#22. Perasaanku (Yoon)

937 86 0
                                    

Malam itu setelah Sunny kembali kerumahnya, aku juga bergegas kembali ke studioku, aku cukup merasa lega melihat Sunny sudah mulai tersenyum, tidak tau kenapa hatiku terasa sakit saat melihatnya menangis.

Saat di studio aku sama sekali tidak bisa kosentrasi untuk bekerja, aku mencoba untuk fokus tapi terlalu banyak pertanyaan dikepalaku tentang Sunny, bahkan setelah Sunny mengabari dia sampai dirumah dengan selamat, tidak membuatku cukup tenang.

Rasa marah bercampur cemas menghantuiku sejak hari itu, aku terus menghubungin Sunny memastikan tidak terjadi hal buruk lagi kepadanya.

Aku sepertinya juga kesal karna sampai detik inipun Sunny masih menyembunyikan masa lalunya kepadaku, dan terasa lebih kesal lagi kalau pria itu (Min Gu) mengetahui lebih dulu dari padaku.

***

Hari ini adalah hari jum'at, aku tau betul seharusnya Sunny sedang berada dicafe tempatnya bekerja, tapi saat aku melihat gps-nya yang sedang berada dirumah membuatku panik dan langsung menelfonya, dan ternyata Sunny memang sedang berada ditempat kerjanya. dan sejenak merasa aku menjadi orang bodoh akhri-akhir ini.

Sore hari menjelang jam pulang kerja Sunny aku pergi menuju tempat kerjanya, terlihat dia sedang sibuk bekerja.

Aku menunggu didalam mobil sampai Sunny pulang, alih-alih menghampirinya aku hanya mengikutinya dari jauh didalam mobil, melihat Sunny yang berhenti untuk makan disebuah Foodtruck menyadarkanku bahwa aku juga belum makan seharian, seketika aku mengambil ponsel dan menghubungi Sunny.

Awalnya aku sama sekali tidak merencanakan apapun, tapi semakin perut ini terisi ternyata otakku pun mulai bekerja dengan baik, jadi aku berencana membawa Sunny kesuatu tempat, dengan harapan dia akan lebih terbuka kepadaku.

Sesampai di Sokcho aku memarkir mobil tepat dihadapan pantai, aku ingin memberi Sunny kejutan saat dia bangun nanti.

Pagi itu ditemanin sinar matahari pagi Sunny akhirnya bercerita kepadaku,  dia menceritakan masa lalu beserta seluruh lukanya kepadaku, walau aku sempat terkejud aku mencoba mengatur ekspresiku berharap agar tidak membuat Sunny semakin tertekan.

Sejujunya itu fakta yang sangat mengejutkan, tapi seperti yang aku katakan manusia tidak ada yang sempurna, sebenaranya yang paling mengejutkan adalah fakta bahwa Sunny seorang muslim.

Setauku agama itu memiliki beberapa larangan yang dianggap biasa oleh penduduk Korea, tapi sepertinya Sunny lebih mencoba beradaptasi tanpa melihat kepercayaanya.

Kini aku paham maksud dari tatapan kesedihan yang selalu terlihat dimatanya, Sunny memiliki luka yang begitu besar, dia pernah mencintai seseorang sepenuh hati tapi orang itu harus pergi meninggalkanya selamanya.

Aku merasa mungkin sejak saat itu Sunny juga kehilangan kepercayaan dirinya sebagai seorang wanita, dan enggan mencoba untuk memulai kembali hubungan baru, tapi aku juga heran kenapa dia memutuskan bertemu pria itu(Min Gu) hanya karna kata-kataku.

Kami sedang menikmati sarapan spesial
"Bagaimana rasanya ?" Aku mencoba menanyakan pendapat Sunny

"Sejauh ini, ini yang terbaik" jawabnya sambil mengancungkan jempol kepadaku.

"Bibi... sepertinya kau akan punya satu pelanggan tetap lagi" Aku berteriak kepada bibi yang sedang berada didapur.

Bibi itu datang sambil membawa sendok sayur ditanganya dan berkata dengan kesal
"Aku sudah menutup restoranku. beraninya kau datang lagi kemari membawa pelanggan baru"

"Tapi sup buatanmu yang terbaik, aku tak ingin yang lain bibi"  Aku tersenyum lebar dan memberikan dua jempolnya kepada bibi itu.

"Habiskan semuanya, awas kalau kau menyisakanya setetes aja" Bibi itu tersenyum dan kembali kedapurnya

Aku menceritakan kepada Sunny, bahwa bibi ini dulu memiliki restoran yang sangat terkenal di Sokcho, tapi karena sekarang anak-anaknya sudah tumbuh dewasa dengan baik dia menutup restoranya dan menikmati hari tuanya.

