49: Jeju & The Uninhabited Villa

1.3K 271 150
                                    

CHAPTER 49
Jeju & The Uninhabited Villa

[Playlist: Klozer – Blind Love]

***

"Maaf, aku tidak memiliki maksud apa pun selain melindungimu. Aku hanya tidak ingin kamu merasa tersakiti."

Rasonan rendah seorang pria mengisi sebuah ruang bernuansa gading, melebur ke dalam telinga perempuan yang duduk bersandar di atas ranjang. Sehelai selimut tebal membalut hingga sebatas paha, tepiannya ia genggam sedemikian erat sepanjang iris berbalut kekosongan tertuang pada jatuhnya bulir-bulir salju yang terbingkai dari kaca jendela.

Sepanjang itu pula, pandangannya tak sedetik pun bergeser pada Kim Mingyu, pria yang menghuni sebuah sofa panjang di sana. Mingyu baru saja menjabarkan dari A sampai Z alasan atas mengapa ia dan Alice mendatangkan seseorang yang serupa Jaehyun pada Rosé, yang konon Mingyu bilang semua itu dilakukan seutuhnya hanya demi kebaikan, kesembuhan dan keberlangsungan hidup Rosé sendiri.

Kalimat terakhir yang Mingyu lontarkan adalah jawaban dari pertanyaan mengapa ia berbohong tentang Jeju, Jeffrey, dan juga seorang perempuan. Setelah mendengarnya, Rosé diam tanpa tanggapan. Keheningan mempersilakan Mingyu menari bersama akal dan hati yang diliputi setengah sesal.

Mingyu memang tak ingin Rosé terluka ketika mengetahui kebersamaan Jeffrey dengan Bona. Namun, di samping itu, alasan utama yang menjadikannya seorang penipu ulung adalah karena Bona adalah sang kakak. Setidaknya, sebelum tutup usia, Mingyu ingin kakaknya bahagia walau sementara. Maka, mau tak mau, malam itu, ia membohongi Rosé perihal kepergian Jeffrey ke Jeju.

Nyatanya, kebohongan Mingyu tetap melahirkan hal-hal buruk yang jauh dari perkiraan. Kini, Rosé nampak selayak bunga yang layu tanpa pengairan. Masih membekas kuat di ingatan Mingyu atas betapa paniknya ia ketika berkunjung ke rumah ini sore tadi dan tak mendapati siapa pun kecuali Mola yang berkata Rosé pergi mengendarai mobil. Mingyu ingat betul manakala menemukan perempuan itu menangis di tepi jalan, dan dekapan tanpa pikir panjang ia berikan. Masih Mingyu ingat pula, sebuah mobil tak asing di seberang dan sang pengemudi yang menyimpan kepedihan di balik sorotnya.

Sampai di titik ini Mingyu merasa menjadi pihak paling bersalah lantaran tega menabur perih pada mereka hanya untuk meletakkan bahagia pada pangkuan kakaknya. Padahal, Mingyu sendiri tahu, tiada apa-apa yang Bona letakkan di pangkuannya, kecuali duka.

Penerangan dipadamkan. Ruangan menjelma temaram diterangi dua bola lampu tidur di kanan dan kiri ranjang.

"Rosé."

Mingyu yang nyaris mencapai daun pintu hendak mengusaikan keberadaan kini kembali menyuarakan panggilan. Memandang Rosé nanar dari tempatnya berdiri, Mingyu terdiam beberapa saat. Ada dorongan untuk mengungkap kejujuran agar semuanya tak semakin berantakan. Jujur bahwa perempuan yang Jeffrey kencani sesungguhnya adalah sang kakak, dan jujur perihal Jeffrey yang bukan atas kemauan sendiri mengencani Bona, melainkan atas permintaannya.

Namun, jujur berarti pula Mingyu harus siap jika Rosé akan membencinya seumur hidup, sebagaimana perempuan itu membenci Bona yang diketahui sebagai selingkuhan Jung Jaehyun, mendiang sang suami. Maka, alih-alih meluruskan apa yang patut diluruskan, Mingyu hanya sebatas berkata,

"Jika kamu sudah cukup muak, dan jika kamu ingin pria itu pergi, maka kami akan memintanya pergi."

Tiada jawaban dari Rosé di ujung sana. Ia masih menjadikan kaca jendela dan apa yang nampak di baliknya sebagai objek tatap utuh.

Gelap menemani sosok Rosé yang kini terlelap. Mingyu telah berpulang sejak beberapa jam lalu. Di luar sana, langit tak lagi melepaskan butiran salju, ia merasa telah cukup membuat bumi dingin dan membeku. Langit kini hanya menyisakan pekat beserta bulan setengah lingkaran yang digantungnya di balik awan kehitaman.

SILHOUTTE: After A Minute [END]Where stories live. Discover now