53: There'd be Pools Filled by Bloods

1.7K 291 57
                                    

CHAPTER 53
There'd be Pools Filled by Bloods

[Playlist: Gaemi, Lee Geun Young - Misty]

***

Keremangan sebuah bar mewah tak jauh dari pusat kota menemani segelintir pelanggan, dua hari silam. Alunan musik blues mengalun sayup-sayup tak lebih keras dari suara es batu yang dikikis oleh Lee Taeyong, bartender muda nan teramat piawai meracik cocktail.

"Malam itu, aku mabuk dan tidak sengaja mengirimkannya."

Mata tajam Taeyong kadang kala menengok dua orang pria seberang meja kerjanya juga mendengarkan dengan cukup seksama apa yang mereka perbincangkan.

"Jangan salahkan aku! Itu karena kamu yang tak kunjung pergi, terus saja menunda-nunda."

Taeyong selesai menabur bubuk penghantar tidur di salah satu gelas cocktail berhias buah ceri di atas, ia hidangkan itu teruntuk Johnny, sedangkan gelas yang lain untuk Jeffrey. Kedipan mata Taeyong menyapa Jeffrey beberapa detik saat mereka bersipandang. Seolah dengan itu, Taeyong mengisyarakatkan bilamana misi telah terselesaikan.

"Itu bahkan belum genap dua minggu. Tidak bisakah kau sedikit bersabar?"

Jeffrey menanggapi Johnny yang baru saja menyatakan pembelaan. Pria itu ialah oknum yang mengirimkan video rekaman kamera blackbox yang menampilkan Jeffrey sebagi tersangka pembunuh Jaehyun kepada Rosé dini hari tadi. Padahal, dua belas hari yang lalu, pertemuan di antara Jeffrey dan Johnny telah menghasilkan sebuah kesepakatan. Jeffrey meminta waktu dua minggu untuk ia benar-benar pergi meninggalkan Seoul, perusahaan, dan Rosé tentu saja. Dan, selama itu, mereka tak diperkenankan saling mengusik.

Meneguk pelan cocktail yang mengisi gelas dalam genggaman, Johnny mengumbar senyum tipis. "Baik sekarang maupun nanti, Rosé tetap akan tahu bahwa kamu adalah penyebab kecelakaan Jaehyun. Lagipula, melihatmu ada di sini dengan anggota tubuh yang masih lengkap membuatku yakin bahwa Rosé tidak bereaksi berlebihan saat menerima video itu. Dia tidak berusaha melukai atau bahkan membunuhmu, bukan?"

Untuk pertanyaan tersebut, Jeffrey tak berkomentar sama sekali. Sebab Jeffrey yakin, akan menjadi cerita menyenangkan bagi Johnny mendengar Rosé yang membawakan ia sebilah pisau. Membisu di tempat, Jeffrey rapat-rapat menggenggam gelas kaca guna menyembunyikan luka menganga di balik telapak tangannya.

"Lusa, kamu harus sudah angkat kaki dari negeri ini."

Barangkali, Jeffrey lupa, Johnny bermaksud kembali mengingatkan jikalau waktu untuk pria itu bersenang-senang dengan perempuan tercintanya telah habis. Tidak akan ada pernikahan, sebagaimana yang Johnny harapkan.

Helaan napas menguar dari mulut Jeffrey. "Hapus video rekaman itu, saat aku benar-benar pergi," pintanya yang segera disambut tawa kecil Johnny.

"Bagaimana kalau kamu datang ke tempatku, dan menghapus sendiri videonya? Eum, aku mungkin saja lupa karena terlalu sibuk mempersiapkan diri menggantikanmu sebagai pimpinan."

Netra pekat Jeffrey menghunus Johnny dengan ketajaman yang sayangnya tak sedikitpun membuat pria yang ia tatap menciut. Johnny justru kembali menyajikan pertanyaan yang semakin membuat Jeffrey tersudut.

"Memangnya kamu tidak menjemput temanmu yang sudah jadi abu?" Ponsel bertampilan layar tulang belulang remuk redam ditunjukkan Johnny ke depan muka Jeffrey. "Atau, haruskah anak buahku melarungkannya di sembarang tempat?"

Genggaman Jeffrey mengerat terhadap gelas berisi cocktail utuh tak tersentuh tenggorokan barang satu mili. Perih akibat luka yang mencumbu dinginnya benda kaca tak membuat Jeffrey merintih-rintih. Itu jelas tak seberapa jika dibandingkan perih yang Lucas derita ketika Johnny menyeret dan menghanguskannya hidup-hidup.

SILHOUTTE: After A Minute [END]Where stories live. Discover now