25

20.1K 1.9K 36
                                    

"Kalau kamu mengambil kedokteran, sekolahmu lebih berat dari itu. Segitu saja kamu sudah mengeluh? Untung saja aku tidak menuruti ibumu untuk mendaftarkanmu di fakultas kedokteran swasta. Otakmu itu memang tidak mampu. Memang-nya kamu pikir kerja jadi tenaga kesehatan itu enak? Itu kan pilihanmu sendiri. Ayah tak pernah memaksa. Kamu harus bertanggung jawab pada pilihanmu sendiri. Kalau memang kamu nggak niat sekolah, harusnya kamu berhenti saja."

Bagaimana Cinta bisa berhenti? Jika hal itu terjadi, dia akan semakin menjadi bulan-bulanan keluarga besarnya. Cinta hanya ingin berkeluh kesah agar mendapatkan sedikit duku-ngan dari sang ayah. Nyatanya ayahnya malah mengucapkan kalimat seperti itu. Dia benar-benar terpukul. Memangnya dia terlihat tidak berminat pada sekolah? Padahal Cinta sudah berjuang mati-matian agar terus bertahan. Tidak bisakah sang ayah memberi sedikit pujian?

Tetes air jatuh ke lembar rekam medis dari mata Cinta. Gadis itu mengusap air mata. Suatu saat, dia akan membuktikan pada dunia bahwa dia bisa menjadi bidan yang hebat. Dia tidak akan membuat dirinya terus diremehkan seperti ini.

***

Apartemen begitu gelap saat Nurani pulang. Residen penyakit dalam itu hampir melompat melihat sosok misterius yang terbaring di ruang tamu. Setelah sekian detik mengamati, dia baru sadar kalau itu adalah adiknya. Cinta terbaring di atas sofa dengan masih mengenakan seragam praktik.

"Cintaku, kenapa kamu tidur di sini, nanti masuk angin."

Nurani terkesiap ketika menyentuh tangan adiknya. Perbedaan suhunya cukup tajam.

"Cinta, kamu sakit?" tanyanya cemas. Dia mengawasi Cinta yang tetap terlelap dan tidak memberikan respon apa pun. Namun, ekspresi gadis itu tampak tersiksa.

Nurani segera menuju kotak P3K dan mengambil termometer infrared. Dia menyalakan benda itu, lalu memindai dahi Cinta. Nurani terperanjat melihat suhu yang ditunjukkan alat itu. Tiga puluh sembilan koma delapan derajat celsius.

"Ya ampun, Cinta! Tinggi sekali!" Nurani khawatir. Akan tetapi sang adik sama sekali tidak bergeming.

"Ayo kita pindah ke kamar dulu."

Dengan susah payah, Nurani membopong tubuh Cinta menuju kamarnya. Dia melepas pakaian sang adik dan menggantinya dengan piyama. Dokter itu membaringkan Cinta di atas tempat tidur dan menyelimutinya.

"Kamu sudah makan siang?" tanya Nurani, tetapi adik-nya tetap tidak menjawab.

Nurani menghela napas. Daya tahan tubuh Cinta cukup baik. Belum tentu dua tahun sekali dia akan sakit. Tapi sekalinya sakit, dia pasti ambruk. Dokter itu kembali ke kotak P3K, mengambil parasetamol dan segelas air. Dia memaksa Cinta bangun dengan susah payah. Gadis itu hanya berkedip-kedip, lalu duduk.

"Ayo minum obat dulu, Cinta," ujar sang kakak sembari menyodorkan parasetamol dan air. Cinta sepertinya meminum obat itu tidak dalam keadaan sadar. Setelahnya, gadis itu berbaring kembali.

Nurani mengembuskan napas berat sembari meman-dang adiknya. Dia khawatir dengan kondisinya, tapi malam dia harus dinas. Bagaimana ini? Dia tidak bisa jika harus mening-galkan Cinta yang sedang sakit seperti ini sendirian.

Nurani lali teringat pada tetangga di sebelah rumah. Kan ada Rangga. Sepertinya cowok itu hari ini tidak ada jadwal dinas. Dari yang dia dengar, jadwal dinas Rangga selalu sama dengan Cinta. Lagi pula Cinta bisa sakit seperti ini kemungkinan besar karena tanggung jawab cowok itu juga. Dia kan sudah bertekad mau mem-bully Cinta. Bibir Nurani melengkung. Sepertinya dia bisa meminta bantuan pada cowok itu untuk menjaga adiknya. Maka Nurani mengambil snelli dan tas, lalu melangkah ke depan apartemen Rangga dan mengetuk pintu-nya.

"Ada apa?" tanya cowok yang hanya mengenakan kaos oblong itu. Sepertinya dia sudah mau tidur.

"Adikku sakit, kamu bisa jaga dia, kan? Aku mau pergi dinas," ucap Nurani sembari melihat jam tangannya. Dia sudah hampir terlambat masuk shift malam.

Rangga mengerutkan kening. Dia merasa agak jengkel karena gaya bicara Rani seperti perintah. "Apa? Itu permintaan

tolong?"

"Kayaknya dia sakit gara-gara kamu, jadi ini tanggung jawabmu," tegas Rani.

Rangga melotot. "Gara-gara aku?"

***
Votes dan komen ya guys...

Udah 990k view makasih ya manteman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Udah 990k view makasih ya manteman. Ayo bantu aku biar viewnya naik jadi 1 jt.

Love And Heart [Republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang