04

16.4K 1.5K 10
                                    

"Kakak!"

Seorang gadis dengan gaunnya berlari menghampiri Arsalan.

Arsalan yang mendengar itu hanya menatapnya datar. Oh ayolah, apa yang Arsalan dulu sukai dari gadis yang memanggilnya itu. Ia jadi menyesal karena ingin menemui gadis ini. Wajahnya memang cantik, tapi insting Arsalan mengatakan bahwa gadis ini tidak sepolos wajahnya.

Queene Rounette Khrysaor namanya. Gadis dengan rambut silver sepinggang, kulitnya juga putih, dengan iris mata coklat dan senyumnya yang memuakkan.

"Kak, ayah menyuruhku memanggil kakak ke ruangannya." Ucap Queene dengan senyumnya.

Arsalan hanya diam. Ia sedang memikirkan kelakuan buruk si anabelle kecil ini.

Queene, gadis cantik dengan image polosnya ini berhasil manghasut ayahnya alias Duke Agung Khrysaor dan membuat kehidupan kedua saudaranya hancur.

Ia berhasil memfitnah Kalid yang katanya telah melecehkan si anabelle ini. Ia juga berhasil merusak nama baik Sean dengan menyebarkan rumor bahwa Sean adalah seorang seorang anak haram yang sebenarnya.

"Bukannya terbalik?" Gumam Arsalan dengan suara kecil sembari menggelengkan kepalanya.

Bukan hanya itu saja. Queene si gadis dengan image polos ini selalu memoroti harta keluarga Khrysaor dan dengan bodohnya ayahnya itu iya iya saja. Seperti, mengklaim pulau pribadi yang dimiliki Khrysaor, membeli banyak gaun dan perhiasan, menghamburkan uang dengan mentraktir bangsawan-bangsawan lain yang seumurannya.

Hingga akhir puncaknya, keluarga Khrysaor hancur karena korupsi dan Queene pergi beserta ibunya yang dirumorkan memiliki suami selain ayahnya.

"Kakak?" Queene melambaikan tangannya tepat dihadapan muka Arsalan.

Arsalan menepis tangan itu dengan kasar, lalu pergi dari sana dengan Max yang mengikutinya dari belakang.

Queene yang diperlakukan seperti itu tentu saja syok. Kakaknya yang selalu bersikap lembut itu menepis tangannya?

Queene mengedikkan bahu, "mungkin suasana hatinya sedang buruk. Pasti nanti kembali lagi."

***

Allerick Zedkiel Khrysaor, seorang pria penyandang Duke Agung.

Pria kejam berhati dingin dengan rambut hitam legam, iris mata merah, rahang tajam, hidung mancung dan tatapannya yang seolah-olah dapat melumpuhkan lawannya. Pria tampan awet muda yang masih terlihat gagah walaupun sudah memiliki emp- eh tiga anak.

Tidak mudah untuknya dapat menyandang nama sebagai Duke Agung satu-satunya kekaisaran. Ia bahkan rela membunuh kakaknya sendiri. Selalu memimpin perang yang melibatkan kekaisaran dimulai saat dirinya berumur 15 tahun dan mengejar pendidikan diumurnya yang masih lima tahun.

Ia memang seorang pemimpin yang sangat hebat bukan? Tapi bagaimana jika dipandang sebagai ayah? Apa ia sudah melakukannya dengan baik?

Jika Arsalan yang menjawabnya, maka ia akan dengan lantang menjawab TIDAK.

Sayang seribu sayang dia belum berhasil menjadi ayah yang baik untuk ketiga putranya.

Tapi sekarang mungkin berbeda, karena Arsalan yang baru akan merubah semuanya.

Dan disinilah Arsalan berada. Ia duduk dengan secangkir teh ditangannya, menunggu sang ayah untuk memulai pembicaraan.

"Arsalan." Panggil Allerick sembari membereskan tumpukan kertas yang ada di mejanya.

Arsalan melirik Allerick lalu menghela napas, "Ayah ada yang ingin aku bicarakan."

