09: Bittersweet

2.4K 435 35
                                    

CHAPTER 9
Bittersweet

[Playlist: Samuel Seo – Pain or Death]

***

"Jaehyun akan mengambil cuti dari perusahaan untuk waktu yang tidak bisa ditentukan. Selain demi pemulihan tubuhnya, dia juga berniat mendedikasikan dirinya untuk merawatmu."

Suara lembut sosok wanita bergaris mata tebal melempar satu pernyataan. Alice tersenyum tipis, meletakan sepotong daging di piring milik Rose yang duduk di sebelahnya.

Kala itu sebuah meja persegi diisi oleh hidangan makan malam yang disiapkan pelayan rumah. Empat manusia menyantap dengan suasana cukup tenang. Pengecualian untuk Jeffrey yang merasakan kecanggungan tanpa seorang pun tahu.

Pikiran Jeffrey sedari tadi tak pada tempat di mana ia berada sekarang. Melanglang jauh memikirkan banyak perkara. Salah satunya perihal surel yang ia kirim kepada Mark dan Lucas di Italia sana. Jeffrey sudah mengeceknya siang tadi, tetapi tak satupun dari mereka Jeffrey dapatkan balasannya. Entah mereka begitu sibuk atau memang sudah tak bernyawa. Jeffrey tak menemukan keterangan pasti, sama halnya dengan Alice yang masih berusaha mencari keberadaan Mark dengan bantuan beberapa orang suruhannya.

"Terus menerus di rumah mungkin akan membuat kalian bosan. Bagaimana jika kalian menghabiskan waktu beberapa hari untuk pergi berlibur?"

"Berlibur?"

Dalam duduknya Rose membeo lirih saat mendengar saran dari Alice. Raut penuh semangat tertampil dari wajah Alice tatkala mengangguk. "Bagaimana menurutmu Jef—" Menggulirkan pandang pada sosok pria yang sedari tadi mengatup bibirnya rapat, wanita itu nyaris menyebut nama yang tidak seharusnya.

"—maksudku, Jaehyun?" Sepersekian sekon kemudian, Alice meralat.

Merasakan seluruh atensi tertuju padanya, Jeffrey yang sedari tadi tak terlalu mengikuti arus perbincangan pun menjadi sedikit kalap. "A-apanya?" Ia bak murid terbelakang yang kebingungan saat dilimpahi sebuah persoalan.

Alice menghembuskan napas perlahan seiring tangannya meletakan sepasang sumpit di atas meja. Kali ini, fokus matanya menyergap Jeffrey serius. "Begini, untuk membantu pemulihanmu dan Rose, aku menyarankan agar kalian menghabiskan waktu dengan berlibur. Mungkin satu atau dua minggu. Bagaimana menurutmu?"

Berlibur bersama Rose dalam waktu dekat sama sekali tak pernah terlintas di benak Jeffrey. Akalnya berperang aktif menimbang putusan. Mengurus Rose di rumah saja sudah membuat Jeffrey sedikit kepayahan. Ia tak bisa bayangkan bagaimana jadinya liburan mereka. Sepertinya Jeffrey tak akan menikmati itu.

"Entahlah. Aku tak tahu pasti apakah itu cukup membantu," jawabnya tenang setelah tak menemukan kepastian untuk menolak atau mengiyakan saran Alice. Namun seakan tak puas dengan jawaban Jeffrey, Alice bergulir memandang Rose dan bertanya, "Apa ada tempat yang ingin kau kunjungi, Rose?"

Gelengan pelan Rose berikan setelah beberapa detik berpikir. "Atau mungkin kau ingin melakukan sesuatu?" Alice kembali menanyai Rose yang nampak memilah jawaban sesaat. Perempuan itu tak punya keinginan untuk melakukan hal lain selain bersama suaminya setiap waktu. Cukup picisan memang. Maka, nyaris saja Rose berkata 'tidak ada'.

"Ski. Dia ingin mencobanya."

Namun, suara berat nan lembut Jeffrey mengudara lebih dulu. Menyeret Rose untuk menubrukan sepasang hazel jernihnya pada bola mata kelam Jeffrey di sana. Bukan apa-apa, Jeffrey hanya teringat ucapan Rose di kafe, pagi tadi.

"Ski? Kau benar-benar ingin mencobanya?" Alice memastikan. Raut keheranan tertampil jelas. Seumur hidup, Alice tahu Rose tak pernah sekalipun berdiri di atas papan ski. Saat kakek mereka mengajak pergi ke tempat ski, Rose hanya akan berakhir membuat boneka salju tanpa mencoba meluncuri timbunan es. Alasannya karena ia takut terjatuh dan terluka. Begitu klise.

SILHOUTTE: After A Minute [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang