CHAPTER 3

185 34 7
                                    

THE ICE BOY


Satu kelompok sama Nugi, berdua?! Pikirnya agak gugup.
Wah … bakal menarik.

***

"Tugasnya, pembahasan novel. Cari novel apapun, lalu bahas dengan teman sekelompokmu tentang semua aspek dalam novel tersebut secara ringkas tapi terperinci. Dan siapapun yang berhasil mempresentasikannya dengan menarik, akan saya beri nilai sempurna. Silahkan diskusikan dan putuskan novel apa yang akan dibahas. Lalu tiga hari lagi, Jum'at, di pertemuan berikutnya berikan judul novelnya ke Ibu, ya! Untuk menghindari pembahasan novel dengan judul yang sama dengan kelompok lain. Gak ada yang boleh kerjain sendiri-sendiri! Ibu akan minta minimal tiga foto disertakan ke dalam bahan presentasi kalian sebagai dokumentasi kerja kelompok. Semalas atau sesibuk apapun kalian, sempatkanlah sekalipun cuma 30 menit dalam beberapa hari untuk kerja kelompok. Ibu pasti akan tahu kelompok yang mengerjakan sendiri-sendiri, dan kelompok yang hanya copy paste dari internet. Sampai ketemu di pertemuan selanjutnya." Pelajaran pun diakhiri.

Pelajaran berikutnya, Sejarah, hanya diminta membaca buku karena gurunya sedang menghadiri rapat.
Murid lain sibuk membahas tugas kelompok dari Bu Wendah tadi.

Iva pun ingin mendiskusikannya, namun agak takut menanyakan ke teman sebangkunya, Nugi.

"Gi, gimana dong tugas kelompok pembahasan novelnya?"

Nugi dengan cuek menjawab, "Lo aja yang tentuin novelnya, ntar gue cari sendiri, gue baca, dan gue kasih bagian gue ke lo, lo kasih ke gue yang bagian lo. Terus kita gabung—"

Belum selesai Nugi menjelaskan, Iva sudah bisa membaca arah maksudnya. Ia pun langsung memotong ucapannya, "Gak mau kalau gitu. Pasti ketahuan sama Bu Wendah. Juga harus ada dokumentasi bukti kerja kelompok."

Nugi terkejut dengan reaksi Iva yang tegas menolak. Ia lalu mendebat, "Soal dokumentasi 'kan bisa foto asal aja pas saling kasih bahan masing-masing. Sorry, gue gak biasa kerja kelompok."

"Ya udah kalau gitu, kita sekalian gak usah kerjain apapun. Percuma kalau kerjain masing-masing terus ujungnya ketahuan. Udah kena omel Bu Wendah, nilai jelek pula." Iva cemberut sambil menjawabnya. Ia terlihat kesal.

Nugi bingung harus bagaimana, ia membisu sambil memikirkan apa keputusan yang harus diambil olehnya.
Ia tak mau berdebat mengenai sesuatu yang sebenarnya bisa dikerjakan sendiri.

Dan alasan utamanya adalah, ia merasa tidak nyaman harus bekerja dengan orang lain.

Biasanya, orang lain akan dengan senang hati menerima usulan Nugi karena mereka pun malas bekerja sama dengan orang yang sangat pendiam dan cenderung ketus seperti dirinya, membuat suasana canggung sampai ke taraf maksimal.

Namun baru kali ini ada orang yang malah mempertahankan kehadirannya, biarpun hanya perintah dari guru. Mulai bangku yang ditempati, lalu kerja kelompok ini.

Padahal sebelumnya, orang-orang seperti menganggapnya tak terlihat, atau bahkan menghindarinya karena sikapnya yang cenderung dingin dan ketus. Sekalipun duduk sendirian paling belakang, tak akan ada yang mempedulikannya.

Sial! Ini cewek keras kepala banget! Batin Nugi.

Ia pun menghela nafas berat.
"Kapan mau mulai?" Tanya Nugi akhirnya mengalah.

Iva terbelalak mendengar pertanyaan Nugi yang tiba-tiba memberi persetujuan. Sambil tersenyum, ia menjawab, "Lo bisanya mulai kapan? Kalau bisa, besok kita cari bukunya terus lusa mulai daftarin ke Bu Wendah."

Nugi terlihat berpikir sejenak, lalu mengangguk pasrah.
Iva pun tersenyum senang.

"Besok lo ada ekskul gak? Ketemu jam 3 aja di toko buku seberang Grand Mall. Kabarin aja via chat. Mana, minta nomor HP lo sini."

THE LOST BOY [ COMPLETED ✅ ]Onde histórias criam vida. Descubra agora