GIRLS LIKE YOU - Maroon 5

146 38 6
                                    

Spent 24 hours
I need more hours with you
You spent the weekend
Getting even, ooh ooh
We spent the late nights
Making things right, between us
But now it's all good baby
Roll that Backwood baby
And play me close

'Cause girls like you
Run around with guys like me
'Til sundown, when I come through
I need a girl like you, yeah yeah


*****


Esoknya, aku menolak pergi ke Malioboro sesuai rencana dan minta secepatnya dipulangkan ke Gunung Gambar. Berbagai argumen sudah kusampaikan pada Baskara hingga akhirnya lelaki itu berkata, "Kalau kamu enggak mau pergi, kamu yang bilang ke Mama. Aku enggak tega, Em."

Baik, kalau itu maunya. Apa susahnya meminta izin pulang? Aku bisa beralasan sakit atau si Mbok tidak mengizinkanku tinggal lebih lama. Namun, begitu menjejakkan kaki di lantai bawah, tiga orang perempuan mengangkat pandangannya ke arahku.

"Li, belum siap? Oh, kalau masih perlu waktu buat dandan enggak pa-pa, Tante tungguin. Sekalian, Tante juga lagi nulisin apa-apa saja yang perlu dibeli untuk oleh-oleh Tante Marni," kata perempuan paruh baya yang sudah tampak cantik dalam kemeja panjang yang sedang tren.

Si kembar yang duduk di sofa tidak jauh dari Ibunda Baskara mengangguk menyetujui, lalu perhatian mereka kembali ke layar ponsel. Keduanya juga sudah tampak rapi dalam kaos dan jeans.

"Oh, o-oke. Tunggu sebentar, ya, Tante." Tatapan tulus perempuan itu mendorongku kembali berlari ke kamar dan meminta Baskara keluar agar bisa berganti pakaian. Satu hari ini saja lalu selesai, batinku. 

Tiga puluh menit kemudian, kami tiba di Malioboro.

Pukul 16.00, jalan di sepanjang Malioboro sudah ramai dengan pengunjung baik rombongan turis maupun masyarakat lokal. Mungkin, karena itu Baskara memarkir mobilnya agak jauh dan berjalan kaki menuju pusat keramaian.

"Semoga enggak hujan," gumam Baskara sambil melihat langit hitam dengan rona merah. Sesekali kilat berbayang di balik awan. 

Semoga tidak hujan, batinku, mengulang kalimat Baskara karena tidak ada payung di mobil. Satu-satunya yang bisa kubuat berteduh jika hujan adalah tas jinjing kecil yang tersampir di pundak.

Jujur, aku terkejut betapa berbedanya Malioboro dulu dan sekarang. Dari bawah papan petunjuk yang bertuliskan "Jalan Malioboro", aku terkesima memandang lampu-lampu jalanan yang berbaris rapi di pinggir trotoar dan bangku-bangku taman dipasang berjarak untuk istirahat. Area ini sudah jauh lebih modern.

Semilir musik jalanan khas terdengar sayup di telinga, tumpang tindih dengan teriakan pedagang kios dan kaki lima yang menjajakan barang dagangan. Walaupun suasana dulu dan sekarang sangat jauh berbeda, tapi pesona jalan ini tak pernah pudar oleh jaman.

Tanpa izin, si kembar langsung memisahkan diri. Kakak lelaki mereka sampai harus berteriak agar adik-adiknya tetap berada di sekitar kami, tetapi terlambat. Keduanya menyusup di tengah keramaian dan menghilang ke dalam salah satu toko yang berjarak hanya beberapa meter dari kami. 

"Ya, Tuhan ... kenapa anak-anak sekarang enggak menghormati orang yang lebih tua?" 

Aku terkekeh mendengar Baskara menggerutu. "Sepertinya, si kembar sudah hafal daerah ini, jadi mereka enggak mungkin hilang."

"Ini seharusnya jadi family time. Kita harusnya jalan sama-sama sambil menikmati suasana kota. Lagian, aku enggak takut mereka hilang, Em. Si kembar selalu kembali, entah bagaimana caranya. Tapi kamu--" Tangan lelaki itu menggenggam jemariku dengan lembut. "Aku enggak mau kamu sampai hilang."

KOMPILASI LAGU SEMUSIMWhere stories live. Discover now