7.0 | Bruised

3.1K 694 61
                                    

Asahi menatap lembar hasil ulangan matematikanya dengan gelisah, tangannya yang berkeringat mulai meremas pelan kertas yang digenggamnya itu.

"YAA! Kau mendapat 100 lagi?" tanya Jaehyuk yang menatap kagum hasil ulangan teman sebangkunya itu.

"Tak perlu berteriak, Jaehyuk."

"Kau tahu? Aku bahkan tak membolos les untuk ini dan nilaiku tetap di bawah KKM, ini kau yang terlalu pintar atau aku yang terlalu bodoh?"

"Keduanya."

"Isshh!" kesal Jaehyuk sambil memukul kepala Asahi dengan penggaris. Asahi hanya berkedip tak bergerak.

"Sahi-ya, apa Yedam membantumu belajar? Keluargamu memang benar-benar berisi orang jenius. Prestasi Yedam sudah tidak diragukan, Jeongwoo yang terlihat seperti berandal itu bahkan bisa masuk ranking pararel juga di semester kemarin."

"Jangan biarkan mereka mengetahui nilaiku."

"Aku tahu, kau selalu menyuruhku begitu. Kapan kau akan berhenti menyembunyikan nilai-nilai bagusmu? Kau harus sesekali membiarkan mereka mengakui kecerdasanmu."

"Aku tak butuh itu."

"Jeongwoo dan teman-temannya mungkin akan berhenti merendahkanmu jika kau memberitahunya, atau kau memang sepertinya suka ditindas Jeongwoo? Kalau aku jadi dirimu, aku akan memamerkan nilai itu ke semua orang."

"Kau bukan diriku, jadi berhentilah sok tahu."

Jaehyuk berdecak sebal. "Yaa! Kenapa dari kemarin kau terus bicara menyebalkan seperti itu? Aku tahu aku bodoh, apa kau mulai bosan berteman denganku?"

Asahi tak menjawab atau sekedar menoleh ke arah Jaehyuk. Jaehyuk tak tahu harus sesabar seperti apa lagi pada temannya itu.

"Yujin-ah!" panggil Jaehyuk kepada gadis yang duduk di bangku paling depan. Gadis itu pun langsung menoleh.

"Ayo ke kantin!" ucap Jaehyuk sambil berjalan ke depan.

"Bagaimana dengan Asahi?"

"Biarkan saja, ayo." Jaehyuk menarik tangan gadis itu.

Asahi kini memandangi Jaehyuk yang benar-benar telah keluar dari kelas. Ia pun menarik napasnya dalam dan mulai memejamkan mata.

'Kalau aku jadi dirimu, aku akan memamerkan nilai itu ke semua orang!'

Oh, andai ia bisa. Andai ia punya keluarga yang mau membanggakannya, andai ia tak harus dipukuli saudaranya jika ketahuan mendapat nilai lebih dari 90, andai ia hidup sebagai anak yang normal.

Andai saja.

"Annyeong...."

Asahi seketika membuka matanya dan tersentak saat mendengar suara berat itu.

Tak begitu jauh di depannya, mata Asahi menangkap sosok anak lelaki bertubuh jangkung. Anak itu kini melebarkan senyumnya dengan sinis dan mulai berjalan menuju tempat duduk Asahi.

Asahi tahu bahwa dirinya dalam masalah, ia pun lekas memasukan kertas hasil ulangannya ke dalam tas dan meremat benda itu kuat-kuat di belakang tubuh.

Kini Asahi bisa mendengar tawa remeh dari anak laki-laki yang hanya berjarak beberapa senti dari tempatnya itu.

"Menyembunyikan apa lagi?" tanya anak itu. "Apa kau mau main petak umpet denganku?"

Rasa-rasanya Asahi ingin sekali menghilang sekarang juga. Ia semakin meremat tas hitam di belakang punggungnya dengan kuat.

"Ayo berikan, atau aku perlu memanggil Jeongwoo dan Doyoung juga untuk ikut bermain?"

Asahi menunduk dan menggelengkan kepalanya, ia tahu dirinya akan babak belur lagi hari ini.

Anak lelaki di depannya itu kini mengambil paksa tas Asahi tanpa perlawanan berarti. Benar-benar bukan hal sulit untuk merebut sesuatu dari anak lemah itu.

"Jangan, Haruto," lirih Asahi sambil berusaha merebut kembali tasnya.

Anak bernama Haruto itu pun dengan kasar mulai menumpahkan semua isi tas Asahi ke lantai dan mengambil secarik kertas yang baru terjatuh.

