14: The Fragile Roses

1.8K 357 57
                                    

CHAPTER 14
The Fragile Roses

[Playlist: Yang Da Il – Falling Flower]

***

Menapakkan kaki pada lantai ruangan seusai duduk di atas ranjang, sosok perempuan berbalut sweater oranye menyeret langkah menuju jendela besar untuk kemudian ia sibak tirainya. Seketika pemandangan pohon cemara dengan dahan tertutup salju menjadi hal yang tersaji bersama mendung. Alam ternampak hanya didominasi oleh warna putih dan abu-abu pagi itu, kecuali satu objek.

Manusia dewasa bermantel merah marun yang berdiri di tengah-tengah hamparan salju begitu kentara tertangkap manik mata perempuan itu.

Dering sebuah ponsel membelah keheningan, membuat sosoknya segera mengalihkan perhatian guna meraih benda pipih yang teronggok manis di atas nakas. Nomor tak dikenali terpampang pada layar sebagai sang pemanggil. Butuh sedikit jeda untuk Rose kemudian menggulirkan ikon terima.

"Apa tidurmu nyenyak?"

Suara itu, bariton lembut yang selalu menjadi gema di telinga maupun kepala saking indahnya, Rose tersenyum sebab mengenali betul. Menjadi kali pertama mereka berbicara via telepon, Ia menandai itu adalah nomor kontak Jaehyun yang baru.

"Kau di mana?" Alih-alih menjawab, dia justru bertanya seraya melempar tatap pada ranjang kosong di sebelahnya. Sejak pertama kali membuka mata, Rose sudah tak menemukan lagi sosok pria yang mendekapnya sepanjang malam. Ia hanya menemukan roti panggang dan segelas susu di atas nakas.

"Di luar." Seseorang menanggapi dari seberang.

Kembali, Rose melangkahkan kaki, kali ini mengunjungi balkon guna melihat lagi sosok manusia yang tertampil bak miniatur, entah sedang apa di sana. Mencoba memastikan sebab terlihat samar, Rose bertanya, "Apa itu kau?"

"Kau melihatku?"

Dua sudut bibir Rose terangkat perlahan begitu melihat pria di sana melambaikan tangan, menandakan bahwa perkiraan Rose tidaklah salah. "Apa yang kau lakukan di sana?"

"Membuat boneka salju. Mau ikut? Kalau mau, syaratnya satu."

Kerutan tercipta pada dahi Rose yang tak tutup poni rambutnya. "Apa itu?"

"Makan dulu sarapanmu."

Mendengar persyaratan yang agak konyol, kekehan kecil mengudara dari bibir Rose. Meski demikian, tak ada protes. Rose segera menuruti usai memutus sambungan telepon dan juga menyimpan nomor kontak di sana dengan sebutan 'Suamiku'.

Roti panggang dilahap tanpa sisa, berikut Rose mengosongkan isi dalam gelas sebelum beranjak meninggalkan resort dengan binar-binar ceria yang tersemat di muka.

Ujung rok sutra selutut miliknya terombang-ambing oleh udara kala Rose mengayunkan tungkak cepat, setengah berlari. Sempat kehilangan kestabilan hingga tubuhnya terhuyung, nyaris saja ia terguling di atas tumpukan es jika saja seseorang tak sigap memeluknya.

Dua pasang mata manusia menubrukan pandang beberapa saat sebelum bibir pada wajah dingin nan rupawan sosok pria di sana bergerak mengucap, "Hati-hati. Aku bahkan tidak pergi kemana-mana, mengapa sampai berlarian begitu?"

Tak ada jawaban dari Rose. Perempuan itu hanya mengeluarkan senyum tanpa dosa teruntuk Jeffrey. Tak hendak membebaskan diri dari pelukan Jeffrey meski pria itu telah melepaskan dekapan, Rose justru kian merapatkan tubuh mereka dengan melingkarkan dua lengan pada pinggang Jeffrey erat. Mata perempuan itu terpejam, sejenak merasakan kenyamanan yang menyelimuti jiwa, juga bunyi degup jantung Jeffrey yang sampai pada koklea ketika Rose dengan sengaja meletakan wajahnya pada dada bidang pria itu. Cukup kencang, tetapi tak sekencang miliknya.

SILHOUTTE: After A Minute [END]Where stories live. Discover now