27.0 | Promises

2.2K 440 88
                                    

Emosi Hyunsuk pada Yedam yang telah menyembunyikan barang-barangnya seketika benar-benar lenyap saat ini. Entah kenapa, tabung berisi pil-pil itu mengingatkannya pada satu hal traumatis yang tak ingin Hyunsuk ulang kembali.

"Kenapa kau melakukannya?" ucap Hyunsuk yang menatap Yedam.

Yedam menunduk tak menjawab, membiarkan tangannya meremas botol pil-pil itu dengan cemas.

"Aku akan mengatakannya pada Appa."

Yedam lekas menggeleng cepat. "T-tidak, jangan, kumohon."

"Katakan padaku kalau begitu, dari mana kau mendapatkannya? Kenapa kau melakukan itu?"

Hyunsuk terus memandangi anak di depannya. Kantung mata tebal itu, rambut berantakan, dan wajah kelelahannya, penampilan Yedam benar-benar mengingatkannya pada seseorang yang ia kenal beberapa tahun lalu.

Hyunsuk belum pernah memerhatikan apalagi peduli pada Yedam selama ini. Namun, kali ini, ingatan traumatis itu benar-benar memenuhi kepala Hyunsuk sedari tadi dan memaksanya untuk tak bisa tak peduli.

"Salah satu adik kelas yang dekat denganku dulu mengonsumsi itu di masa ujian. Aku tahu itu, kau tak boleh menggunakannya, kau tak butuh itu," ucap Hyunsuk. Tatapannya masih terkunci pada Yedam.

"Kau tak tahu apa-apa."

Hyunsuk menggeleng. "Berikan obat itu padaku, aku akan membuangnya, kau tak butuh itu."

"Aku butuh!" Bentak Yedam. Mata memerahnya kini menatap Hyunsuk dengan tajam. "Kau pikir darimana aku bisa mendapatkan semua piala dan nilai-nilaiku? Aku tak sepintar yang kau pikirkan, kau tak tahu sekeras apa aku berusaha selama ini."

"Yedam--"

"Aku tak akan bisa menjadi valedictorian seperti yang Appa inginkan tanpa itu. Obat-obat itu yang membuatku tetap terjaga setiap malam dan membuatku fokus. Kau pikir mudah untuk hidup dengan pikiran yang tenang di tengah keluarga brengsek ini? Kau tak tahu bagaimana aku selama ini hidup dalam ekspetasi dan tekanan Appa. Kau tak tahu sekeras apa dia menekanku. Aku harus terus belajar, aku butuh obat-obat itu."

Hyunsuk menghela napasnya. Seperti dejavu, Hyunsuk seakan benar-benar kembali ke beberapa tahun silam dan mendengar ucapan yang sama seperti itu dari seseorang.

"Dengar, adik kelasku tak hidup dengan baik sekarang dan berakhir mengenaskan karena kecanduan obat-obat itu, aku hampir kehilangannya di depan mataku sendiri. Kau mau sepertinya juga?"

"Aku bukan mengonsumsi morfin, jangan berlebihan."

"Itu Adderall, Yedam, itu tetap narkoba. Sekarang saja kau sudah berani mengonsumsi itu secara ilegal, dikemudian hari kau juga mungkin saja akan menggunakan yang lain. Jangan merusak dirimu sendiri."

Yedam tertawa sinis. "Merusak diri? Kau bicara seperti itu seakan kau tak pernah mencoba mengakhiri hidup berkali-kali. Kau lupa dengan yang kau lakukan semalam? Kau lupa Asahi sampai melakukan apa karena menahanmu melakukan itu? Cobalah berkaca."

"Jangan jadi sepertiku, jangan menyakiti diri. Berikan itu."

Yedam menggeleng tak mengerti, sikap Hyunsuk yang tiba-tiba itu benar-benar asing untuknya. "Apa pedulimu? Kau membenciku selama ini, kan? Kau membenci Eomma dan semua saudaraku. Kau menyakiti Jihoon hyung, Junghwan, dan Jeongwoo. Kenapa kau tak membiarkanku melakukan ini? Bukankah bagus kalau aku menyakiti diri sendiri? Bukankah bagus kalau nanti hidupku juga hancur seperti adik kelasmu itu?"

"Aku tak akan membiarkanmu."

Yedam terkekeh. "Kenapa? Kau mulai peduli padaku?"

"Kau adikku."

Sloth Bear | AsahiWhere stories live. Discover now