"Wah! 100? Kau mencontek siapa?"

"Kumohon kembalikan itu, Haruto."

Haruto terkekeh. "Jeongwoo akan menyukai ini, ayo kita temui saudaramu!"

Haruto kini merengkuh leher Asahi dan mulai membawanya keluar dengan paksa.

***

Anak laki-laki bernama Haruto itu menyeret Asahi hingga memasuki sebuah taman sepi di belakang sekolahnya. Asahi yang terlampau familiar dengan tempat tersebut pun hanya bisa berdoa dalam hati.

Sedari tadi, usahanya melepaskan diri dari cengkraman Haruto hanya sia-sia, tenaganya tidak cukup kuat ditambah badannya masih sangat sakit karena pukulan sang ayah beberapa hari lalu, ulah Jeongwoo juga berkontribusi untuk itu.

"Lihatlah, siapa yang kubawa? Ayo Asahi, beri salam dulu." Haruto mendorong tubuh Asahi dengan kasar hingga terjerembab jatuh ke tanah.

"Kemana pangerannya itu?" tanya anak lelaki dengan rambut yang dicat merah gelap. Kebetulan ia anak dari salah satu donatur terbesar sekolah, jadi tak masalah mau senyentrik apapun penampilannya.

"Jaehyuk sedang bersama pacar barunya."

Anak itu kini terkekeh dan mulai menatap Asahi dengan remeh. "Bagus kalau begitu, kebetulan aku merindukannya."

Haruto tiba-tiba menarik kasar rambut bagian belakang Asahi, Asahi yang tak berani bersuara pun hanya menggigit bibirnya untuk menahan sakit.

"Kau dengar? Doyoung merindukanmu, sapa kami dengan sopan!" Haruto melepaskan tangannya dan mendorong kepala Asahi ke depan hingga membuatnya tersungkur di kaki Doyoung.

"Ah, jangan terlalu formal begitu, ayo berdiri." Doyoung menendang kaki Asahi.

Sambil menahan sakit kakinya, Asahi berusaha berdiri dan membungkukkan badan untuk memberi salam sesuai dengan perintah, namun Haruto kembali mendorong kepala Asahi untuk membuat badannya membungkuk sempurna.

Doyoung tersenyum melihat itu, ia mulai menepuk-nepuk kepala Asahi.

"Yaa, Jeongwoo-ya, kenapa kau diam saja? Apa kau tidak tertarik?" tanya Haruto.

"Aku melihatnya di rumah setiap hari, apa lagi?" Jeongwoo yang tengah duduk di bangku taman itu menatap Asahi dengan malas.

"Benar juga. Tapi tenang saja, aku membawa hal menarik yang lain untukmu. Ini, lihatlah." Haruto menyerahkan lembar ulangan Asahi.

Kini Jeongwoo menatap lembar yang terdapat coretan merah bertuliskan angka 100 itu. Ia tak bereaksi apapun.

"Maaf, aku tak akan mendapat nilai seperti itu lagi, maafkan aku," lirih Asahi kepada Jeongwoo.

"Dia hanya mencontek, Jeongwoo. Benarkan, Asahi?" ucap Haruto yang sekarang merangkul Asahi.

Asahi lekas menggeleng. "Tidak, aku tidak melakukannya. Kau boleh membuang itu, Jeongwoo, Eomma dan Appa tidak akan mengetahuinya, aku janji."

"Tidak apa-apa, beritahu saja."

Bukan hanya Asahi yang terkejut mendengar perkataan Jeongwoo barusan, Haruto dan Doyoung juga menatap anak itu tak percaya. Biasanya Jeongwoo akan langsung kesetanan setiap melihat nilai bagus Asahi.

"Apa?" tanya Asahi, takut-takut ia salah mendengar.

"Sungguh, beritahu mereka atau aku yang akan memberitahunya sendiri."

"Tapi--"

"Jangan khawatir, aku juga akan mengatakan kalau kau ketahuan teman kelasmu menyontek."

Asahi membulatkan matanya. "Aku tidak melakukannya!"

"Tapi Appa akan mempercayaiku bukan?" Jeongwoo terkekeh, diikuti dengan Haruto dan Doyoung yang menahan tawanya.

Asahi kini tak bisa menjawab apapun lagi.

"Terima kasih, Haruto. Aku akan kembali ke kelas, kalian berdua bisa bermain dengannya."

***

Sloth Bear | AsahiWhere stories live. Discover now