LET HER GO - Passanger

127 33 3
                                    

You see her when you close your eyes
Maybe one day you'll understand why
Everything you touch surely dies

'Cause you only need the light when it's burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you've let her go

*****

Hari masih subuh saat mataku terbuka nyalang. Sungguh mengejutkan, kemarin malam aku tertidur nyenyak. Menggosok wajah, aku berusaha mengusir semringah yang muncul dalam pikiran tetapi gagal. 

Pertemuan bibir dengan Baskara serasa mimpi. Seharusnya aku menghindar atau mendorong dia menjauh, tapi tidak. Seperti gadis ingusan aku membiarkannya menciumku. Pagutannya tidak menuntut, tidak terburu-buru, ringan seperti bulu angsa. 

Dan ketika aku membalasnya, lelaki itu terkekeh ringan. "Kemarin, kupikir aku mencintaimu. Aku salah. Aku sangat mencintaimu, Em," katanya di sela tautan bibir kami.

Bintang-bintang di matanya bersinar lebih cerah ketika Baskara menjauhkan diri. Jemarinya menyapu halus pipiku sambil dia berkata, "Aku suka kamu yang merona kayak gini, bukan wajah pucat seperti pertama kali masuk ke kafe. Suka mata kamu yang nanar dengan kebahagiaan, bukan karena rasa sedih. Aku suka kamu ...." Baskara memajukan lagi tubuhnya dan menciumku. 

Kupejamkan mata, mengingat kembali rasa bibir yang membuat kepayang. Saat itu, seluruh dunia seolah menghilang tapi aku tidak takut sama sekali karena dia di sini. Aku seperti pelaut yang melihat bintang utaranya bersinar.

Apakah aku menciumnya dengan benar? Apakah Baskara juga menikmatinya? Rasa khawatir membuatku jantungku berdebar dan mataku kembali terbuka.

Semringah Baskara yang muncul dalam pikiran segera memupuskan semua ketakutanku. "Senyum kamu indah sekali. Apakah ujung pelangimu sudah kelihatan?" tanyanya kemarin.

Aku segera mengulum bibir, malu karena kedapatan sedang tersenyum. "Aku tidak tahu." 

Sungguh aku tidak tahu apakah ini yang dinamakan bahagia, yang jelas belum pernah kurasakan sesuatu seperti ini. Mata cokelat yang menatapku sekarang begitu teduh dan memberikan kedamaian. Senyumnya membuat duniaku yang gelap menjadi cerah. Saat ini, rasanya aku ingin memelesat dan menjadi salah satu bintang yang berkerlip dalam matanya.

Baskara mengantarku pulang lebih cepat karena udara menjelang malam semakin kencang. Benar saja, malam kemarin hujan turun dengan lebat beberapa jam setelah aku sampai di rumah Eyang.

Kutarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Rasanya, aku bisa mengulang kejadian kemarin berkali-kali hingga pagi menjelang dan merasakan diriku meleleh seperti mentega dalam wajan panas. 

Ya, Tuhan ... pikiran macam apa itu? Aku bukan lagi anak SMA yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta, jadi tidak sepatutnya seperti ini. Kuurut wajahku dengan kesal. Bagaimana aku harus bersikap jika bertemu dengan Baskara lagi? Setelah ciuman kemarin, semuanya tidak akan lagi sama.

Getar telepon genggam mengalihkan perhatianku. Kubiarkan hingga beberapa waktu sebelum akhirnya bangkit dan memeriksa beberapa pesan masuk.

--------------------------------------------------

Jhon: 

Good morning, Darling. Aku tahu ini masih pagi dan kamu mungkin masih dalam mimpi. Lusa aku berangkat, tapi karena enggak ada pesawat direct ke Yogyakarta jadi mau enggak mau harus transit dulu. Perkiraan, aku sampai Hotel Tentrem hari Rabu sore. Anything you want from Poland? Just text me, okay, let me know. I love you.

KOMPILASI LAGU SEMUSIMWhere stories live. Discover now