12.0 | Threat

2.8K 603 52
                                    

Hyunsuk tak pernah berpikir suatu saat akan mengkhawatirkan Sandara dan anaknya seperti sekarang.

Sungguh, Hyunsuk telah melihat Junghwan sejak ia lahir dan mengetahui bagaimana Sandara sangat menjaga putranya yang satu itu. Hyunsuk tahu kondisi Junghwan tak pernah mudah sejak bayi, kondisinya sering memburuk secara tiba-tiba.

Bagaimana keadaannya sekarang? Apa operasinya berhasil? Apa Hyunsuk benar-benar telah tak sengaja membunuhnya? Ah, ia bersumpah menyesali perbuatannya itu seumur hidup, seburuk apapun yang telah Sandara perbuat terhadap ibunya, dan sejahat apapun dirinya terhadap Sandara selama ini, Hyunsuk tetap tak ingin jadi pembunuh.

Ia sengaja segera pergi dari rumah sakit saat itu dan juga tak pulang ke rumahnya karena merasa bersalah. Mendengar Sandara meminta cerai dengan ayahnya, entah kenapa membuat Hyunsuk takut. Tapi bukankah ia selama ini menginginkan itu? Hyunsuk membenci Sandara, seharusnya ia senang. Entahlah, mungkin musim dingin telah kembali mempengaruhinya.

"Yoshi, maaf aku harus merepotkanmu lagi." Hyunsuk berkata sambil memandang anak laki-laki yang tengah memakai sepatu di depannya.

Anak berambut pirang itu pun tersenyum sambil balik menatap Hyunsuk. "Hyung sudah kuanggap seperti Hyung-ku sendiri, lagipula Hyung sudah biasa merepotkanku, tidak apa-apa."

Hyunsuk terkekeh. Junior yang ia kenal dari klub menari itu memang selalu baik padanya. Apartement kecil miliknya juga selalu terbuka untuk menjadi tempat pelariannya.

"Apa kau tak keberatan kalau aku menginap di sini selama beberapa hari lagi? Aku janji akan membantumu membayar tagihan air kalau perlu."

Kini Yoshi yang tertawa. "Tidak perlu. Biasanya juga Hyung tak pernah izin seperti itu, bukannya Hyung dulu pernah menginap di sini lebih dari dua minggu?"

"Tetap saja sekarang aku tak enak denganmu."

"Tidak apa-apa, asal jangan bunuh diri di sini, aku tidak ingin pulang dan menemukan mayat di rumah."

Hyunsuk terkekeh. "Arraseo, baiklah."

"Minum obatmu. Aku harus menemui temanku dulu sekarang, jaga diri dan hubungi aku kalau Hyung butuh sesuatu."

Hyunsuk mengangguk dan melambaikan tangannya ke arah pemuda yang kini mulai menghilang di balik pintu itu.

Notifikasi dari ponsel Hyunsuk tiba-tiba berbunyi.

Oh, ia tahu itu dari siapa.

Sudah beberapa hari ini Hyunsuk tak tenang dan berusaha mengabaikan hal itu. Pesan dari notifikasi itu biasanya tak lebih dari pesan ayahnya yang memintanya pulang.

Hyunsuk akan mengikuti ujian semester setelah libur usai, dan ayahnya mencemaskan itu. Ayahnya ingin Hyunsuk pulang dan mulai kembali belajar. Ayahnya bahkan lebih mencemaskan nilai-nilainya dari pada mencemaskan kondisi mentalnya.

Hari ini, notifikasi itu tak henti-hentinya masuk. Hyunsuk pun mencoba membuka pesan-pesan itu.

"Pulang hari ini atau aku akan menyiksa Asahi lagi."

Hyunsuk membanting ponselnya segera ke sembarang arah.

Sungguh, ia sangat benci saat ayahnya mulai menggunakan Asahi untuk mengancam dirinya.

Hyunsuk berusaha mengambil botol obatnya dan mulai mengambil beberapa butir. Ia meminum obat-obat itu, berharap dirinya dapat kembali tenang segera.

***

Yedam menghela napasnya.

Ia keluar membukakan gerbang saat mendengar bel rumahnya terus berbunyi. Biasanya ia tak perlu repot melakukan itu karena ada Asahi yang akan melakukannya sepanjang waktu, tapi ayahnya memberitahu bahwa hari ini ia mengurung Asahi di kamarnya sebagai hukuman. Entah hukuman karena apa lagi, Yedam tak mengerti. Tapi itu lebih baik baginya karena setidaknya Asahi tidak perlu melakukan apapun dan ia tak perlu melihat anak itu dipukuli ayahnya sendiri.

Sloth Bear | AsahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang