9.0 | Blame

2.9K 644 65
                                    

"Syukurlah kau mau turun ke sini akhirnya, Eomma khawatir kau menolak makan siang lagi. Ini sudah sore, kau makan dulu dan langsung minum obat, ya?"

Sandara meletakkan sup hangat yang telah dibuatnya ke hadapan sang anak.

Hyunsuk seketika melemparnya.

"Hyunsuk!"

Mangkuk berisi sup itu kini terpecah menjadi beberapa bagian di lantai, si pelaku tak acuh dan hanya memandang wanita di hadapannya.

"Berhenti menyebut dirimu sebagai Eomma di hadapanku, aku tidak pernah menganggap wanita murahan sepertimu sebagai Eomma."

Sandara seketika menampar Hyunsuk.

Anak itu pun kini menyentuh pipinya yang memanas sambil terkekeh kecil.

"Kau marah? Itu benar, kan? Jangan pernah kau berharap dapat menggantikan posisi ibuku sampai kapanpun."

"Aku tidak pernah bermaksud mengantikan posisi ibumu. Saat itu ayahmu tak mengatakan yang sebenarnya, aku telah mengatakan itu berulang kali padamu."

"Lalu kenapa kau masih di sini? Ibuku depresi dan berusaha membunuh dirinya selama bertahun-tahun karena itu. Kenapa kau masih menikah dengan ayahku? Kau pikir aku akan percaya pada wanita rendahan sepertimu?"

Sandara tak bisa lagi memendung air matanya. "Aku tahu kau membenciku, tapi aku tidak tahu kalau kau akan bisa sekurang ajar ini. Sekarang aku mengerti, kurasa ibumu bunuh diri bukan karena aku atau ayahmu, ibumu membunuh dirinya karena menyesal memiliki anak tak tau diuntung sepertimu, itulah kenapa waktu itu dia ingin ikut membunuhmu juga. Kuharap kau segera ikut menyusulnya!"

***

Hyunsuk memandangi bayangan dirinya tak lagi utuh pada cermin yang telah retak berkeping-keping di depan sana. Hyunsuk baru saja meninju cermin di kamar mandinya itu dengan kepalan tangannya sendiri.

Sungguh, ia tentu tak mempercayai ucapan Sandara, tapi kata-kata itu, dorongan untuk menyusul ibunya pada kematian telah memenuhi seluruh pikiran dan hasratnya.

Hyunsuk mengusap kepalan tangannya yang berdarah. Bayang-bayang kematian ibunya disusul bayangan akan seperti apa kematiannya juga terus berputar di kepalanya.

Kini kepalan tangannya kembali meninju cermin itu hingga seluruh bagiannya pecah. Hyunsuk meraih salah satu pecahan kaca, mendekatkan bagian yang tajam pada urat nadi tangan dan memenjamkan mata.

***

Kamar rawat inap berkedap suara itu dipenuhi isakan. Orang-orang yang ada di dalamnya menangisi seseorang yang kini terbaring di atas ranjang.

Hyunsuk terbaring di ranjang itu.

Asahi bersama Jihoon dan Sandara membawa Hyunsuk ke rumah sakit terdekat dengan ambulans sesaat setelah Asahi menemukan Hyunsuk. Hyunsuk ditemukan tergeletak tak sadarkan diri dengan lengan tersayat dan mengeluarkan banyak darah di kamar mandinya.

Lengan Hyunsuk telah selesai dijahit dan mendapat perawatan. Untungnya ia masih selamat karena ditemukan dengan cepat, jika sedikit waktu saja Hyunsuk terlambat diberi pertolongan, anak itu mungkin akan segera mati kehabisan darah. Kini Hyunsyuk telah dipindahkan ke ruang perawatan VVIP setelah ditangani dari unit gawat darurat.

Jihoon yang masih syok dengan keadaan berusaha tenang dan menenangkan adik serta ibunya.

Ibunya sangat terguncang dan terus mengucapkan maaf di samping Hyunsuk yang masih tak sadarkan diri, air mata terus membanjiri pipi sang ibu. Asahi, meskipun anak itu hanya diam tak bersuara, Jihoon yakin ia juga tak kalah terguncangnya. Asahi hanya berdiri sambil menundukkan kepalanya dengan dalam sedari tadi, ia berusaha menutupi air matanya yang jatuh tak kalah deras.

Sloth Bear | AsahiOnde as histórias ganham vida. Descobre agora