4.0 | Servant

3.4K 752 47
                                    

5 tahun yang lalu....

"Buatlah dirimu berguna! Kau tidak tinggal di sini dengan gratis, paham?!"

Ucapan itu masih terngiang di telinga Asahi, ucapan yang ia dengar dari pria yang sekarang dipanggilnya Ayah.

Oh, Asahi bahkan masih tak nyaman untuk menyebut panggilan itu, sebutan 'Tuan' terdengar lebih cocok rasanya.

"Kau benar-benar berencana memecat pembantu kita?"

"Segera, aku sudah tidak membutuhkannya, sudah ada anak itu, biar saja dia yang mulai melakukan semuanya."

"Kau sudah gila?! Kau mempercayainya?! Anak itu ceroboh, Seunghyun! Bagaimana kalau dia sampai meledakkan rumah?! Aku tidak punya waktu untuk terus memantaunya, aku punya urusanku juga!"

Asahi yang diam-diam mendengarkan pembicaraan gila ibu tiri dan ayahnya itu hanya bersandar lemas di dinding, ia berharap ibunya memenangkan pertengkaran.

Asahi tidak keberatan untuk bersih-bersih dan membereskan rumah setiap hari, tapi memasak? Ia membenci itu.

Tangannya berkali-kali terbakar secara tidak sengaja, cipratan minyak panas itu juga menyakitkan, ia harus berdiri di bangku kecil yang tidak nyaman, ibunya selalu memantaunya dengan tatapan tajam, dan ayahnya tidak segan menghukum jika ia membuat hangus makanan.

"Aku akan mengurusnya, umurnya sudah delapan tahun, aku tidak akan membiarkan bokong malasnya duduk diam begitu saja."

***

“Junghwannie?”

Jihoon berlutut di depan anak lima tahun yang tengah kesulitan memakai kancing seragamnya itu. Mereka tengah berada di ruang keluarga dan akan berangkat sekolah sebentar lagi.

"Ini sudah hampir masuk musim dingin, mana mantelmu?" Jihoon yang bertanya pada Junghwan kini membantu sang adik memasangkan kancingnya.

"Mantelku sedang diambil Asahi."

"Asahi Hyung!" Jihoon mengoreksi ucapan Junghwan. Matanya memelotot pada anak itu. "Gunakan kata 'Hyung'. Siapa yang mengajarimu begitu? Sopanlah pada kakakmu."

"Jeongwoo Hyung bilang dia bukan kakakku."

Jihoon menghela napas panjang mendengarnya. Ia ingin kembali marah, tapi melihat Junghwan yang kini tertunduk dengan takut, ia mengurungkan niatnya dan memilih untuk kembali bicara dengan pelan.

"Jangan dengarkan Jeongwoo Hyung," ujarnya. Junghwan pun langsung menurut dan mengangguk pada Jihoon.

Langkah seseorang kini terdengar dari arah tangga di dekat ruang keluarga itu. Sosok anak berkacamata yang tengah memegangi sebuah mantel kecil berwarna biru pun muncul tak lama kemudian.

"Apa Hyung sadar? Hyung juga sering memanggil Hyunsuk Hyung dengan nama depannya saja," ucap anak tersebut, tubuhnya kini disandarkan pada dinding sambil melihat kakaknya merapihkan kerah seragam si bungsu.

Demi Tuhan, Jihoon ingin memukul anak yang tidak lain adalah Yedam itu. Image-nya sebagai seorang kakak yang teladan seakan dirusak begitu saja di depan Junghwan.

"Ini mantelnya," ujar Yedam, ia membawa langkahnya mendekati Jihoon sambil menyodorkan mantel tersebut. "Asahi dipanggil Eomma, kita disuruh berangkat duluan dengan Appa."

"Aish, jangan bilang dia berangkat sendiri lagi?"

"Apa pedulimu?"

Jihoon tak menjawab, ia hanya merebut mantel yang ada di tangan Yedam dan lanjut memakaikannya pada Junghwan.

Yedam baru saja ingin bicara lagi sebelum langkah seseorang kembali terdengar dari arah tangga. Sosok Hyunsuk dengan mantel kulitnya pun muncul tak lama kemudian. Anak itu juga tengah menenteng sepasang sepatu putih yang terlihat baru.

"Asahi berangkat denganku, jangan khawatir," ucap Hyunsuk, ia mulai duduk di sofa dan memasang sepatunya.

"Yaa! Kau ngebut dan kecelakaan dua minggu yang lalu, apa aku harus percaya padamu?" saut Jihoon.

Hyunsuk yang mendengar itu pun lekas menoleh ke arah Jihoon dengan tatapan sinis. "Apa kau mau memindahkan Junghwan dulu sebelum aku bicara kasar?"

"Yaa!!"

Hyung-deul, sudahlah,” interupsi Yedam, ia memijat pangkal hidungnya sambil menghela napas lelah. Dua kakaknya yang seperti kucing dan anjing itu selalu saja bertengkar, pikirnya. “Asahi biasa berangkat dengan Jaehyuk, nanti aku yang akan mengabarinya.”

"Jaehyuk?" Hyunsuk kini bertanya, dahinya mengkerut sambil menatap Yedam.

"Ya. Tetangga kita. Aku tahu kau tak pernah bergaul dengan tetangga ataupun mengenali mereka, tapi Eomma sering menitipkan Asahi di rumah Jaehyuk sewaktu kecil, kau ingat itu, kan?"

Hyunsuk menggeleng.

"Apa Asahi sama sekali tak pernah bercerita tentang temannya kepadamu? Kupikir kau dan Asahi dekat."

"Dia tak pernah cerita apa-apa, aku bahkan tak tahu kalau dia punya teman. Kupikir selama ini ia hanya bergaul dengan roh?"

"Apa Asahi dan temannya berkomunikasi dengan bahasa isyarat?" timpal Jihoon yang ikut bertanya pada Yedam.

Yedam yang mendengar itu pun kini hanya mengernyitkan dahi dan menggeleng prihatin. Kenapa ia harus memiliki dua orang bodoh seperti mereka sebagai kakaknya?

***

Sloth Bear | AsahiWhere stories live. Discover now