HEAD & HEART - Joel Corry

157 35 10
                                    

Oh my God, oh my God
This feeling's just begun
I'm saying things I've never said
Doing things I've never done

Feeling feelings I feel about us
Try to fight it but it's never enough

My heart is certain
It's more than a crush
'Cause I'm frozen in motion
And my head tells me to stop


*****


JOHN

[Good morning, Em. How are you?]

[Rasanya udah lama kamu enggak reply WhatsApp aku dengan cerita. Kemarin malam, aku sempetin scroll ke atas dan jawaban kamu selalu: oke, hati-hati di jalan. Atau, love you too. Atau cuma, miss you.]

[Aku harap, kamu enggak mikir macam-macam tentang aku di sini. I don't think I should say this but: kalau ada apa-apa, you can always tell me. I really can't wait to go home. Aku cinta kamu.]


Kuletakkan telepon genggam di atas meja lalu menggosok wajah hingga panas untuk mengusir pikiran yang kusut. Sementara di depanku, awah gelap yang bergelayut dan hujan yang mendera jendela kamarku menambah kalut perasaan.

Baru kali ini pesan singkat John tidak menceritakan dia di mana, sedang apa, dan dengan siapa. Hal yang sudah muak kubaca berulang kali.

Ya, Tuhan ... aku merindukan John ketika dia sedang tidak dikuasai oleh ambisinya, seperti waktu kami masih sepasang kekasih. Perhatiannya padaku seperti payung meneduhkan hujan. Seperti pelukan tidak kasat mata yang membuai.

Ada banyak hal yang ingin kuceritakan padanya, tapi percuma. John tidak mengenal ibuku atau Mas Wijaya, dia juga tidak juga mengenal si Mbok. Cerita tentang Baskara tentunya akan mendatangkan salah paham. Aku tidak tahu harus membalas apa, semua aksara seperti tidak berarti lagi.

Setelah memikirkan masak-masak, aku membalas pesan singkat John:

ME

[Hi, John. I'm fine.]

[Enggak ada hal menarik untuk diceritakan kalau kamu tinggal di gunung selain pemandangannya bagus, udaranya sejuk saat musim hujan gini. Tapi, semua enggak ada artinya kalau kamu enggak di sini.]

[Cepatlah pulang. I love you.]


Selesai membalas, kusambungkan telepon genggam ke pengisi daya dan meninggalkannya di sudut meja. Kemudian, penaku lanjut menari di atas lembaran kertas, melanjutkan outline naskah baru yang sedang kukerjakan.

Biasanya, subuh-subuh si Mbok sudah bangun, tapi sudah lewat hampir satu jam di luar kamar tidak juga terdengar suara. Sepulang dari kafe kemarin, aku ingin meminta maaf atas kelakuanku selama empat hari terakhir. Namun, aku tidak menemukan si Mbok di ruang tengah. Bisa jadi dia kelelahan karena mengerjakan tugas rumah sendirian dan memutuskan untuk beristirahat lebih pagi.

Denting gelas yang terdengar dari luar kamar menarik perhatianku. Lekas-lekas aku beranjak keluar dan menemukan sosoknya di dapur sedang bersenandung sambil mencuci piring. Di sampingnya, panci berisi air sedang dipanaskan.

"Mbok," sapaku, ketika jarak dengannya hanya terpisah beberapa langkah.

Perempuan itu tampak terkejut. Manik matanya yang hitam dengan bayangan kelabu membelalak menatapku. "Eh, Lia? Bangunnya pagi sekali."

Kulayangkan seulas senyum untuk mencairkan suasana. "Tidurnya enggak nyenyak, Mbok. Sini, biar aku saja yang cuci." Tanpa menunggu persetujuannya, aku menggeser posisiku untuk mengambil alih tugas si Mbok.

KOMPILASI LAGU SEMUSIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang