27

19.5K 1.9K 191
                                    

Rasa bersalah Rangga kian membesar melihat kondisi tubuh Cinta yang terbaring lemas. Jadi cewek ini benar-benar sakit. Tadi dia sudah salah mengira Cinta malas-malasan di ruangan karena dia hanya duduk sambil mengisi rekam medis. Tidak. Sebenarnya Rangga sudah tahu melihat wajah Cinta yang merona. Gadis itu juga terbatuk beberapa kali. Hanya saja dia tidak memedulikan itu. Karena dia sudah mengecam Cinta sebagai mahasiswa yang malas.

Cinta membuka mata dan mengerjap-ngerjap. "Kakak," ucapnya. Rangga terperanjat. Sepertinya gadis itu tidak pernah memanggilnya dengan panggilan akrab begitu. Biasanya dia kan memanggilnya "Dog! Dog!" begitu.

Rangga tahu, Cinta sedang mengatainya secara terselubung. Dulu jaman Rangga masih jadi koas, dia dan teman-temannya juga melakukan hal yang sama pada residen yang menyebalkan.

"Aku haus."

"Oh, ya, tunggu sebentar aku ambilkan air."

Rangga buru-buru menuju dapur dan mengambil satu teko air dan gelas. Dia kembali ke kamar dan membantu Cinta duduk untuk minum. Gadis itu meneguk air segelas itu sampai habis kemudian berbaring lagi.

"Kakak," lirihnya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Iya, kenapa?" tanya Rangga penuh perhatian.

"Aku benci Rangga," ketus gadis itu tiba-tiba.

Rangga ternganga. Apa ini maksudnya? Cinta melontarkan penghinaan di depan mukanya? Apa gadis itu tidak sadar kalau yang ada di depannya ini Rangga? Mungkinkah dia mengigau karena demam yang terlalu tinggi? Mungkin dia salah mengenali Rangga sebagai Rani? Pantas saja dia memanggil Rangga dengan panggilan kehormatan itu.

"Dia bilang aku harusnya berhenti saja kalau nggak niat sekolah!" isak Cinta.

"Aku nggak bermaksud malas-malasan di ruang bidan! Aku memang sakit! Berdiri saja kepalaku sudah pusing! Dasar Ora ganteng! Jahat! Licik! Tengik!"

Rangga tertawa kering. Tak tahu bagaimana dia harus merespon segala penghinaan itu. "Iya, iya, maaf ya," ucapnya akhirnya.

"Dia bilang aku goblok. Aku sudah tahu kalau aku itu goblok. Nggak usah diucapkan keras-keras juga aku tahu!"

Rangga tertegun. Dia jadi mengingat kembali ucapannya yang keterlaluan waktu itu. Memang seharusnya dia tidak mengatakan kalimat sekasar itu ya. Kini Rangga menyesalinya. Perkataannya itu pasti sangat melukai perasaan Cinta.

Air mata Cinta mengalir. "Padahal Ayah, Ibu dan Kakak semuanya orang pintar. Kenapa hanya aku sendiri yang bego? Aku juga nggak mau begini. Aku juga ingin jadi dokter seperti kalian, tapi tes masuk saja aku nggak lolos. Ayah nggak mau sekolahkan aku di fakultas kedokteran swasta, katanya sayang, buang-buang uang kalau aku drop out!"

Cinta menangis sejadi-jadinya sehingga wajahnya semakin memerah. "Aku benci dia! Aku benci Rangga! Aku benci!" teriaknya penuh emosi.

"Iya, iya, kamu boleh membenci dia. Sudah jangan nangis ya." Rangga mengusap tetesan air yang merembes dari mata Cinta dan jatuh ke pipinya.

Cinta berhenti terisak. Sepertinya dia mulai tenang. "Tangan Kakak dingin, enak."

Gadis itu meraih tangan Rangga lalu menempelkannya di lehernya yang panas dan mendekapnya. Rangga terperanjat merasakan kulitnya bersentuhan dengan kulit Cinta yang lembut dan agak basah karena keringat.

"Hei, hei...."

Rangga hendak memprotes tapi melihat Cinta yang kembali tidur dengan lelap cowok itu terdiam. Rangga menghela napas panjang. Akhirnya dia selonjor di bawah ranjang dan membiarkan tangannya didekap oleh Cinta. Rangga memandangi wajah tidur Cinta yang tampak damai. Senyum dokter itu perlahan terkembang.

***

Votes dan komen ya guys...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Love And Heart [Republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang