5

25.6K 2.4K 104
                                    

"Metergin tidak boleh disuntikkan pada Kala satu dan dua persalinan. Soalnya, bisa membuat uterus bisa berkontraksi tak terkendali, akhirnya partus presipitatus. Lebih parah dari itu risiko retensio plasenta bakal meningkat," terang Lita.

"Sugoi! Kamu kok bisa tahu, sih, Lit?"

"Aku baca di buku ayahmu yang judulnya Manual Plasenta halaman 120. Makanya kamu juga sekali-kali baca dong. Buku ayah sendiri cuman ditumpuk jadi bantal! Tiap hari kerjanya baca novel di Wattpad terus!"

Cinta hanya meringis. Ayahnya rutin menulis satu buku setiap tahun hanya demi mendapatkan tunjangan profesor. Dia sampai prihatin melihat sang ayah menderita hanya untuk mempertahankan gelar guru besar. Makanya, dia tak pernah tertarik membaca buku-buku yang ditulis dengan setengah hati itu.

Cinta melirik Lita dengan iri. Cewek ini benar-benar jenius. Dia bahkan bisa mengingat isi segala buku yang dibaca walau hanya sekali. Semacam kemampuan ingatan fotografis yang pernah Cinta baca dalam komik detektif. Lita memiliki kemampuan yang sangat mumpuni untuk menjadi dokter dan memang itulah cita-citanya. Sayang, dia nggak punya biaya, dan entah bagaimana gagal mendapat beasiswa. Akhirnya dengan hutang dari sanak saudara, dia bisa bersekolah di jurusan kebidanan. Awalnya, Lita malah ingin bekerja saja. Dia tak ingin membebani orang tua. Namun, orang tua yang sangat membanggakannya bersedia melakukan apa saja untuk biaya sekolah Lita. Hal itu membuat Lita bertekad, dia akan lulus dengan cepat, sukses, dan segera berbakti pada orang tua. Persamaan kegagalan mereka masuk fakultas kedokteranlah yang membuat Cinta dan Lita menjadi dekat.

"Makasih ya infonya, dapat satu referensi juga," senyum Cinta manis.

Cinta berpisah dengan Lita yang mencegat angkot di depan rumah sakit. Dia meneruskan perjalanan menuju apartemen. Sesampainya di sana, dia masih baca novel online dulu selama dua jam sambil cekikikan nggak jelas. Tahu-tahu pintu apartemen terbuka dan kakaknya muncul.

"Cintaku! Kamu udah makan belum? Nih, kakak beliin martabak telur," ujar Nurani sembari tersenyum.

Cinta melompat gembira. Kakaknya itu memang paling tahu apa yang dibutuhkan. Dia merebut tas keresek putih yang dibawa kakaknya, mengambil sepotong martabak, lalu mengu-nyahnya dengan lahap.

"Gimana tempat praktik yang baru? Enak nggak?" tanya

Nurani sembari memandangi adik yang kelaparan dengan pe-

nuh perhatian.

"Lumayan, sih, tapi ada satu makhluk menyebalkan. Semoga aja aku nggak sering satu shift sama dia," ujar Cinta.

"Siapa?" tanya Nurani. Dia mengenal hampir semua warga VK karena dulu dia pernah internship di sana. Kini gadis yang sedang menempuh pendidikan spesialis penyakit dalam ini sudah dipindahkan ke ruangan yang sesuai bidangnya.

"Namanya Dokter Rangga, Kakak kenal nggak?"

Alis Nurani terangkat kemudian dia tertawa. "Oh," komentarnya singkat. "Ya, dia temenku satu angkatan."

"Bilangin dia, dong, Kak. Supaya nggak jahat-jahat sama aku! Kakak tahu nggak? Dia tadi ngasih aku kuis dadakan, terus karena aku nggak bisa jawab, aku dikasih tugas paper coba! Minimal sepuluh lembar tulis tangan!"

Cinta mengangkat tangan yang kurus dan menunjuk-kan pada kakaknya dengan dramatis. "Lihat nih, Kak. Tanganku ... sudah hampir kena carpal tunnel syndrome ini gara-gara kebanyakan nulis!"

Nurani malah tertawa lagi. "Emangnya dia tanya apa

sampai kamu nggak bisa jawab?"

"Dia tanya bedanya oksitosin dan metergin."

Love And Heart [Republish]Where stories live. Discover now