01: Woman White Dress

4.2K 605 36
                                    

CHAPTER 1
Woman White Dress

[playlist: LeeSA- Save Me]

***

Lima menit yang lalu, matahari telah resmi melabuhkan dirinya ke bagian bumi yang lain, mempersilakan purnama penuh berganti menerangi petangnya satu bagian bumi di mana dua insan tengah memadu kasih: saling memeluk dan mencumbu tanpa menghiraukan apa pun seperti dunia hanyalah milik mereka. Sebut saja Venesia, salah satu kota yang kerap kali menjadi destinasi wisata unggulan Italia.

Hamparan air laut tak lagi biru seperti beberapa saat lalu, melainkan menjadi sepekat hitamnya langit pada saat itu sebab sinar rembulan mulai terhalang segemulung awan keabu-abuan. Ombak-ombak kecil yang tadinya terasa nyaman menyapu kaki telanjang dua anak adam di tepian mulai menenggelamkan gaun putih polos se-mata kaki si perempuan bersurai kecoklatan yang masih setia mengalungkan dua lengan pada leher pria jakung di depannya.

Saling meniti jarak singkat, dua pasang bola mata masih sebegitu enggan meninggalkan pesinggahan masing-masing, masih sibuk menyalurkan cinta pada satu sama lain. Senyuman manis menguak dari pria berlesung pipi seraya satu tangannya bergerak lembut mengusap surai milik sang perempuan.

"Sepertinya akan turun hujan. Bagaimana kalau kita kembali ke hotel sekarang?" tutur pria itu yang segera diangguki oleh lawan bicara.

Dua pasang jemari bertaut seiring langkah kaki terurai meninggalkan pesisir menuju ferari yang terparkir tak jauh. Kendaraan tersebut kemudian melaju cukup kencang membelah jalanan lengang Venesia.

"Rose, jangan begini, aku sedang mengemudi."

Suara bariton lembut mengalun dari pria yang kini mulai merasakan separuh hasratnya meradang tatkala sebuah sentuhan seduktif berlabuh pada lehernya dari lima jemari lentik wanita yang memeluk dan menyandarkan kepala pada dadanya yang bidang.

Satu peringatan tak dihiraukan. Wanita besurai layaknya tumpahan madu itu justru munguntai senyum menggoda sembari jemarinya membuka satu persatu kancing kemeja hitam yang dikenakan oleh pria yang berupaya benar menfokuskan diri untuk mengemudi. Sayangnya, sentuhan-sentuhan lain pula kecupan-kecupan yang bertandang di beberapa bagian mendongkrak pertahanan pria itu atas hawa nafsu yang menggebu.

Maka, tanpa berpikir panjang, ia menghentikan mobilnya di tepi jalanan. Dibukanya sisa kancing kemeja yang masih terpasang hingga kain hitam tersebut benar-benar ia tanggalkan; membiarkan tubuh atletis yang terbentuk sempurna terpampang nyata di hadapan wanitanya. Sejenak menetralkan napas yang menderu hebat, ia meraih tubuh ramping si wanita belia untuk kemudian diberinya sapuan-sapuan lembut nan hangat pada bibir seranum ceri malam ini, terkadang bertandang pada leher jenjang seputih porselen, pula sentuhan menggelikan berlabuh di beberapa bagian tubuh wanita yang telah ia singkap gaunnya.

Ruang dalam mobil tersebut tergulung panas; terpenuhi dengan suara-suara rendah yang lolos dari bibir dua manusia di sana. Sementara di luar, gemuruh geluduk berteman dengan kilat petir menghantarkan curahan air langit yang menjatuhkan diri ke bumi; mengguyur jalanan dan tanah gersang hingga aroma yang begitu khas berterbangan tanpa arah kemudian sampai pada indra penciuman sesosok pria di salah satu sudut kota.

Di sebuah tempat kumuh bekas gudang pembuatan minyak.

Rambut tak tertata, keriting menutupi seluruh dahi pula sebagian penglihatannya. Dua daun telinga pria itu penuh dengan logam-logam perak beraneka ragam model. Leher putihnya bertutup oleh ukiran gambar-gambar cabul hasil karya pengrajin tato amatiran.

Seorang pria bertubuh lebih kurus dengan tatanan yang sama berantakannya datang, "Jeff! Misi dari Bos. Tabrak mobil ini!" diserahkannya sebuah foto yang menampilkan Ferrari berwarna gading pada pria yang dipanggil dengan sebutan Jeff itu.

SILHOUTTE: After A Minute [END]Where stories live. Discover now