37 : Rubrum

407 67 10
                                    

Rubrum : Merah

•••

Welcome Wednesday!! Semoga kalian menjalani minggu yang menyenangkan ya ❤️

Selamat membaca, jangan lupa jejaknya.

__________________________________________

Rania berkutat dengan tumpukan kertas berisi laporan-laporan praktikumnya. Tangannya mendadak berhenti menulis karena ekor matanya tanpa sengaja melihat jaket merah yang tergantung di balik pintu kamar. Gadis itu sedikit merindukan chat random dari Yudha di saat seperti ini. Bohong kalau ia berkata tidak merindukan candaan laki-laki itu.

Biasanya saat mengerjakan laporan, Yudha selalu mengganggu Rania. Entah itu untuk menemaninya begadang atau meminta jurnal-jurnal sebagai sumber laporan. Rania mendesah perlahan sambil melirik ponselnya yang tidak ada notifikasi. Tekad gadis itu mulai goyah. Mungkin kalau Yudha meminta maaf sekali lagi, ia akan memaafkannya.

Gadis itu sedikit tersentak ketika pintu kamarnya diketuk. Ketukan perlahan namun cukup membuat Rania tersadar dari lamunannya.

"Kak Rania?"

Rania memutar bola matanya. Dengan malas, ia beranjak dari kursi dan membuka pintu.

"Mau apa?"

Yesi yang melihat tanggapan Rania yang tidak ramah, segera menelan ludahnya dengan paksa.

"Em. Yesi mau minta tolong, Kak."

Rania terdiam menunggu Yesi bicara. Sementara Yesi sudah mengandalkan seluruh keberaniannya untuk mengajak bicara Rania.

"Aku mau minta ajarin matematika, Kak. Ada materi yang aku nggak ngerti."

Rania melihat buku matematika tingkat SMP yang berada di genggaman Yesi.

"Gue sibuk. Lagi ngerjain tugas kuliah. Belajar sendiri lah. Dulu gue juga bisa sendiri."

Remaja berambut panjang itu menggigit bibir bawahnya. "Ya udah, Kak. Maaf kalau aku mengganggu."

Yesi berbalik badan hendak kembali ke kamar seberang. Sungguh, Rania tahu ia sedikit kejam dan perasaannya jadi tidak enak karena melihat Yesi kembali dengan mata berkaca-kaca.

Rania berdehem dan membuat Yesi menghentikan langkahnya.

"Ya udah sini. Masuk. Gue ajarin teorinya aja, nanti soalnya lo kerjain sendiri."

Yesi kembali memutar tubuhnya dan menatap Rania dengan tersenyum. Besar harapannya agar bisa akrab dengan kakak tirinya itu.

"Makasih, Kak."

•••

Rania sudah membawa tasnya dan turun ke lantai bawah. Sejak ada Yesi di rumah, ayahnya selalu sarapan di rumah. Setiap pagi, duo ayah-anak itu makan roti sebagai sarapannya. Rania tidak pernah diajak sarapan bersama. Terkadang gadis berambut biru itu lebih memilih membeli roti di minimarket dan makan di perjalanan.

Jujur saja Rania iri, sejak hubungan ayah dan ibunya merenggang, Rania tidak pernah merasakan makan bersama keluarga lagi. Kali ini Rania ingin makan di rumah, ia tidak punya cukup waktu untuk mampir dan membeli sarapan. Sementara tiga orang itu sarapan bersama, ibu Rania tidak ikut karena tidak ingin makan bersama Yesi.

Setelah menuruni tangga, gadis berambut biru itu ikut duduk di samping Yesi dan segera mengoleskan selai pada rotinya. Ketiganya makan dalam keadaan canggung.

"Kak, makasih ya tadi malam udah ngajarin aku," ucap Yesi untuk mencairkan suasana.

Rania mengabaikan Yesi, lalu menatap ayahnya. "Pa, daftarin anak Papa ini les matematika. Aku nggak mau diganggu buat ngajarin dia. Kalau nilaiku yang jelek, pasti aku lagi yang dimarahin."

PRO RE NATA ( END ✔️ )Where stories live. Discover now