Allerick yang mendengar itu mengalihkan tatapannya dari tumpukan berkas dan menatap anak pertamanya.

Arsalan menyugar rambutnya kebelakang, ia menatap tajam ayahnya, "Jangan memanjakannya!"

Dahi Allerick berkerut, "Siapa?"

"Siapa lagi kalau bukan gadis itu." Allerick mendengus. Bodoh sekali ayahnya itu.

"Dengarkan aku ayah." Arsalan menatap tajam ayahnya. Keadaan di dalam ruangan itu seketika mencekam karena aura Arsalan.

Allerick yang langsung mengerti situasinya berbalik menatap Arsalan. Anak sulungnya itu benar-benar serius sekarang. Tumben sekali, ada apa sebenarnya?

"Kau ayah yang buruk."

Max yang sedari tadi berdiri di belakang Arsalan membungkuk tanda izin dan langsung pergi keluar, sama halnya dengan tangan kanan sang ayah yang juga ikut keluar setelah memberi hormat.

"Kau lebih mementingkan anak itu daripada kami? Bukannya aku cemburu atau apa. Aku tidak masalah ayah mau mengacuhkan aku, mengirimku ke medan perang, atau bahkan mengasingkanku pun aku tidak masalah. Aku tidak peduli sama sekali. Tapi ayah, tolong jangan mengacuhkan Kalid dan Sean." Tatapan Arsalan yang tadinya datar seketika melembut setelah mengatakan nama kedua saudaranya.

Allerick yang mendengar ucapan panjang Arsalan tertegun, badannya kaku.

Arsalan mengalihkan tatapannya kesamping, "Selama ini aku juga sudah bersikap buruk pada mereka. Aku bukan kakak yang baik untuk mereka dan aku juga takut ini sudah terlambat bagiku ayah. Jadi, setidaknya ayah bersikaplah seperti seorang ayah pada anaknya sebelum terlambat."

Arsalan menatap mata sang ayah, "Jangan sampai ayah menyesal."

Allerick dapat melihat mata Arsalan yang sangat mirip dengannya. Mata itu semerah darah, tatapannya yakin dan tegar. Tetapi Allerick dapat melihat ada rasa sedih, kecewa, dan benci disana.

Arsalan menghela napas, "Cabut semua fasilitas gadis itu. Lalu, biarkan aku yang mengurus setelahnya. Ayah hanya harus fokus pada Kalid, Sean dan tentunya pekerjaan ayah."

"Kau benci pada ayah?" Tanya Allerick.

"Ini toleransi dariku aku masih memanggilmu dengan sebutan ayah." Arsalan juga tidak tahu mengapa ia bersikap seperti ini. Apa mungkin ini sifat asli Arsalan yang sebenarnya?

Tatapan Allerick menyendu.

"Ayah mencintainya?" Arsalan hanya ingin memastikan kalau ayah bodohnya ini tidak mencintai wanita itu.

"Tidak." Allerick menjawab tanpa ragu.

Arsalan sedikit lega mendengarnya. Baguslah ayahnya itu tidak sampai mencintai wanita itu—ibu kandung Queene.

"Aku sudah menyampaikan apa yang ingin aku sampaikan. Pastikan ayah segera menuruti perkataanku." Sepertinya Arsalan terlalu terburu-buru? Tapi tak apa, lebih cepat lebih baik.

"Baiklah." Hanya kata itu yang dapat keluar dari mulut Allerick sekarang.

Arsalan berdehem, "Jadi, ada keperluan apa ayah memanggilku?"

Allerick menghela napas, "Besok saja. Sebaiknya kau istirahat sekarang."

Arsalan mengernyit. Apa ini salahnya karena ia terlalu banyak bicara? Kenapa aku jadi merasa malu?

Arsalan berdehem.

"Kalau begitu aku permisi."

Arsalan berlalu pergi dari ruangan Allerick.

***

happy new year.

BERANDALOnde histórias criam vida. Descubra agora