akan terjadi. Ketika Niura menghentikan kehidupan pria itu, dan entahlah.

"Ada apa?" Niura menatap Roiden bingung.

Bukan jawaban, pria itu malah memeluknya, erat tanpa memikirkan pakaian kotor Niura yang berlumuran darah yang telah mengering. Setiap hari Niura mengganti bajunya, namun karen terlalu sering ia muntah darah, dan itu tidak bisa dihindari. Niura juga tidak tahu penyakit apa yang menimpanya.

Princess of Rainbow Element [Repost]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang