COMETHRU - Jeremy Zucker

173 38 6
                                    

I'm trying to realize
It's alright to not be fine
On your own

Now I'm shaking, drinking all this coffee
These last few weeks have been exhausting
I'm lost in my imagination
And there's one thing that I need from you
Can you come through

*****

ME

[Ok, John, aku ngerti. Aku enggak cemburu, kok, jangan khawatir. Have a great Monday in Italy, can't wait to see you.]

Pada akhirnya, aku hanya mengetik apapun yang ingin dibaca John, untuk menyudahi percakapan. Padahal dalam hati, aku ingin bertanya padanya: kapan pulang? Bukan karena bosan di Yogyakarta, tapi ... aku cemburu.

Penerjemah yang kata John disewa atasannya, sekarang ikut travel dengan mereka ke Italia. John beralasan, perempuan berambut cokelat itu bisa Bahasa Italia juga. Jadi, daripada menyewa jasa penerjemah baru, mereka memperpanjang kontrak dengan Bella.

Tidak ada kata yang bisa kuketik lebih panjang karena pada akhirnya John akan meminta pengertianku. Dan, meskipun aku sangat ingin marah, tidak ada yang bisa kulakukan karena perbedaan jarak dan waktu.

Aku harap, John masih ingat jelas sumpah pernikahan kami dan tidak melakukan hal buruk yang berlangsung dalam pikiranku, setiap kali membayangkan foto mereka bertiga.

Kuperiksa tanda waktu pada ponsel sebelum memasukkan benda itu kembali dalam laci. Pukul 07.00. Sudah lewat dua jam, matahari sudah benderang, tapi Baskara belum juga muncul.

Di luar, si Mbok sedang menyapu halaman sambil bersenandung. Di sampingnya, sebuah bakul berisi pakaian baru dicuci menunggu untuk dijemur. Percuma menunggu lelaki itu lebih lama. Aku segera berganti pakaian dengan kaos dan jeans tiga per empat, lalu keluar untuk membantu Mbok Ratih dengan pekerjaan rumahnya.

"Mbok, sini kubantu!" seruku dari mulut pintu.

Melihatku yang mendekat, sosok renta itu berhenti bersenandung dan bertanya, "Mas Baskara enggak dateng?"

Aku mendengkus. "Enggak tahu. Kalau dateng pun percuma, sudah kesiangan."

"Kamu marah, Li?"

"Enggak," ketusku sambil mengangkat bakul yang ternyata cukup berat.

Mbok Ratih berdecak. "Kalau marah, kesel, ya, bilang. Jangan enggak-enggak terus, siapa yang bisa tahu perasaan kamu?"

"Enggak perlu ada yang tahu gimana perasaanku, Mbok. Aku ini orang yang paling enggak penting di dunia! Enggak ada yang peduli apa yang aku rasain!" sergahku dengan nada tinggi, dadaku serasa akan meledak dengan emosi.

Sebelum mulai histeris, aku memutuskan untuk pergi dari hadapan si Mbok. "Aku jemur baju dulu di belakang."

"Nanti kalau Mas Baskara dateng, Mbok marahin," kata si Mbok dari belakang.

Aku memilih diam dan meneruskan langkah ke halaman belakang. Baru setengah bakul tersampir di tali jemuran, suara seorang lelaki buatku menghentikan kesibukan. Tidak perlu menengok, aku tahu Baskara datang.

"Em, sibuk?"

"Enggak," sinisku. Aku meliriknya sebentar, lalu lanjut menjepit beberapa pakaian yang sudah dibentangkan di atas tali.

KOMPILASI LAGU SEMUSIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang