34.0 | Sorrow

2.2K 419 96
                                    

Asahi hampir saja loncat dari tempat tidur saat melihat jam di kamarnya telah menunjukkan pukul enam. Anak itu mengabaikan pusing di kepalanya dan setengah berlari menuju dapur, ia bahkan tak peduli dengan ngilu dari tulang-tulangnya yang cedera.

Obat yang ia minum semalam benar-benar membuatnya tertidur, padahal biasanya Asahi baru bisa tidur setelah pukul dua belas malam.

Efek dari obat itu bagus karena ia tak lagi harus bermimpi buruk dan terbangun dengan napas tercekat di tengah malam, tapi sialnya, lagi-lagi ia bangun kesiangan karena efek kantuknya yang tidak juga hilang. Sekarang Asahi jadi harus buru-buru membuat sarapan untuk keluarganya, ia tak mau kehilangan jatah sarapannya lagi.

Asahi berada di dekat tangga menuju lantai dua saat langkahnya ia hentikan. Matanya mulai melirik ke arah atas, arah di mana kamar saudara-saudaranya berada.

Apa Yedam sudah pulang? Pikirnya. Asahi ingat, saudaranya itu belum pulang saat ia tertidur.

Badannya terlalu sakit untuk menunggu Yedam lebih lama sebab semalam Seunghyun kembali menghajarnya, karena itu juga ia langsung meminum obat setelah makan. Setidaknya jika ia tertidur karena obat itu, ia tak perlu merasakan sakit. Ia mempelajari itu dari pengalamannya sendiri.

Asahi kini melanjutkan langkahnya menuju dapur, mengurungkan niat untuk memeriksa Yedam. Ia yakin Yedam sudah pulang, karena kalau tidak, ia tak mungkin dapat terbangun dalam keadaan hidup seperti ini. Ayahnya pasti akan menyalahkannya lagi dan tak segan menghabisinya saat tidur.

Ya, Seunghyun menyalahkannya karena tak mencegah Yedam pergi meskipun sudah mengetahui niatnya, karena itu ia dipukuli lagi semalam.

Ah, ayahnya itu memang senang saja melampiaskan kekesalan padanya.

Asahi yang telah berada di dapur kini selesai mencuci beras dan mulai memasukan beras yang telah terendam air tersebut ke dalam ricecooker. Ia melanjutkan dengan mengeluarkan seluruh bahan masakan dari dalam kulkas. Kecambah, daging, bawang, dan bahan lainnya.

Hari ini keluarganya akan makan gukbap. Ya, hidangan sup yang dicampur dengan nasi itu, karena itu ia hanya perlu membuat supnya sekarang.

Asahi tengah mengiris bawang saat Sandara tiba-tiba datang. Ibu tirinya itu masuk ke dapur sambil mengikat rambutnya dan langsung mengambil wadah untuk mencuci kecambah yang telah Asahi siapkan.

Asahi diam-diam melirik wanita yang tengah mencuci di sampingnya itu.

Wajahnya pucat pasi dan matanya sangat sembab, ibunya itu pasti banyak menangis semalam karena khawatir dengan Yedam.

Ah, saudaranya yang satu itu memang benar-benar kelewatan. Kenapa juga ia harus pergi hingga selarut itu dan tak mengangkat panggilan orang tuanya? Apalagi ia sedang sakit begitu, tentu saja ayah dan ibunya khawatir. Asahi bahkan sempat berpikir yang tidak-tidak tentang anak itu semalam. Asahi takut Yedam melakukan hal-hal buruk.

Asahi kini berdesis karena merasakan nyeri sekaligus dingin yang menyentuh pipi kanannya. Ia lantas menoleh dan melihat sensasi itu datang dari telapak tangan Sandara yang menempel di pipinya.

Wanita dengan tatapan sendu itu mengusap-usap pipi Asahi yang memar.

"Apakah sangat sakit? Apakah sangat sakit setiap kali Appa menamparmu?" tanya Sandara secara tiba-tiba dengan suara parau. Tangannya yang basah karena habis dipakai mencuci kecambah itu tidak dilepaskan dari pipi Asahi.

Asahi terdiam sejenak menatap ibunya yang juga tengah menatapnya. Ia dapat melihat mata milik wanita itu mulai berair.

Asahi mengangguk kecil, berusaha menjawab pertanyaan ibunya tadi tanpa ada maksud apapun. Tetapi setelah anggukan itu, Asahi justru mendengar tarikan napas berat sang ibu dan melihat air mata jatuh dari kedua manik ibunya.

Sloth Bear | AsahiWhere stories live. Discover now