48.0 | Burden

1.2K 226 80
                                    

Kemarin, sepulang dari sekolah, Asahi menceritakan dengan jujur pada bibinya tentang apa yang terjadi. Soal Jaehyuk, dan juga soal dirinya yang melukai Mashiho. Asahi menceritakannya dengan perasaan menyesal. Ia tak berusaha mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatannya, ia juga tak meminta pembelaan pada bibinya, sebab ia tahu dengan jelas bahwa perbuatannya itu tak bisa dibenarkan apapun alasannya.

Sesuai dugaan, bibinya pun sangat kecewa. Yuri berhenti bicara padanya, bibinya itu juga terlihat sangat stres dan banyak melamun dari kemarin hingga pagi ini. Sungguh, Asahi benar-benar merasa bersalah.

Padahal bibinya sudah berkorban banyak hal, bibinya juga sampai meminjam uang demi menuruti kemauannya untuk bersekolah di sekolah mahal itu. Bukannya bersekolah dengan benar, ia malah bertindak irasional.

Asahi kini memukul-mukul kepalanya sendiri dengan keras, ia mencerca dirinya sendiri. Ia benar-benar tak tahan pada dirinya yang tak mampu mengontrol emosi. Lagi-lagi ia mengecewakan. Ia sangat mengecewakan.

Asahi berhenti memukuli kepala dan mulai mengatur napasnya yang memburu. Ia lantas beralih menggigiti jari-jarinya sendiri. Kulit-kulit jarinya itu sudah berdarah sejak kemarin malam, tapi ia tak peduli, kini ia tetap kembali menggigitinya hingga berdarah lagi.

Suara ketukan pintu pun terdengar, ia mendengar Yuri memanggilnya dari luar. Hingga beberapa detik kemudian, pintu kamarnya terbuka, ia melihat Yuri yang mulai masuk menghampirinya sambil membawa telepon genggam.

Buru-buru Asahi menggeser duduknya. Ia pun menatap sang bibi dengan gugup.

"Pihak sekolah menelpon Bibi," ucap Yuri sambil duduk di pinggir kasur. "Bibi diminta datang ke sekolah besok. Orang tua temanmu itu juga akan datang."

Jantung Asahi terasa berdebar dengan keras. Badannya seakan mengeluarkan uap panas. Keringat pun mulai mengucur di tubuhnya dengan deras.

Apa Mashiho melaporkan itu? Apa Mashiho terluka sangat parah?

Ia tak mengingat dengan jelas keadaan Mashiho kemarin, ia hanya fokus pada emosinya terhadap Jaehyuk.

"A-apa lukanya sangat parah?" tanya Asahi dengan mata berkaca-kaca, ia ingin menangis.

"Bibi tidak tahu, tapi kepala sekolahmu bilang, pelipisnya dijahit."

Ia pun menenggak ludahnya dengan serat, matanya berputar ke kanan-kiri dengan cepat. Ia sangat panik.

"Apa Bibi diminta mengganti biaya rumah sakitnya juga?"

"Belum ada pembicaraan soal itu. Tapi, meskipun nanti orang tuanya tidak meminta, kita harus tetap bertanggung jawab untuk menggantinya."

Asahi memejamkan mata dan menggigit bibirnya sendiri sekarang. Ia mengutuki dirinya yang bodoh.

Apa yang sudah ia lakukan?

Asahi pun menunduk dalam, menutupi wajahnya dengan tangan, ia tak berani menatap bibinya. "Aku minta maaf, Bibi."

"Minta maaflah pada temanmu."

Asahi lekas mengangguk, ia menahan air matanya.

"Bibi tahu kau sedih. Bibi juga tahu keadaan mentalmu sedang tidak baik, tapi tetap saja, tindakanmu yang melukai orang lain tak bisa diwajarkan. Kau harus tetap bertanggung jawab atas tindakanmu."

Asahi mengusap air matanya yang jatuh, ia kembali mengangguk dan menunduk semakin dalam.

"Jangan menyakiti dirimu sendiri juga, itu bukan solusi." Yuri menarik perlahan tangan Asahi yang masih menutupi muka dan mulai mengusap jari-jari Asahi yang berdarah. "Bibi akan ambilkan plester luka untukmu."

Sloth Bear | AsahiWhere stories live. Discover now