54

6.2K 995 49
                                    

"Terus kenapa kamu menghindari aku?" tanya Rangga sembari bersedekap.

Cinta menelan ludah. "Saya menghindari Dokter? Pasti hanya perasaan Dokter saja. Kita hanya nggak sering satu shift saja, jadi nggak ada alasan juga buat kita ketemu," dalihnya.

"Tapi kamu tadi lari waktu ketemu aku," ketus Rangga.

"Saya nggak lari, cuman teringat tiba-tiba ada urusan," dusta Cinta. Tentu saja Rangga menatapnya dengan curiga.

"Aku minta maaf kalau selama ini aku sering bikin kamu susah," kata Rangga. "Kalau ada sikapku yang membuat kamu sakit hati katakan saja langsung, jangan menghindar."

Cinta menunduk dan meremas roknya. Justru Rangga jadi terlalu baik sehingga membuatnya takut. Dia takut perasaannya pada dokter itu semakin besar, sedangkan dia tahu bahwa perasaannya tak akan pernah berbalas.

Pintu ruang bidan terbuka lebar dengan tiba-tiba. Alfa muncul dari sana dengan ekspresi panik. "Dokter! Pasien di VK 6 gawat!" 

Mata Rangga terbelalak. Dia segera bangkit. "Gawat kenapa?"

"Baru saja dia mengeluh pusing dan lemas. Tiba-tiba saja dia pingsan. Tekanan darahnya menurun padahal tidak ada perdarahan."

Rangga mengambil rekam medis pasien dan melangkah cepat menuju VK6. Seorang pasien yang baru saja melahirkan dua jam lalu itu belum dipindahkan ke ruang nifas dan masih terbaring di sana. Lita yang berdiri di sebelahnya berusaha membangunkan ibu itu.

"Bu, bangun, Bu! Bu!" serunya panik.

"Oksigen!" seru Rangga. Alfa bergerak dengan cepat dan segera memasang oksigen.

"Berapa tensinya?" tanya Rangga pada Lita.

"60/40, Dokter," jawab Lita gugup.

Mata Rangga melebar. Bagaimana bisa tensinya drop sampai seperti itu? "Benar tidak ada perdarahan?" tanya Rangga pada Alfa.

"Tidak ada, Dokter, locheanya normal seperti biasa," jawab Alfa.

Rangga terdiam mengamati pasien itu. Tidak dada perdarahan, tapi tensi drop dan kepala pusing. Gejalanya mirip dengan syok hipovolemik akibat perdarahan. Sebenarnya apa yang terjadi?

Rangga dengan cepat membaca rekam medis pasien. Diagnosis awal pasien ini adalah pre-eklampsia. Dia sudah mendapatkan terapi magnesium sulfat sehingga tensinya sudah kembali normal. Terapi sudah dihentikan sejak kemarin siang. Apakah ini hipermagnesemia? 

"IV Kalsium Glukonat!" titah Rangga.

"Baik, Dokter." Alfa dengan segera berlari menuju ruang obat dan membawa obat yang dimaksud Rangga dan menyuntikannya melalui selang infus pasien.

Cinta dan Lita dengan semangat membangunkan sang ibu. Tak beberapa lama wanita itu tersadar. Dia mengerjap-ngerjap dan memandangi sekeliling dengan bingung. Ranggabernapas lega. Setidaknya kesadaran pasien membaik.

"Ibu, apa yang dirasakan?" tanya Rangga.

"Saya pusing, Dok, dan agak mual," jawab wanita itu.

Rangga mendekat ke kotak obat. Dia melihat ada MgSO4 di sana yang tersisa sedikit. Dia melihat antibiotik ceftriaxone dan juga botol aquabides. Rangga terperanjat melihat botol aquabides yang masih utuh. Tidak ada bekas tusukan jarum. Padahal antibiotik ceftriaxone sudah diberikan dua kali. Bukankah itu aneh? Mata Rangga melebar seketika. Mungkinkah ada yang salah mengoplos ceftriaxone dengan MgSO4? Bentuk botol dua obat ini memang mirip. Dosis MgSO4 yang seharusnya sudah dihentikan masuk lagi sehingga pasien mengalami hipermagnesemia! Ini malpraktek!

"Bu Alfa, cek kadar magnesium darah," perintah Rangga.

"Baik, Dok," angguk Alfa patuh.

"Lalu, siapa yang menyuntikkan antibiotik ceftriaxone pada ibu ini tadi malam?" 

"Saya." Rangga terbelalak ketika melihat Cinta mengangkat tangan. Dokter itu mengepalkan tinjunya. Tidak ini hal yang fatal. Pasien bisa saja kehilangan nyawanya. Dia harus bersikap profesional. Meskipun kesalahan ini dilakukan oleh gadis yang disukainya, dia harus bertindak dengan adil.

"Ikut ke ruanganku sekarang, Cinta," tegas Rangga.

Tanpa perasangka apa-apa Cinta mengikutinya menuju ruang dokter. Gadis itu memandangi dengan bingung. Sepertinya dia tidak sadar bahwa telah melakukan kesalahan yang besar.

"Semalam, kamu mengoplos ceftriaxone dengan apa?" tanya Rangga.

"Saya tidak mengoplosnya. Semua obat untuk dinas malam sudah dioplos oleh shift sebelumnya," jawab gadis itu.

Rangga terdiam. Itu artinya bukan Cinta yang salah mengoplos, tapi bagaimana pun dia yang memasukkan obat itu. "Sungguh?" tanya Rangga lagi.

"Iya sungguh," angguk Cinta dengan bingung. "Kenapa Dokter?"

"Kalau begitu, hubungi semua mahasiswa yang dinas pada shift sore kemarin. Ada hal penting yang mau aku beritahukan."

Meskipun Cinta tak mengerti apa maksud Rangga, gadis itu mengangguk. Dia izin keluar dari ruang dokter untuk menghubungi teman-temannya.

***

Up! Terima kasih untuk votes dan komennya.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Love And Heart [Republish]Where stories live. Discover now