40: Autumn Bellflower

1.6K 304 168
                                    

CHAPTER 40
Autumn Bellflower

[Playlist: Fara Effect - Cacher]

***

Nyaring bunyi bel menyeret Mingyu yang baru selesai membasuh diri untuk segera menghampiri pintu kamar hotel. Dengan satu tangan yang masih berupaya menggusak rambut setengah basah, pria berbalut piyama mandi putih polos itu berangsur menciptakan celah yang menyebabkan dirinya kemudian beradu tatap dengan pria jangkung di luar sana.

Jeffrey berdiri tenang, dua tangan menghuni saku celana bahan yang ia kenakan bersama atasan kaos hitam polos lengan pendek.

"Kau benar-benar mengantarkannya dengan selamat sampai rumah, bukan?"

Usai Mingyu mempersilakan Jeffrey masuk ke kamar hotelnya, pria itu dengan santai menjelajah dan mengamati setiap perbendaan yang ada. Tungkaknya berhenti berayun tepat di sebelah jendela lebar yang menampilkan panorama indah Kota Busan di kala malam, begitu gemerlap dan memanjakan mata. Namun, ketahuilah, Jeffrey tak sedang ingin bermanja-manja dengan kedua netranya yang redup.

Mendengarkan jawaban Mingyu tentang perempuan yang ditemani pulang siang tadi adalah tujuan Jeffrey datang kemari.

"Kau tidak perlu cemas."

Dua cangkir kopi selesai Mingyu buat, salah satunya ia letakkan di atas meja rendah di tengah-tengah sofa. Segera, Jeffrey beralih posisi, duduk sembari menyesap kopi suguhan Mingyu.

"Busan-Seoul seharusnya bisa ditempuh selama empat jam perjalanan. Kau pergi pada pukul dua siang. Sampai Seoul setidaknya pukul enam petang, lalu kembali tiba di Busan seharusnya sekitar pukul sepuluh malam. Sekarang, pukul dua pagi." Jeffrey mengamati arloji di lengan kiri, lalu tatapnya bergulir menuju Mingyu yang tengah mengganti pakaian di ujung sana.

"Mengapa? Mengapa kau baru kembali satu jam yang lalu? Tiga jam. Kau buang untuk apa tiga jam itu?"

Satu sudut bibir Mingyu terangkat. Ringisan hambar tersemat di wajahnya yang segar. Mingyu tak menduga, Jeffrey akan sebegini perhitungan jika bicara perihal waktu. Atau, sesungguhnya, ini bukan murni permasalahan waktu, tetapi ada hal lain yang dipermasalahkan pria itu.

"Pukul dua pagi, benar. Sekarang pukul dua pagi. Dan, kau rela mendatangiku hanya untuk menanyakan tiga jam-ku dibuang untuk apa. Mengapa? Mengapa kau begini?"

Jeffrey dibungkam oleh pertanyaan yang diputar balikan oleh Mingyu padanya. Genangan kopi di cangkir menjadi pengalihan mata, berkali-kali lipat lebih menenangkan dipandang ketimbang wajah pria yang duduk di hadapan. Ada raut kesombongan yang Mingyu tampilkan, seakan di mata Mingyu, Jeffrey tak lebih dari seorang pecundang.

"Karena Rosé, bukan?" Sebab Jeffrey tak kunjung bersuara, Mingyu pun menebak. "Kau sangat penasaran hingga tak bisa tidur dengan nyenyak karena terus memikirkan apa yang kulakukan bersama Rosé hari ini. Itu yang membuatmu sudi menginjakkan kaki di sini sebegini dini, benar?

Sekali lagi, Mingyu menyunggingkan tawa kecil. Tak ada yang lucu, pengecualian untuk ekspresi Jeffrey yang kaku seakan terkaan Mingyu bak panah yang dilesatkan tepat sasaran.

Memang benar. Sejak Rosé pulang siang tadi, Jeffrey menjadi manusia kacau yang tak sanggup memisahkan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan. Semuanya campur aduk di dalam akal yang hanya sejengkal. Dan, semalaman, Jeffrey tak kunjung bisa mengkondisikan mata yang sesungguhnya begitu penat terjaga, juga tubuh yang seolah remuk redam setelah berhari-hari terdedikasi memenuhi tuntutan kerja sebagai seorang pimpinan.

"Baiklah. Jika kau memang begitu penasaran, apa boleh buat. Lagipula tidak ada untungnya bagiku merahasiakan."

Mingyu meluruskan kaki, lalu membaringkan badan dengan menjadikan sepasang lengan sebagai alas kepala. Langit-langit dipandangi, seakan di atas sana tengah ada sebuah tayangan reka ulang momen beberapa jam silam.

SILHOUTTE: After A Minute [END]Where stories live. Discover now