36: Date of Birth & Death

1.6K 298 124
                                    

CHAPTER 36
Date of Birth & Death

[Playlist: Lee Hi – Hold My Hand]

***

"Ah, Saya minta maaf. Akan saya sajikan minuman yang baru. Mohon tunggu sebentar!"

Seorang pramugari berwajah elok disergap panik manakala tak sengaja menumpahkan minuman yang ia bawa hingga mengenai kemeja Jeffrey. Beberapa kali jemarinya yang gemetar mencoba membantu Jeffrey mengelap noda di lengan, sedikitnya merasa malu lantaran Jeffrey dengan terang-terangan menolak sentuhannya.

Tisu diambil, Jeffrey dengan tenang membersihkan sendiri kemejanya. Beberapa detik berselang, ketenangan jiwa Jeffrey diusik oleh banyak pemikiran yang tiba-tiba berseliweran di kepala. Naluri seperti berbisik tiada henti bahwasanya akan ada berita buruk yang sampai pada telinga. Dan, Rosé adalah orang yang paling mencuri kekhawatiran Jeffrey.

Melirik arloji, Jeffrey jelas tahu bahwa penerbangan menuju Seoul masih membutuhkan waktu yang terbilang cukup panjang. Jeffrey tak mungkin mengoperasikan ponsel dan menghubungi perempuan itu, meskipun ia sangat ingin. Terakhir kali Jeffrey menelpon adalah sore tadi, saat duduk di dalam taksi dan mengatakan ia akan segera pulang. Sampai saat itu, Jeffrey masih bisa bernapas lega lantaran masih mendengar suara Rosé, pertanda perempuan di negeri seberang dalam keadaan baik saja.

Namun, ketahuilah, malam ini Jeffrey bahkan tak bisa memejamkan mata selama duduk di kabin pesawat. Akal pria itu melanglang-buana kemana-mana Jeffrey tak suka. Ke sebuah momen pertemuan dengan seseorang sewaktu menghadiri perhelatan busana pagi tadi.

"Daniel Anderson. Senang bertemu dengan Anda, Tuan Jung Jaehyun."

Jeffrey sungguh tak mengira, matanya kembali menangkap manusia paling ia benci sedunia selain pria yang menyebabkan dirinya terjebak dalam situasi bodoh ini. Johnny Suh. Rasanya Jeffrey benar-benar ingin menembak mati dua manusia itu. Namun, entah mengapa semenjak dirinya digaet untuk menginjakkan kaki di lantai gereja setiap minggu, Jeffrey seakan diingatkan akan segunung dosa yang akan dilimpahkan padanya.

Setiap kali hendak menghunus pisau atau menarik pelatuk pada pistol dalam genggaman, Jeffrey hanya terus terbayang oleh wajah perempuan yang kerap berdoa di sampingnya. Sesungguhnya, saat mengunjungi anak buah Johnny yang dahulu pernah membuntuti mobilnya dan memata-matai Rosé, Jeffrey nyaris menghabisi nyawa orang-orang itu bersama Lucas. Namun, sekali lagi, Rosé adalah alasan terkuat Jeffrey untuk tidak lagi mengotori tangannya dengan dosa.

Helaan napas berat mengudara. Jeffrey benci situasi ini. Di mana ia seperti tak mengenali diri sendiri. Sedari awal, Jeffrey adalah manusia berdarah dingin yang tak mengenal belas kasih apalagi cinta, semestinya sekarang dan selamanya pun Jeffrey begitu.

Namun, lagi-lagi, Rosé seperti petunjuk yang menuntun Jeffrey agar tak tersesat dalam hidup.

"Kantor membutuhkanmu sekarang, wahai Pimpinan."

Jika Mingyu tidak menegaskan perkara genting perusahaan yang mengalami penurunan penjualan bulanan dari hari ke hari karena isu-isu kegagalan produk kecantikan yang sempat menyebar luas, Jeffrey mungkin akan segera pulang dan menemui perempuan yang membuatnya uring-uringan semalaman.

Sayang, ia mesti menghadiri rapat pleno dadakan dengan para pemegang saham yang tiada berhenti menghawatirkan perihal keuntungan. Dengan tegas, Jeffrey memaparkan janji akan membangun kembali citra perusahaan yang sempat memburuk dengan berbagai cara, setidaknya dalam sebulan ke depan.

Dasi dilonggarkan, pun punggung dihempaskan. Jeffrey melempar pandang ke luar jendela ruang. Seolah muak dengan deretan angka-angka pada salindia presentasi yang dilakukan oleh dua pegawai dari tim pemasaran.

SILHOUTTE: After A Minute [END]Where stories live. Discover now