CHAPTER 2

220 37 2
                                    

SHOULDER

***

Iva yang mengikuti ekskul jurnalistik, sedang sibuk membuat berbagai tempelan hiasan untuk mading sekolah dan menuliskan isinya.

Ia menyeruput es teh manis miliknya sambil duduk di kasur pasien.
Ya, kali ini, ia berada di UKS.

Iva teringat kala itu, empat hari yang lalu.

*Flashback*

Iva sedang mengerjakan hiasan untuk tempelan madingnya yang berserakan di lantai lorong sekolah depan mading.
Ia kerap terganggu dengan langkah kaki yang melewati lorong dan juga ia harus duduk di lantai, membuat pakaiannya kotor dan harus repot membawa baju ganti karena apabila mengenakan rok sekolah akan sangat tak nyaman.

Kayaknya gue gak bisa kerjain hiasan di lorong ini lagi. Gue harus cari tempat lain yang lebih nyaman.

Ia lalu membereskan perlengkapannya; kertas lipat, HVS, spidol, pensil warna, crayon, gunting, lem, double tape dan lainnya. Ia membawa paper bag dan ranselnya menyusuri lorong.

Iva melihat tim basket sedang berlatih. Ada Nugi di sana, teman sebangkunya.

Wajahnya yang selalu saja tanpa ekspresi kini terlihat agak berbeda. Matanya terlihat bersinar dan juga beberapa kali Iva mendapati lelaki itu mengangkat ujung bibirnya, tersenyum tipis, setiap kali bola yang dilemparnya melewati ring basket.

Walau bibir itu hanya terangkat ujungnya, namun itu pertama kalinya ia melihat ekspresi Nugi yang lain.

Ia pun menghentikan langkahnya, ingin menonton walau sebentar.

Seolah tersadar diperhatikan, Nugi menoleh ke arah Iva yang refleks mengangkat tangannya sedikit sambil tersenyum canggung karena ketahuan memperhatikan di lorong itu.

Namun lelaki itu hanya menatapnya dua detik dan langsung memalingkan wajahnya.

Iva menghela nafas.
Hah ... sulit dekati dia, tapi gue suka penasaran. Apa yang bikin dia terlihat ... kesepian dan terluka. Mantannya-kah? pikir Iva.

Ia lalu melanjutkan perjalanannya mencari tempat. Iva celingukan melihat spot-spot menjanjikan, namun selalu ada saja kekurangannya.

Saat mendekati ujung lorong dekat UKS dan ruang ekskul basket, Iva berpapasan dengan Bu Diah yang menutup pintu UKS.

"Sore, Bu." Sapa Iva.

"Lho, belum pulang?"

Iva mengangkat paper bag kecil.
"Lagi bikin hiasan untuk mading, Bu."

"Hmm, rajin, ya. Mau kemana sekarang? Ke kantin?" Tanya Bu Diah sambil tersenyum.

"Lagi nyari spot enak buat bikin hiasan mading, Bu. Belum ketemu tapi."

Bu diah mengangkat alisnya. "Oh, ya? Mau di UKS?" Tawar Bu Diah.

Iva mengangguk menatap Bu Diah dengan mata berbinar-binar. "Boleh, Bu? Serius?"

Bu Diah membuka pintu. "Silahkan masuk."

Iva pun masuk dan dipersilahkan duduk di kasur pasien.

Bu diah mengambil meja makan pasien-meja beroda untuk disimpan makanan untuk pasien yang berada di kasur.
"Kamu pakai ini buat meja, pakai kasur nomor tiga, ujung kiri, ya."

UKS adalah ruangan paling pojok yang terletak di belakang kelas siswa.
Untuk menuju ke UKS perlu masuk lorong lagi yang membelah sederetan kelas jurusan IPA kelas sebelas dan berdekatan dengan ruang ekskul basket dan sepak bola yang diselingi toilet.

THE LOST BOY [ COMPLETED ✅ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang