DEAR FUTURE HUSBAND - Meghan Trainor

220 41 1
                                    

Dear future husband, Here's a few things
You'll need to know if you wanna be
My one and only all my life


*****


Mataku menatap nanar, tanganku gemetar membaca pesan Jhon. "Goodbye, Em," tulisnya di WhatsApp. Ini tidak mungkin, aku ... aku pasti bermimpi! Tubuhku membeku, aku takut bergerak. Takut akan hancur berkeping-keping.

Aku tidak mengerti di mana salahku? Semua yang di minta Jhon selalu kupenuhi, aku bahkah memendam semua rasa yang seharusnya kuungkapkan sebagai istrinya. Keberatanku, penderitaanku, kesepianku, dan rasa marah—yang terpendam, sekarang semua seperti bangkai yang mengambang ke permukaan.

Air mata mulai mengalir satu per satu saat membaca ulang pesan Jhon. "Aku tahu, kamu tidak Bahagia denganku selama ini, Em. So, lima bulan kepergianku, kumanfaatkan untuk memikirkan ulang mengenai kita. And ... I have decided to let you go. Goodbye, Em."

Tidak ada alasan yang dikatakannya membentuk tanda tanya besar di kepalaku. Apakah Jhon berselingkuh? Apakah dengan penerjemah siapa itu yang namanya bahkan tidak bisa kuingat? Apakah karena aku tidak bisa mengandung anaknya?

Tiba-tiba saja, aku merasa seperti barang rongsok. Pikiran itu seperti tamparan keras pada wajahku, dan aku mulai menangis tersedu-sedu.

"Jangan nangis, Em—" suara begitu lembut membuat hatiku remuk redam, tangisku semakin menyesakkan. "Jangan nangis." Sentuhan lembut pada sudut mataku terasa nyata dan menyentak kesadaranku. 

Saat itu, aku sadar, kepergian Jhon adalah mimpi.

Senyum tipis yang menyambut saat kubuka mata hampir saja membuat aku pingsan. Jantungku berdebar cepat, tubuhku refleks beringsut ke sudut ranjang untuk memberi jarak pandang dan menghidari kedekatan yang terlalu intim.

"Ya, ampun, Baskara—" kataku sambil mengatur napas yang memburu.

Cahaya matahari yang belum turun memperlihatkan senyum semringah bak malaikat yang seharusnya membuat jantung perempuan berdesir, bukannya membuatku kesal seperti saat ini.

"Sudah jam lima sore, Em. Acara mulai jam tujuh nanti." Lelaki yang duduk di atas lantai itu lalu menopangkan dagunya di atas ranjang dan menatapku dengan rasa prihatin. "Are you okay, Em?"

Kuusap wajah dan baru sadar jika aku ternyata benar-benar menangis tadi. "Ya ... cuma mimpi." Kuabaikan tatapan matanya yang penuh rasa ingin tahu dan memilih mengalihkan pembicaraan. "Ke mana Kana dan Kemala? Kenapa bukan mereka yang bangunin?"

Baskara terkekeh. "Mereka justru suruh aku bangunin kamu. Tadi siang ... cerita apa saja sama si kembar?"

Kupejamkan mata, mencoba mengingat. Mimpi buruk dan bangun dengan rasa terkejut buatku membutuhkan waktu untuk mengulang yang telah terjadi. Ketika ingatanku kembali, aku menyeringai dan menjawab, "Aku ... enggak ingat."

"Yang benar?" Baskara menegakkan duduknya, keningnya mengernyit begitu dalam. "Really?"

Aku mengangguk. Tidak mungkin kuceritakan jika aku sudah tahu masa lalunya dengan perempuan yang dia rangkul dalam bingkai. "Benaran, aku enggak ingat. Memangnya kenapa?"

Lelaki itu menggigit bibirnya, seolah mempertimbangkan untuk bicara.

"Ada apa, sih, Bas?"

Dia berdecak, lalu memutar duduknya membelakangiku. "Si kembar tadi hmmm ... suruh aku melamar kamu malam ini juga."

KOMPILASI LAGU SEMUSIMWhere stories live. Discover now