Tapi kadang-kadang orang datang memintanya untuk membuatkan sup kerang, karena memang sup buatan bibi ini sangat lezat.

Pada akhirnya bagi yang tau saja, boleh datang kerumah bibi untuk menikmati sup kerang buatanya.

Setelah sarapan aku berkeliling menelusuri pantai bersama Sunny, tampak dia sangat menikmati pemandangan dan suasana pantai ini.

"Apa dulu kau sering kepantai ?" aku mencoba memulai percakapan.

"Rumahku tidak jauh dari pantai Yoon, karna terletak disebelah barat, jadi aku hanya memenikmati pemandangan matahari terbenam"

"Berarti ini pertama kali ?" aku kembali bertanya

"Iyah ini pertama kali aku melihat matahari terbit dipantai" Sunny menjawab sambil tersenyum memandangku.

"Sunny..." aku memanggil namanya, dia terdiam menatapku heran, "Bagaimana kalau kau menemukan pria yang mau terima dirimu apa adanya ?" Aku memberanikan disini untuk bertanya.

"Aku akan merasa kasihan pada pria itu Yoon"  Sunny menjawab sambil memandangi pantai, "Dia akan mendapatkan seorang janda yang tidak sempurna" dan melanjutkan kata-katanya dengan sedih.

"Sunny, kau tidak boleh berkata seperti itu tentang dirimu sendiri" aku kesal karna dia terus mengatakan tentang kesempurnaan.

"Tapi itu fakta Yoon, tidak bisa dilewatkan" Sunny menjawab perkataanku dengan tegas sambil memandang mataku dengan tajam.

"Aku tidak akan mempersalahkan soal itu Sunny" Aku membalas tatapanya dan menjawab dengan tenang.

Sunny mulai tertawa dan kembali berjalan kedepan
"Itu karna kau adalah temanku Yoon"

Aku memegang pelan tangan Sunny, membalikan badannya kehadapanku dan menatapnya dengan tajam.
"Apa kau tak pernah menganggapku seorang pria Sunny?"

Sunny terdiam, dia menatapku dan mulai gagap menjawab "Kau seorang pria Yoon, dan Idolaku"

"Bukan itu Sunny" aku menghela napas, menjaga jarak kami dan berkata "Bagaimana kalau aku memiliki perasaan lebih dari seorang teman kepadamu Sunny ?"

Inilah suasana yang paling aku benci, setelah kata-kata itu terucap dari mulutku Sunny hanya diam menatapkua heran.

Aku menunggu jawabanya tapi Sunny masih terus diam untuk beberapa saat dan akhirnya menjawab

"Cukup Yoon, aku tau kau pasti kasihan dengan keadaanku sekarang, aku tidak butuh itu" Sunny terlihat marah, dia berbalik dan jalan lebih dulu meninggalkanku menuju mobil.

Aku mengikutinya dan masih tetap diam, melihat Sunny masuk kemobil akupun ikut masuk bersamanya.

"Apa kita pulang sekarang ?" tanyaku pelan.

"Terserah kau Yoon, jadwalku sudah kacau hari ini" Sunny menjawab tanpa menghadap melihatku.

Aku menghidupkan mobil dan mengemudikanya jalan menuju Seoul, sesekali aku mengajak Sunny bicara tapi jelas sekali dia terlihat tidak berminat, aku jadi bertanya-tanya

"Apakah salah seorang pria mengungkapkan perasaanya kepada wanita yang dia suka ?"

Akhirnya perjalanan pulang diselimuti dengan keheningan, aku yang ragu harus membicarakan apa memilih untuk diam, dan sepertinya Sunny pun juga begitu. Setiba didepan gedung tempat tinggalnya Sunny mulai berbicara

"Aku tau betul, kalau keadaanku terlihat menyedihkan Yoon, tapi bukan berarti aku akan menerima sebuah pesarasaan dari sebuah rasa kasihan" Sunny mengatakan tanpa melihatku.

"Tapi Sunny maksudku ... " Belum sempat aku menjelaskan, Sunny telah keluar dari mobil dan berjalan menuju gedung tempat tinggalnya.

Aku menggeram kesal kepada diriku sendiri, kenapa aku harus mengungkapkanya hari ini, sejujurnya aku telat menyadari kalau itu memang waktu yang tidak tepat, dan Sunny jadi salah paham kepadaku.

Sejujurnya aku merasa sudah menyukai Sunny sebagai lawan jenis, tapi aku juga terlalu nyaman bersama dengan Sunny sebagai teman, perasaan inilah yang selalu membatasiku.

My Yoon is Idol - Min Yoon GiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang