IF YOU'RE NOT THE ONE - Daniel Bedingfield

159 36 6
                                    

'Cause I miss you, body and soul so strong that it takes my breath away
And I breathe you into my heart and pray for the strength to stand today
'Cause I love you, whether it's wrong or right
And though I can't be with you tonight
You know my heart is by your side


*****


Esoknya, dari pagi hingga siang aku membereskan pakaian dan barang-barang yang akan dibawa pulang. Beberapa pakaian sengaja kutinggalkan di lemari. Siapa tahu, aku bisa kembali lagi kemari suatu hari. Isi koperku bisa dibilang jauh lebih sedikit dari pada saat tiba, tapi karena si Mbok menjejalkan ramuan jamu untuk kesuburan dan beberapa kilo buah mangga hasil dari kebun di belakang, sekarang isinya kembali penuh.

"Jangan ditaruh di luar koper, Li, nanti mangganya ketinggalan."

"Iya, jangan khawatir, Mbok, nanti aku masukkan ke koper. Lagian ini banyak banget, berat aku tenteng-tenteng ke Jakarta."

Si Mbok berdecak kesal. "Enggak ada mangga di Jakarta yang semanis itu. Jangan dikasih orang, loh, ya. Awas!" Ancaman si Mbok kujawab dengan seringai lebar.

Hari masih jauh dari pukul 19.00, tapi aku sudah keluar rumah Eyang menuju ke Kafe Bujang. Tidak sulit menyeludupkan beberapa buah mangga dalam kantong plastik hitam, Mbokku yang baik hati bahkan tidak banyak bertanya mengenai apa yang kubawa atau ke mana aku pergi.

Lembayung tua langit sore menemani langkahku menyusuri jalan menurun ke bangunan mungil bercat kuning. Udara hari ini terasa lebih sejuk dan angin berembus kencang, meskipun begitu aku berdoa dalam hati semoga hari ini tidak turun hujan karena tidak membawa payung.

Kakiku berhenti di seberang kafe, tepat saat lampu terakhir dimatikan. Jendela besar di depan bangunan sekarang tampak seperti lubang hitam menganga. Aku mengernyit, seharusnya masih sekitar satu jam lagi sebelum jam operasional kafe berakhir. Apakah Baskara sengaja menutup kafe untuk acara makan malam kami?

Dua sosok manusia kemudian keluar dari pintu. Aku mengenali mereka, Jono dan Kinarsih. Lekas aku berlari menyeberang jalan untuk menghampiri mereka. "Jon, baru jam berapa sudah tutup?"

Lelaki kurus yang tadi sibuk memasang gerendel baru membuka mulutnya, tapi Kinarsih duluan menjawabku, "Hari ini agak sepi, jadi Mas Baskara bilang tutup saja, Mbak." Keterangan perempuan itu memberikan rasa lega. 

"Mbak Lia mau ketemu Baskara, ya?" Aku mengangguk menjawab pertanyaan si barista kafe. "Dia lagi uring-uringan beberapa hari ini. Anu ... rohnya kayak enggak di badan. Ya, 'kan?" kata Jono sambil menyenggol bahu Kinarsih.

"Iya, Mbak, betul. Mas Baskara suka berdiri bengong begitu, pandangannya kosong. Kayak ada masalah, tapi dia enggak cerita apa-apa," sambung Kinarsih.

Kedua orang itu lalu saling bertatapan sebelum Jono kembali membuka suara. "Yo, wes, Mbak Lia, kami pamit pulang dulu. Kalau nanti sudah ketemu Baskara, tolong dinasihatin saja. Siapa tahu dia maunya cerita sama Mbak Lia seorang."

Kuanggukkan kepala dan tersenyum untuk menenangkan wajah-wajah khawatir di depanku. Aku tidak tahu apakah Baskara mau bercerita jika ada masalah, lelaki itu cenderung menyelesaikan masalah orang lain ketimbang menjabarkan masalahnya sendiri. Setelah berpamitan, kedua orang itu berpisah jalan di depan kafe dan meninggalkanku seorang diri.

Lampu jalan mulai menyala memudahkan jalanku menuju belakang kafe melalui setapak yang sedikit curam. Teras kamarnya yang sepi, jadi aku langsung menuju pintu dan mengetuknya. 

"Bas," panggilku beberapa kali. 

Setelah menunggu dan tidak ada jawaban, kuputar knob pintu yang ternyata tidak terkunci dan masuk. Apa yang kulihat di dalam membuatku terpana, Baskara telah mengatur tatanan kamarnya sedemikian rupa untuk acara malam ini. 

KOMPILASI LAGU SEMUSIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang