38.0 | Sorry

2K 356 72
                                    

Halo!!! Sorry ga update berbulan-bulan :")

Semoga masih pada inget ya sama jalan cerita dan tokoh-tokohnya, karna di chapter kali ini ada cukup banyak tokoh yang muncul.

Dan karena kepanjangan (7000 words lebih), jadinya aku pecah chapter ini jadi 2 bagian (chapter 38.0 dan 38.5).

Jangan lupa buat tetep vote keduanya ya^^ semoga ga gumoh baca sebanyak ini, soalnya aku gumoh banget selama nulis wkwkwk.

Selamat membaca~

---------------🍃🍃🍃🍃🍃🍃

"Apakah yang dikatakan dokter itu benar? Kau sudah merasakan sakitnya selama beberapa hari ini?"

Jihoon mencuci tangan di wastafel sambil memandangi sang adik bungsu di sampingnya yang tengah menunduk. Anak kecil itu mengangguk cemas sambil meremas ujung jaketnya.

Jihoon yang melihat sang adik kini menarik napas panjang. Kepalanya mulai menengadah ke langit-langit toilet rumah sakit tempat ia dan adiknya kini berada. Pemuda itu benar-benar berusaha menahan emosinya.

"Junghwan." Jihoon mematikan keran di depannya dengan kasar, kemudian berlutut ke arah sang adik. Tatapannya kini sejajar dengan mata anak kecil itu. "Jadi kau hanya menahannya selama itu?"

Sekali lagi Junghwan mengangguk kecil. Anak itu berusaha untuk tak menatap balik sang kakak.

"Kenapa kau tidak memberi tahu Eomma?" tanya Jihoon. Nada pemuda itu tertahan karena berusaha menahan dirinya untuk tidak membentak.

"Eomma selalu berada di kamar Yedam Hyung saat aku merasakan sakit, Eomma tak mendengarkan panggilanku karena terus menangis." Junghwan menjawab itu sambil memejamkan matanya rapat, ia juga terus memilin jaketnya.

Jihoon kini benar-benar tak dapat menahan emosi lagi. "Kalau begitu kenapa kau tak bilang padaku?!"

"Aku takut," jawab Junghwan. Anak itu menarik napas panjang sambil berusaha menetralkan napasnya. Matanya yang berair kini mulai menatap sang kakak. "Hyung membenciku."

"Apa maksudmu?" Jihoon membulatkan mata. Ia sama sekali tak mengerti dengan ucapan adiknya.

"Hyung yang mengatakannya waktu itu. Aku sakit-sakitan. Hyung benci adik yang sakit-sakitan. Aku takut Hyung semakin membenciku kalau aku mengeluh sakit lagi," jawab Junghwan lirih.

Dada Jihoon kini terasa teremat. Ia baru mengingat semuanya.

Jihoon tak menyangka kalau adiknya ternyata mendengarkan ucapannya malam itu. Sungguh, Jihoon tak bermaksud, ia tak pernah membenci Junghwan. Ia juga tak tahu kalau adiknya itu akan sampai benar-benar mempercayai ucapannya.

"Hyung hanya sedang marah saat itu, Hyung tak bersungguh-sungguh mengatakannya, Hyung tak pernah membencimu." Jihoon kini mengusap kepala Junghwan dengan lembut. "Kumohon jangan melakukan ini lagi. Kau harus selalu memberitahu seseorang saat kau merasakan sakit, penyakitmu tidak main-main dan tak bisa diabaikan begitu saja. Itu berbahaya, Junghwan. Bagaimana kalau kau sampai--" Jihoon memutuskan kata-katanya.

Matanya kini mulai berkaca. Ia tak sanggup melanjutkan ucapannya itu.

Tidak, ia tak boleh mengatakan hal-hal buruk lagi. Bagaimana kalau hal yang ia katakan kembali terjadi? Jihoon bersumpah tak akan pernah memaafkan dirinya sendiri karena ini.

Ia sudah kehilangan satu saudara karena ucapan-ucapan jahatnya, ia tak mau kehilangan satu saudara lagi karena hal itu juga.

Sekarang, karena kata-katanya, Junghwan juga jadi tak mau mengadukan sakitnya lagi. Ia bisa kehilangan adiknya untuk yang kedua kali jika begitu.

Sloth Bear | AsahiNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