43.0 | The Past

1.6K 264 92
                                    

Masih ada yang baca cerita ini kah? 😭

Aku baru sadar udah ga update ±10 bulan 😭 maaf bangeeetttt 😭😭😭😭

Semoga masih pada inget ceritanya, yang udah lupa boleh baca ulang lagi 🥲

Selamat membaca~ jangan lupa vote + berkomentar~

----------------------🍃

Yuri tak bergerak selama dua menit di belakang pintu ruangan yang baru saja ia masuki. Sedari tadi, ia hanya menatap lekat sosok seseorang. Seseorang yang telah sangat lama tak ia temui.

Sosok itu tengah duduk di atas ranjang rumah sakit sambil menatap ke arah jendela. Wajah cantik wanita itu dihiasi cahaya oranye dari matahari senja, rambut panjangnya tertiup semilir angin dari jendela yang terbuka.

Saudarinya itu masih sama cantiknya seperti dulu ternyata.

Berbagai memori pun kembali muncul di dalam kepala Yuri, berbagai perasaan menyeruak dalam hatinya.

"Kenapa kau ke sini, Kak?"

Wanita dengan baju rumah sakit itu membuka suara. Namun tatapannya masih tak bergerak dari jendela.

Yuri mendengar pertanyaannya, tapi tak menjawab. Ia pun berjalan mendekat.

Ada banyak hal yang menjadi tujuannya datang ke sini. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan kepada sang saudari. Ia ingin meluapkan marah, ia ingin meluapkan kecewa, ia ingin meluapkan rasa bencinya. Ia bingung harus lebih dulu menyampaikan yang mana.

Yuri yang sudah berdiri di samping brankar pun kini mengikuti arah pandang saudarinya. Ia ikut menatap langit oranye di sana.

"Kau masih suka melihat matahari terbenam ternyata. Aku masih ingat kebiasaanmu, Hana," ucap Yuri.

Hana tak bergeming, pandangannya masih lurus menatap jendela.

"Kau tahu, Hana? Anakmu juga suka memandang matahari terbenam. Kau tidak tahu itu, kan?" tanya Yuri. Yuri tersenyum miris. "Kau memang tidak tahu apa-apa tentang anakmu."

Mendengar itu membuat Hana menoleh perlahan, ia mulai memandang sang kakak yang berdiri di sampingnya.

"Kau tahu kenapa nama anak itu 'Asahi', Kak?" tanya Hana.

Yuri ikut membalas tatapan Hana, tapi tak menjawab.

Hana tersenyum dan kembali menatap jendela. Ia pun kembali bicara, "Aku melahirkannya saat pagi, dan cahaya matahari pagi yang kulihat dari jendela ruang rawat inapku saat itu sangat indah. Asahi berarti cahaya matahari pagi. Aku menamainya Asahi karena dia seindah cahaya matahari pagi yang kulihat."

Hana menolehkan kepalanya perlahan dan kembali menatap Yuri. "Kau tidak tahu itu, kan, Kak? Tentu saja, kau bukan ibunya. Kau tak tahu apa-apa."

"Kau memberinya nama yang indah, tapi memberikan kehidupan yang begitu buruk padanya. Bukankah itu ironi?" tanya Yuri.

Yuri menghela napasnya panjang dan melanjutkan, "Aku sudah mendengar semuanya, Hana. Kau yang membuat Asahi celaka. Kau menyakitinya. Dia anakmu, Hana. Kenapa kau terus menyakitinya?"

"Bukan aku yang menjejalkan racun padanya, bukan aku juga yang memukuli kakinya hingga kakinya rusak. Aku tidak melakukan apa-apa padanya," jawab Hana.

Mata Hana masih tajam menatap Yuri. Ia pun melanjutkan, "Aku memang pernah sedikit menamparnya dan membuatnya sakit, tapi bukankah kau juga sama, Kak? Kau juga tak baik padanya saat dia kecil. Kau juga sering menyakitinya. Kau jarang memberinya makan, kau melarangnya bicara, kau juga mengabaikannya. Dia malnutrisi karenamu! Bukankah kau sama saja? Kau jahat padanya! Kau jahat pada Asahi!"

Sloth Bear | AsahiWhere stories live. Discover now