16: Aware With Heart

1.8K 344 47
                                    

CHAPTER 16
Aware With Heart

[Playlist: Seo Hyun Jin – Falling Flower]

***

Taman belakang rumah milik Rosé dan Jaehyun yang ditumbuhi oleh banyak sekali tanaman bebungaan memiliki sebuah studio berukuran sedang di ujung bagian. Cukup bagus untuk bercengkrama ringan sambil menikmati teh atau barangkali kopi. Hal lainnya serupa melukis juga bisa dilakukan sebab ada peralatan lukis lengkap di sana. Sekedar memandangi kanvas-kanvas tercoreng cat air menjelma karya seni menakjubkan yang tersemat di beberapa titik pun bisa jadi pilihan.

Saat ini, Jeffrey melakukan semuanya, terkecuali melukis. Tuhan tak berbaik hati memberinya kemampuan berseni semacam itu. Ia menelan kopi yang mengisi cangkir dalam genggaman, sesekali melirikkan pandang pada lukisan indah di sekitarnya—itu milik Rosé, Jeffrey bisa langsung tahu saat menemukan inisial nama perempuan itu di setiap sudut karya.

Dua kegiatan tersebut adalah apa yang Jeffrey lakukan di samping menyediakan waktu untuk berbincang dengan Mingyu. Namun, agaknya topik perbincangan mereka tidak bisa disebut sebagai perkara ringan.

"Mengapa kalian baru pulang?" Satu pertanyaan Mingyu berhasil membelah sunyi setelah sedari tadi hanya bunyi air mancur yang berperan mengisi keheningan.

"Bukankah Alice sudah memberitahumu bahwa aku dan Rosé akan menginap semalam lagi di sana?" Jeffrey mencoba menjawab setenang yang ia bisa.

Tak ada sangkalan dari Mingyu. Tempo hari, Alice memang memberitahunya. Namun, itu tak lantas membuat Mingyu merasa lega, justru ia ditubruk seribu satu tanya yang hendak ia tuntaskan jawabannya melalui sosok pria yang kini duduk manis di atas kursi kayu berhadapan dengannya.

"Berhenti berpura-pura bodoh! Apa yang sebenarnya kalian lakukan—Ah tidak. Apa yang sebenarnya terjadi hingga kau baru membawa Rosé pulang hari ini?"

Satu pertanyaan Mingyu kembali melayang. Jeffrey mengambil jeda sesaat untuk menyesap kopinya. "Dibandingkan menjelaskan apa yang terjadi, kalau boleh jujur aku lebih tertarik menjawab pertanyaanmu yang sebelumnya. Apa yang kami lakukan, aku yakin kau sangat penasaran hingga rela datang pagi-pagi begini."

Pada pukul tujuh lewat sebelas menit, saat Jeffrey dan Rosé baru saja menginjakkan kaki di rumah ini, Mingyu telah berada di ruang tengah. Dengan dalih ada beberapa hal penting yang ingin ia sampaikan, Mingyu meminta waktu untuk bicara pada Jeffrey sehingga di sinilah mereka berada sekarang. Sementara itu Rosé telah lebih dulu dibantu pelayan menuju kamarnya untuk berbenah dan mengistirahatkan badan yang penat.

Tersenyum tipis, Jeffrey mulai membuka penjelasan, "Kami... makan ramyun dan juga tteobokki, berjalan-jalan sambil berpegangan tangan, lalu menonton serial drama romansa. Kami saling memberi perhatian pada satu sama lain, saling menghangatkan tubuh dengan pelukan, dan juga berci—"

"Hentikan! Apa hakmu melakukan itu?"

Belum habis Jeffrey meruntut kalimat, Mingyu telah lebih dulu menerabas dengan sebuah tanya yang mengaung tegas. "Apa yang membuatmu merasa berhak melakukan hal seperti itu? Kau hanya suami bayangannya, jangan melewati batas!" Sekali lagi Mingyu menekan ulang ujaran yang seakan menjadikan Jeffrey sebagai pihak maha salah.

"Jadi, karena aku hanya suami bayangannya, haruskah aku menolak saat dia menggenggam tanganku? Haruskah aku mendorongnya menjauh saat dia memeluk dan menciumku? Haruskah aku hanya berdiam diri saat dia kedinginan atau menangis kesakitan dan membutuhkan rengkuhanku? Kalau aku lakukan itu—dia mati."

Sebagaimana Mingyu, Jeffrey sama tegas mengaungkan jawab. Dua pasang mata laki-laki di dalam ruangan semi terbuka itu menyorot dingin pada satu sama lain. "Aku yakin kau mengambil kesempatan di antara kesempitan. Orang-orang sepertimu terbiasa melakukan hal itu."

SILHOUTTE: After A Minute [END]Where stories live. Discover now