UNHOLY - Sam Smith

233 45 14
                                    

A lucky, lucky girl
She got married to a boy like you
She'd kick you out if she ever, ever knew
'Bout all the ... you tell me that you do


*****


Begitu lift terbuka di lobi hotel, Jhon sudah berdiri di depanku. Ekspresi wajah keras dengan kerutan di antara alis menandakan kejengkelannya atas sikapku barusan. Itu dipertegas dengan ketidakpeduliannya bahwa ada tamu lain yang mengantre di belakang. Tanpa sepatah kata pun, dia mencekal bagian siku dan menarikku agar mengikuti langkahnya. 

"Lepaskan aku, Jhon," desisku tajam sambil berusaha melepaskan cengkeramannya. 

Alih-alih menoleh, suamiku mempererat cengkeraman tangannya. Aku meringis. Tidak ingin membuat kekacauan di lobi yang tenang, kuputuskan untuk mengikuti dan membuat perhitungan dengannya nanti.

Kami melintasi meja resepsionis panjang yang dilapisi batu quartz menyala. Biasanya, aku selalu mengagumi interior yang mewah dan megah, tetapi malam ini bahkan lampu hias nan indah yang menggantung dari langit-langit tinggi dan menyirami lobi dengan warna keemasan sama sekali tidak mampu menarik perhatianku.

Jhon membuka sebuah pintu berpelitur indah. Pemandangan langit malam yang cerah dengan taburan bintang segera menyambutku. Aku terpana, untuk sedetik rasanya seolah kembali ke Gunung Gambar, tetapi tarikan tangan Jhon dalam sekejap membuatku kembali ke alam nyata.

Kami lanjut berjalan melewati beberapa meja kayu berpayung dan dua pasangan yang sedang asik bercengkerama. Alunan suara musik yang terdengar menarik perhatianku pada hamparan warna biru kolam renang hotel di bawah sana. 

Jhon menghentikan langkahnya di salah satu sudut balkon yang temaram. Sementara kedua tangannya mengurungku yang sudah tersudut, matanya berkilat dengan amarah. "Sudah kubilang dari dulu, jangan pernah pergi saat kita berdebat, Em. Aku enggak suka. Aku mau kita selesaikan sekarang juga."  Rahangku terkatup erat ketika dia bicara. "Aku minta maaf jika kamu tersinggung, tapi sulit membedakan apakah kamu serius atau--"

Aku masih menunggu dia meneruskan kalimatnya, tapi tidak ada. Keheningan yang diwarnai suara musik sayup-sayup dari lantai dasar membuatku balas menantangnya, "Atau apa? Apa kamu pikir karena aku penulis, aku mengkhayalkan banyak hal? Termasuk riwayatku sendiri?"

Jhon tidak menjawab, embusan napas panjangnya membuatku yakin jika tebakanku benar. Air mataku mulai merebak mendapati kenyataan itu. Tidak kusangka itu adalah isi pikirannya selama ini. Apakah Jhon berpikir aku gila? Penderita psikosis yang sedang berhalusinasi?

"Baik sebelum dan sesudah menikah, aku enggak pernah tahu riwayat lengkap kamu, Em. Aku enggak pernah lihat Ibu kamu yang katanya dokter. Kakak kamu yang hadir di pernikahan saja baru aku kenal sehari sebelum kita menikah. Tapi jujur, aku enggak peduli. Persetan dengan keluarga kamu. Persetan dengan riwayat kamu. Aku enggak peduli meskipun kamu lahir dari batu. Aku cinta sama kamu, ngerti?"

"Bohong!" desisku sambil berusaha menahan air mata. Untuk sekali saja, aku tidak ingin terlihat cengeng. Untuk sekali saja, aku ingin mencurahkan kekesalanku dengan tuntas.

"Sejak masuk ke kamar, kamu sama sekali enggak tanya gimana kabarku? Kamu enggak tanya, apa saja yang aku lakukan selama berbulan-bulan dan apakah aku menikmati waktuku? Kamu enggak peduli sama sekali apakah aku bahagia atau enggak, dan kamu bilang cinta?"

"Em ...." Jhon menarikku dalam pelukannya dan air mataku tidak terbendung lagi.

Meskipun sulit berbicara di tengah isakan, aku meneruskan kalimatku. Jika Jhon ingin menyelesaikannya sekarang, maka itu yang akan dia dapatkan. 

KOMPILASI LAGU SEMUSIMWhere stories live. Discover now