52

6.6K 1K 53
                                    

Rangga mengerutkan kening melihat jadwal mahasiswa bulan ini tak ada satupun jadwalnya yang satu shift dengan Cinta. Mereka juga nggak pernah ketemu meskipun hidup bertetangga. Apakah gadis ini sedang menghindarinya?

"Bu Alfa, siapa yang membuat jadwal ini?" tanya Rangga.

Bidan itu tersenyum lebar. "Kenapa? Dokter sedih nggak satu shift sama Cinta lagi?"

"Saya yang tanya duluan, nggak dijawab malah balik nanya," ketus Rangga, tapi Alfa malah tertawa.

"Bukan saya yang buat. Anak-anak sendiri, karena saya sibuk untuk persiapan akreditasi rumah sakit."

Rangga berdecak-decak. "Pantas saja." Sudah pasti Cinta yang mengatur sedemikian rupa supaya mereka nggak satu shift. Apa cewek itu masih kesal gara perundungannya dulu? Bukannya sekarang dia bersikap sangat baik?

"Apanya yang pantas, Dok?" goda Alfa.

"Pantas saja ngawur bikinnya! Lihat ini malam sampai empat hari berturut! Lalu malam, sore, pagi." Rangga menuding jawal Cinta dengan kesal.

"Kalau seperti ini nanti kita dianggap menyiksa mahasiswa!"

Alfa mengamati jadwal itu. Benar juga apa kata Rangga. Jadwal Cinta memang tidak masuk akal.

"Kalau begitu nanti saya ganti," kata Alfa. Rangga pun tersenyum lebar. Akal bulusnya berhasil juga.

"Rangga." Suara panggilan itu membuat perhatian Rangga teralihkan. Cowok itu menoleh pada pintu ruang bidan. Rani melongok dari sana. Gadis itu sekarang sering berkeliaran di sekitarnya. Padahal dulu dia orang yang paling sulit ditemui.

"Kamu sudah makan siang?" tanyanya.

"Oke, ayo ke kantin," jawab Rangga yang peka. Dia meletakkan rekam medis di tangannya lalu berpamitan pada Alfa. Bersama Rani, mereka berdampingan menuju kantin.

"Adikmu itu dia masih hidup, kan?"

Rani terkekeh mendengar pertanyaan Rangga itu. "Sehat walafiat kok. Berat badannya malah naik dua kilo gara-gara ngemil terus."

"Ckckck! Sudah pendek begitu obesitas!" olok Rangga.

"Kenapa? Kamu kangen ya?" goda Nurani.

Rangga tak menjawab. Dia mengamati Rani yang kini sudah kembali ceria. Setelah membaca surat dari Almarhum Erza dan menangis sepuasnya seharian itu, esoknya Rani sudah kembali jadi dirinya yang biasa. Rangga tersenyum kecil. Dia bersyukur Rani cepat bangkit dari kesedihannya yang berlarut-larut.

"Nggak. Cuman penasaran aja apa dia masih hidup karena udah lama nggak kelihatan. Takutnya jangan-jangan sudah membusuk."

"Hush!" Rani menepuk punggung Rangga karena bercandaannya yang keterlaluan.

Tanpa sepengetahuan dua orang itu, Cinta mengintip dari balik tembok. Bibir gadis itu monyong tiga sentimeter. Kurang ajar dokter jahanam itu! Cinta menghela napas. Sudah lebih dari dua minggu, dia rak bertemu dengan Rangga.  Dia bahkan sengaja mengatur shift sedemikian hingga agar tak bertemu pria itu.

Bertemu dengan Rangga membuat dadanya jadi semakin sakit. Apalagi melihat kedekatan Rani dengan Rangga. Akhir-akhir ini mereka semakin bertambah akrab. Apalagi Kak Rani juga sudah tidak menunggu Kak Erza. Barangkali saja mereka akan jadian dalam waktu dekat ini. Cinta menoleh ke balik tembok lagi. Dia erperanjat karena Rangga tiba-tiba berdiri di sana dan menatapnya dengan tajam.

"Hei, ternyata kamu masih hidup," sapa Rangga.

Secara refleks Cinta berlari. Rangga terbelalak tetapi dengan sigap mengejarnya. Mereka uber-uberan di dalam rumah sakit. Seorang perawat senior sampai menegur.

"Dokter! Ini rumah sakit! Bukan lapangan! Jangan lari-lari!"

Rangga meringis dan berhenti berlari. Saat dia menoleh sekitar, Cinta sudah menghilang.

"Ke mana anak itu!" dengus Rangga. Dia mencari beberapa putaran lalu menyerah setelah sepuluh menit tak menemukan gadis itu.

***

Up! Terima kasih untuk donasi votes dan komennya.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Love And Heart [Republish]Where stories live. Discover now