4. Karma untuk seorang penista

17.3K 2.2K 31
                                    

"E-eum ... bagaimana jika kita berhenti ke sebuah kedai untuk makan?" tawar Yi Jian waspada. Ia tidak ingin niatnya diketahui Niura karena itu akan membuatnya malu.

Seketika Niura membalikkan badannya dengan mata berbinar, ia menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Kalau boleh jujur, sedari tadi memang ia sudah merasa lapar. Cacing-cacing di perutnya terus berdemo dan tidak bisa diajak berkompromi. Dan itu membuatnya kesal sedari tadi.

"Tentu saja aku mau! Aku ingin kita makan di kedai nyonya tua itu," jawabnya sembari menunjuk ke sebuah kedai di seberang jalan yang terbuat dari rotan, "Sepertinya makanan di sana sangat lezat!" Lanjutnya dengan membayangkan berbagai makanan tersaji di hadapannya. Sebenarnya ia sangat rindu dengan mie instan, steak, kue bolu, dan makanan modern lainnya. Tetapi ia sadar, bahwa semua itu hanyalah angan-angan yang tak akan pernah kembali.

Mereka melanjutkan perjalanannya, tapi kali ini menuju kedai sederhana itu untuk mengisi perut mereka. Jika Niura kegirangan dan tak sabar untuk menyantap makanan, Yi Jian sedari tadi menghela napas sebanyak-bayaknya sebagai rasa syukur karena rencananya berjalan mulus dan Niura tidak lagi marah padanya.

Niura yang berada di depan Yi Jian seketika menghentikkan langkahnya kala melihat kedai itu cukup ramai. Namun tunggu! Sepertinya bukan ramai karena laku, tetapi ramai karena sepertinya ada keributan di dalam sana. Karena penasaran, Niura memasuki kedai tersebut bersama Yi Jian.

"Mati saja kau tua bangka! Kepalamu harus dipenggal karena dengan beraninya kalian meracuni aku dan anak-anakku!" Tukas wanita di hadapan mereka sekarang.

Niura dan Yi Jian segera memakai kembali cadar mereka kala mengetahui seseorang yang bertukas itu adalah selir dari kaisar Hongli dan kedua anaknya.

Yi Jian yang sangat tidak menyukai keributan segera memasukki kerumunan dan ia melihat ada seorang nyonya paruh baya pemilik kedai ini tengah terisak sembari bersujud kepada selir Tian Hua dengan terus mengucapkan kata-kata maaf dan ampun. Yi Jian segera melirik ke segala arah, "Ada apa ini?"

Sebagian dari mereka semua yang mendengar ucapan Yi Jian segera membalikkan badan dan menjelaskan yang terjadi secara rinci. "Nona muda, wanita paruh baya pemilik kedai ini telah meracuni selir Tian Hua, nona Tian Ba, dan nona Tian Zhi -melalui makanan yang ia hidangkan," jelas salah seorang wanita dengan tunik biru kelas bawah.

"Maaf kan ketidak sopanan gadis rendahan ini, Selir Tian Hua," ucap Yi Jian kemuadian menunduk tepat di hadapan selir itu, "Apakah benar yang dikatakan nona bertunik biru itu?" sambungnya lalu melirik Niura yang sepertinya senang melihat ketiga musuhnya kesakitan.

Selir Tian Hua mengangguk, "Benar! Dia ... wanita rendahan itu telah meracuniku dan anakku dengan racun ular berbisa melalui makanannya!"

Niura yang tidak percaya mulai kesal. Ia menarik tangan Yi Jian lalu melangkah mendekati wanita paruh baya pemilik kedai itu lalu meneliti raut wajahnya.

'Mencurigakan' -batinnya kala melihat mata wanita itu yang menggambarkan ekspresi tidak bersalah. Ia melirik selir itu dengan raut wajah yang tidak bisa diartikan.

"Apa anda memiliki bukti? Yang rendahan ini tau betul jika kau adalah seorang selir dari kerajaan terbesar di benua Servia ini, Selir Tian Hua. Tapi bukan berarti kau bisa seenaknya menuduh seseorang yang berada di bawahmu tanpa melibatkan perasaan dan hanya mengandalkan matamu!" Sindir Niura dengan seringai licik membuat semua orang di sekelilingnya membulatkan matanya tak percaya. Menurut mereka, Niura adalah gadis bodoh yang mencari mati dengan menghina seorang selir demi seorang pedagang tua.

"Apa-apaan maksudmu? Apa kau ingin para prajuritku mencambuk mu karena telah menghinaku, huh?!" Hardik selir itu tak terima. "Prajurit! Cambuk dia seratus kali tanpa henti!" Sambungnya sembari memuntahkan darah hitam beracun, sementara kedua anaknya sudah tak berdaya dan hanya menonton saja tanpa ada yang mau membantu mereka sama sekali.

Princess of Rainbow Element [Repost]Where stories live. Discover now