29: Woman Black Dress

1.5K 343 138
                                    

CHAPTER 29
Woman Black Dress

[Playlist: O3ohn - Somewhere]

***

Tiada satupun bintang yang menaburi bentangan langit malam di atas sana. Hanya pekat bersama gemulung awan kehitaman yang tak memperkenankan rembulan membawa sinarnya teruntuk para manusia maha haus penerangan, atau teruntuk mereka yang tersesat sangat jauh dan terlupa jalan pulang.

Perempuan belia yang bersimpuh pada bagian paling sudut sebuah ruangan adalah salah satunya. Raga perempuan itu memang tak pergi ke manapun, tetapi jiwanya berkelana jauh menyusuri labirin masa lalu tak berbekal—barangkali—sebutir lentera maupun peta.

Benda-benda mati yang bergeletakan, keping-keping runcing gelas kaca yang malang, pula corak abstrak air di atas lantai yang nyaris tersamarkan. Mereka semua menyaksikan dalam diam atas bagaimana sang puan bisa berakhir kehilangan akal pikiran. Dinding-dinding memang senyap, tetapi kalian mesti tahu bahwa kesenyapan itu tak berlaku bagi sepasang telinganya yang seakan digemakan oleh suara tak kasat mata.

"Jung Jaehyun sudah mati. Suamimu sudah mati setahun yang lalu!!!"

"Bohong."

Bibir pucat itu gemetaran, ratusan kali merapal mantra mashyur bertajuk sangkal. Wajah terkacau bersembunyi di balik lengan yang tak seberapa besar. Kadang kala telapak digunakan untuk menutup indra pendengar agar mereka secepatnya tuli, kadang pula kesepuluh jemari menarik helaian surai kecoklatan nan berantakan.

"JUNG JAEHYUN MATI TENGGELAM DI DASAR DANAU!!!"

"Tidak. Itu tidak benar. Itu hanya mimpi."

Petualangan kelam tak juga usai, ia masih berjibaku dengan isi kepala yang tak tertata sebagaimana rasa. Momen atas tenggelamnya ia bersama seorang pria yang berupaya ia selamatkan, atas dirinya yang mencoba memberikan pertolongan pertama teruntuk tubuh beku di kala mereka sampai ke daratan, juga di kala dirinya meraungkan tangis dan berlarian di antara semak-semak liar menjulang tanpa menghiraukan kepalanya yang berdarah-darah hanya demi mencari bantuan, semua itu tiada henti berhamburan selayak potongan puzzle paling ruwet.

Hembusan angin meniup tirai jingga pembingkai kusen jendela yang daunnya terbuka, tak juga mengusik perempuan di sudut meski kehadiran mereka diboncengi hawa dingin yang begitu menusuk. Baru ketika semesta menyajikan hujan seperangkat dengan kilatan petir dan gemuruh geluduk yang memecah hening, sosoknya pun mulai bergerak menegakkan punggung.

Kini, nampak sepasang netra memerah berteman pelupuk yang senantiasa basah. Pandang dibuang keluar, lalu bergulir ke sekitar seiring dengan kesadaran yang merengkuh nalar lambat laun. Proyeksi sebuah pertengkaran beberapa waktu silam mulai membayang bagai film layar lebar.

"Jaehyun ...."

Satu nama diujar teramat pelan. Reka wajah rupawan dengan taburan kekecewaan membelai penglihatan. Kala menatap gelas kaca yang tak lagi berbentuk di ujung sana, ia mengingat bagaimana benda itu dilemparkan dan berakhir memberikan luka—bukan teruntuk dirinya, melainkan teruntuk pria yang kini tak lagi bisa ia indrai adanya.

Pria itu pergi menjauh dalam keadaan berdarah di wajah dan—mungkin—di hati. Sekarang, di luar sana hujan deras, pertanyaan di mana sosoknya bernaung kini membuahkan cemas tersendiri. Juga potensi jikalau pria itu tak kembali pulang membuat ketakutan berbondong mendekap perempuan yang kini mulai beranjak mencari-cari.

"Jaehyun, kamu di mana?"

Rose. Bersama lisan yang terus bertasbih lirih, ia mengayunkan tungkak ringkih menelusuri setiap sekat dalam hunian. Hampir saja, ia terhuyung saat menuruni anakan tangga jika jemarinya tak dengan sigap menggenggam erat tralis. Gusar kian tersemat nyata pada raut Rose kala tak menemukan 'Jaehyun-nya' di manapun. Penyesalan tak luput hadir menempati relung, sadar bahwa tak semestinya ia meminta laki-laki itu pergi sehebat apa pun mereka bertengkar.

SILHOUTTE: After A Minute [END]Where stories live. Discover now