40

6.6K 944 51
                                    

Cinta memandangi ruang perinatologi yang dipisahkan oleh lorong dengan ruang bidan milik VK. Bu Asih, ibu daei bayi anenchepaly itu mengunjungi anaknya. Dia mengantarkan ASI lalu menyapa anaknya dari balik kaca. Dia mencoba tersenyum meski sesekali air matanya lolos. Bayi itu diberi nama Aila. Jangankan tempurung kepala, bayi itu bahkan tak punya mata. Hidungnya hanya berupa lubang kecil tanpa tulang. Dia tak dapat minum tanpa sonde yang terpasang di hidungnya. Cinta berkaca-kaca melihat sang ibu yang tetap mengajak bicara anaknya dari balik kaca. Bagaimana pun itu adalah anak yang telah dia kandung selama sembilan bulan.

"Menurut Dokter apa Aila bisa tumbuh besar?" tanya Cinta.

Rangga yang duduk di samping Cinta terdiam dan ikut menoleh ke ruang perinatologi, di mana sosok Bu Asih terlihat jelas. "Tidak. Kebanyakan yang seperti dia sudah mati saat masih dalam kandungan. Apalagi Aila juga punya kelainan pada katup jantungnya. Dia tidak akan hidup lebih dari satu minggu."

Rangga menunduk dan kembali membaca rekam medis pasien di hadapannya. "Tapi ada satu kasus di Colorado, Amerika, bayi anenchepaly bisa bertahan sampai usia tiga tahun dan meninggal karena infeksi paru," tambah Rangga.

Cinta memandang Bu Asih dengan sendu. Dia tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Bu Asih. Wanita itu pasti sangat menderita. Rangga diam-diam melirik cewek itu. Berkat Cinta, dia bisa mendiagnosis lebih awal tentang kasus anenchepaly yang dialami Aila. Walaupun secara teori Cinta lemah, gadis itu memiliki kepekaan yang baik. Dia tidak terlalu buruk.

"Apa penyebab anenchepaly itu, Dokter?" tanya Cinta sembari menoleh pada Rangga.

Rangga buru-buru buang muka. Ketahuan mengamati wajah wajah Cinta membuatnya jadi merasa jengah.

"Kamu mau aku beri tugas paper dengan topik anenchepaly?" Rangga malah balik bertanya dengan nada datar untuk menyembunyikan rasa gugupnya.

Cinta mengerucutkan bibirnya. Dasar tidak berperikemanusiaan!

"Dokter lupa dengan kesepakatan kita?" tegur Cinta.

"Baca buku sana! Mbah Google juga tahu. Mahasiswa itu harus aktif belajar bukan hanya menuntut penjelasan dari pembimbing saja!" ketus Rangga.

Dasar pelit ilmu! Jawab aja kenapa sih! Cinta mendengus dengan kesal, tetapi tentu saja dia tak berani menyuarakan kejengkelannya itu. Yah, memberi tugas paper seperti itu memang ciri khas Rangga. Dia pernah melihat para koas juga kelabakan karena diberi tugas paper oleh Rangga karena tak bisa menjawab pertanyaan darinya. Sebenarnya hal seperti itu cukup baik sih. Wawasan Cinta juga jadi bertambah selama dia mendapatkan tugas-tugas paper dari Rangga. Jika dia tidak diberi tugas seperti itu, sebenarnya Cinta malas belajar. Mungkin seperti itulah cara nyentrik Rangga membagikan pengetahuannya.

"Cinta, ambilkan kantung darah untuk tranfusi Bu Amaliatus di VK2 ya," ucap senior Alfa yang baru saja masuk ke ruang bidan.

"Ya, Kak," angguk Cinta patuh. Dia mengambil kantung darah yang sudah dihangatkan di atas kulkas. Setelah memastikan namanya, gadis itu membawa benda itu dan mengikuti Alfa menuju VK2.

"Kamu sekarang kelihatanya akrab sama Dokter Rangga ya," tegur Alfa dengan kekehan kecil.

"Nggak terlalu akrab kok," elak Cinta. 

"Tapi dia sudah jarang memarahi kamu dan nggak pernah memberi tugas paper lagi. Dia juga sering memberi kamu perasat. Padahal dia itu tipe orang yang suka menangani pasien sendiri loh, tapi sepertinya dia mengistimewakan kamu."

Cinta tertawa saja. Jelaslah itu kan karena kesepakatan mereka. Cinta meminta perasat dan dia akan menjodohkan Rangga dengan kakaknya. Entah kenapa dada Cinta terasa nyeri ketika mengingat hal itu.

***

Guy... Ternyata view naskah ini nggak gitu berubah setelah 1 mg aku tinggalkan ya. Sepertinya tidak banyak yang menunggu update cerita ini ya... Huhuhuhu. Udah lama view 997k doang nggak naik-naik jadi 1jt view.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Love And Heart [Republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang