SOMEDAY - One Republic

134 37 3
                                    

I took a chance, took a turn

Took a dive, and it led to you

So many times that I wish

We could be anywhere but here

So many times that I wish

I could see what you see so clear, so clear


*****

Aku tidak menunggunya dan memilih pergi dari hingar bingar di sekitar panggung menuju toilet perempuan hanya untuk mengasingkan diri sampai acara selesai. Namun, ketika membuka pintu, aku terkejut menemukan anak bungsu Ibu Djatmiko ada di sana. 

Perempuan ayu itu tidak sedang menggunakan toilet ataupun mematut diri di depan cermin, ketika pandangannya terangkat matanya yang basah menatapku penuh kesedihan. Sementara di sampingnya, dua orang perempuan yang tidak kukenal tampak memberi penghiburan.

Kupaksakan seulas senyum canggung padanya, lalu berlalu dan masuk ke salah satu toilet. Seperti kebanyakan perempuan, aku mencoba mencuri dengar apa yang membuat artis pendatang baru itu menangis, tapi tidak terdengar apa pun selain bersitan hidung dan gumam penghiburan yang tidak jelas.

Tidak lama kemudian, terdengar pintu toilet terbuka dan tertutup. Aku menunggu jika ada orang lain yang juga masuk ke dalam toilet, tapi sepertinya tidak ada. Mungkinkah Lia dan sahabatnya sudah pergi? 

"Mbak Lia ...." Aku memejamkan mata mendengar suara lirih yang memanggil namaku. "I-ini Amalia. Bo-boleh aku bicara sama Mbak Lia?" tanyanya sambil menahan isakan.

"Sebentar." Kutarik napas panjang, pura-pura berberes, dan menekan tombol air siraman agar dia tidak curiga jika aku barusan mencoba menguping. 

Begitu membuka pintu, pandanganku langsung bertemu dengan tatapan Lia. Perempuan yang tadi tampak begitu cantik dan anggun berjalan di belakang ibu dan saudaranya, kini tampak kuyu.

"Ka-kamu enggak pa-pa?" tanyaku hati-hati. Bagaimana tidak, penampilan perempuan itu berubah 180 derajat hanya dalam beberapa menit. Riasan matanya luntur dan membuat bercak hitam di pipinya. Hidungnya yang merah kembang kempis berusaha menahan emosi.

Amalia maju dan tiba-tiba memelukku. "Aku mohon ... Mbak Lia jangan ambil Mas Baskara. Mas Baskara sudah milik aku dari kecil. A-aku mohon, Mbak." Tubuh rampingnya berguncang ketika dia kembali menangis sejadinya.

Aku tidak tahu harus berkata apa saat ini, suasananya terlalu canggung. Dan, apa maksudnya Baskara adalah miliknya sejak kecil? Lelaki itu tidak pernah mengatakan apa pun mengenai masa kecilnya.

Mungkin Lia juga merasa canggung karenanya dia menarik diri. Sekarang, rambut indahnya sedikit berantakan karena pelukan tadi, tapi perempuan itu terlihat tidak peduli. Dia bahkan mengelap matanya dengan tisu lecek dalam genggaman yang hanya membuat riasan wajahnya bertambah rusak.

"Mas Baskara sudah dijodohkan sama aku dari kecil. Ta-tapi dia selalu memilih perempuan lain. Mas enggak lihat kalau perempuan mana pun yang dia pilih selalu pergi. Pada akhirnya, cuma aku yang selalu ada, tapi dia enggak menghargai aku. Jadi, aku minta tolong, Mbak ... Tolong pergi."

"Apa ... apa tidak ada laki-laki lain yang suka sama kamu, Li? Menurutku, kamu sangat cantik dan sukses."

Dia menggeleng. "Aku enggak mau laki-laki lain, Mbak. Aku maunya nikah sama Mas Baskara!"

KOMPILASI LAGU SEMUSIMWhere stories live. Discover now