LET ME TAKE YOU DANCING - Jason Derulo

167 32 0
                                    

Pull up, skrrt-skrrt on your body
Performin' just like my 'Rari
You're too fine
Need a ticket
I bet you taste expensive
Pouring up, up by the liter
If you keeping up you's a keeper
Tequila and vodka
Girl, you might be a problem

*****

"Em! Ya, ampun ... Tunggu!" teriak Baskara tidak jauh di belakang. Kuperhatikan langkahnya yang limbung sambil meremas bagian pinggang. Lelaki itu tampaknya kepayahan mengikuti lariku. "Bisa gelinding aku ke bawah, kalau cepat-cepat."

"Masih agak jauh ke bawah, Bas. Kita mesti lebih cepat, hari sudah siang."

Lelaki itu menarik kaos putihnya yang sudah basah oleh keringat dan mengelap bagian leher. "Ngajak kamu lari ternyata ide yang buruk—" Tiba-tiba, Baskara mengernyit dan berjongkok. "Aduh, Mak, perutku sakit!"

Kupikir, dia bercanda. Namun, setelah menunggu beberapa saat, wajah pucat dan peluh yang keluar sebesar biji jagung tak pelak buatku khawatir. "Kamu enggak pa-pa, Bas? Habis olah raga enggak boleh jongkok. Ayo, bangun!"

Selain karena alasan itu, Baskara yang jongkok sambil mengerang menarik perhatian pelalu-lalang yang mulai ramai menyongsong pagi.

Dia menengadah menatapku, kernyit di keningnya begitu dalam karena menahan sakit. "Bagian pinggang sini sakit banget, Em."

Aku menggeleng. "Tetap saja enggak boleh." Kuembuskan napas panjang, apa yang dialami Baskara lazim terjadi jika seseorang belum terbiasa melakukan olah raga lari. Rasa bersalah, mau tidak mau, mendorongku menawarkan diri. "Sini, kupapah."

Seharusnya, aku tidak mengiyakan ajakannya untuk keluar dan olah raga. Kupikir, sebagai penghuni dataran miring, dia lebih kuat dariku. Ternyata, tidak. Dia melingkarkan tangan di bahu, sementara aku menahan pinggangnya. Perlahan, kami berjalan turun, sebentar-sebentar kudengar tarikan napas yang menahan sakit.

Sampai di kafe, Baskara membiarkanku masuk, sementara dia terus berjalan tertatih lalu hilang di balik pintu belakang. Tidak ada pesan atau apapun darinya sebelum pergi, jadi aku terus menunggu hingga setengah jam berlalu.

"Mbak Lia!" Aku terlonjak di tempat melihat siapa yang datang. "Wah, pagi banget! Baskara di mana?" tanya Jono.

"Dia tadi sakit perut, terus langsung ke belakang, tapi sudah lama belum keluar juga. Boleh tolong liatin enggak, Mas Jon, apa dia baik-baik aja?"

"Maksudnya dia ke bawah itu, ke kamarnya?" tanya Jono sambil memasukkan jaket dan helmnya ke bawah counter. Aku mengangkat bahu tanda tidak tahu. "Oh, oke. Aku liatin."

Lelaki itu menyusul ke arah di mana Baskara menghilang. Tidak lama kemudian, dia kembali.

"Baskara bilang dia cuma butuh tidur," terang Jono ketika sudah berada di balik counter lagi. Baru saja merasa lega, Jono kembali bertanya di tengah kesibukannya mengelap meja. "Tapi, mukanya kenapa pucat gitu, ya? Tadi habis ngapain?"

"Hm ... dia ngajak lari pagi—"

"Baskara olah raga?" potong Jono, lalu terkekeh. "Sori-sori, terus?"

"Aku enggak tahu kalau dia enggak kuat lari." Sekarang, lelaki kurus itu menyeringai sangat lebar seolah senang rekan kerjanya sakit. "Mas Jon, ini bukan bercandaan. Menurut kamu, Baskara baik-baik saja, enggak? Apa perlu ke dokter? Boleh ... boleh aku lihat?"

Jono berhenti mengelap. Tatapannya menimbang, sebelum akhirnya dia mengangkat bahu dan menjawab, "Masuk aja. Tapi, please, jangan dibangunin. Sama, hati-hati agak gelap."

KOMPILASI LAGU SEMUSIMWo Geschichten leben. Entdecke jetzt